TARIF PEMGUNGUTAN
PAJAK
D
I
S
U
S
U
N
Oleh:
NAMA : NURUL INSAN RABE
NIM : 1440200121
Dosen Pengampu:
SARDIMAN
NASUTION, MM
JURUSAN EKONOMI
SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI
DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
PADANGSIDIMPUAN
T.A
2016/2017
KATA PENGANTAR
Segala
puji bagi Allah SWT yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang yang menyayangi tanpa
pernah meminta imbalan dari mahluk-Nya, yang atas berkat rahmat, inayah serta
hidayah-Nya lah kami sebagai penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Tidak
lupa shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi besar Muhammad
SAW beserta keluarga, sahabat, serta, umatnya yang membela risalahnya sampai
akhir jaman.
Alhamdulillah kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik
dan benar, yang merupakan salah satu tugas mata kuliah, dalam memenuhi tugas
tersebut maka kami menyusun makalah yang berjudul “Tarif Pemungutan Pajak” kami
telah mendapatkan bantuan dari beberapa sumber yang telah di lampirkan di halaman pada Daftar Pustaka.
Kami
berharap makalah ini dapat menambah wawasan kepada pihak yang membacanya. Kami
sadar sepenuhnya bahwa makalah ini masih banyak kekurangan. Apabila terdapat
kesalahan yang kecil ataupun yang fatal kami mohon maaf yang sebesar-besarnya kepada pihak yang
membaca makalah ini. Dan kami juga menerima kritik dan saran terhadap makalah
yang kami buat ini, mudah-mudahan dengan adanya kritik dan saran kami dapat
membuat makalah yang lebih bagus lagi di hari kemudian.
Padangsidimpuan, Nopember 2016
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................ i
DAFTAR ISI............................................................................................... ii
BAB I
PENDAHULUAN.......................................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................................................ 1
BAB II
PEMBAHASAN............................................................................ 2
A. Subjek Pajak.................................................................................. 2
B. Tarif Pajak..................................................................................... 5
BAB III PENUTUP.................................................................................... 8
A. Kesimpulan...................................................................................... 8
DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 9
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Menurut Rochmat
Soemitro dalam buku Pengantar Singkat Hukum Pajak (Eresco, Bandung, 1992) pajak adalah gejala
masyarakat, artinya pajak hanya ada di dalam masyarakat. Masyarakat adalah
kumpulan manusia yang pada suatu waktu berkumpul untuk tujuan tertentu. Negara
adalah masyarakat yang mempunyai tujuan tertentu. Kelangsungan hidup negara
juga berarti kelangsungan hidup masyarakat dan kepentingan masyarakat. Untuk
kelangsungan hidup masing-masing diperlukan biaya. Biaya hidup individu,
menjadi beban dari individu yang bersangkutan dan berasal dari penghasilannya
sendiri. Biaya hidup negara adalah untuk kelangsungan alat-alat negara,
administrasi negara, lembaga negara, dan seterusnya, dan harus dibiayai dari
penghasilan negara.
Pada mulanya pajak belum merupakan
suatu pungutan, tetapi hanya merupakan pemberian sukarela oleh rakyat kepada
raja dalam memelihara kepentingan negara, seperti menjaga keamanan negara,
menyediakan jalan umum, membayar gaji pegawai dan lain-lain. Bagi penduduk yang
tidak melakukan penyetoran maka ia diwajibkan melakukan pekerjaan-pekerjaan
untuk kepentingan umum untuk beberapa hari lamanya dalam satu tahun.
Penghasilan negara adalah berasal
dari rakyatnya melalui pungutan pajak, dan atau dari hasil kekayaan alam yang
ada dalam negara itu (natural
resources). Dua sumber itu merupakan sumber terpenting yang memberikan
penghasilan kepada negara. Penghasilan itu untuk membiayai kepentingan umum
yang akhirnya juga mencakup kepentingan pribadi individu seperti kesehatan
masyarakat, pendidikan, kesejahteraan dan sebagainya. Jadi, dimana ada
kepentingan masyarakat, disana timbul pungutan pajak sehingga pajak adalah
senyawa dengan kepentingan umum.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Subjek
Pajak
a. Subjek Pajak
Secara garis besar subjek pajak adalah
pihak-pihak (orang maupun badan) yang akan dikenakan pajak, sedangkan objek
pajak adalah segala sesuatu yang akan dikenakan pajak. Wajib pajak adalah
subjek pajak yang telah memenuhi syarat-syarat objektif sehingga kepadanya
diwajibkan pajak. Dengan perkataan lain. Setiap wajib pajak adalah subjek
pajak.[1]
Subjek
pajak adalah orang, badan atau kesatuan lainnya yang telah memenuhi
syarat-syarat subjektif, yaitu bertempat tinggal atau berkedudukan di
Indonesia. Subjek pajak baru menjadi wajib pajak bila telah memenuhi
syarat-syarat obyektif.
Subjek
pajak tidak identik dengan subjek hukum, oleh karena itu untuk menjadi subjek
pajak tidak perlu menjadi subjek hukum. Sehingga firma, perkumpulan, warisan
yang belum terbagi sebagai satu kesatuan dapat menjadi subjek pajak. Demikian
juga orang gila, anak yang masih di bawah umur dapat menjadi subjek atau wajib
pajak, tetapi untuk mereka perlu ditunjuk orang atau wali yang dapat
dipertanggungjawabkan untuk memenuhi kewajiban-kewajibannya.
a)
Subjek Pajak dari Pajak Penghasilan
(PPh)[2]
Secara umum pengertian subjek pajak
adalah siapa yang dikenakan pajak. Secara praktik termasuk dalam pengertian
subjek pajak meliputi orang pribadi dan warisan yang belum terbagi sebagai satu
kesatuan, badan, dan bentuk usaha tetap. Berdasarkan Pasal 2 ayat 1 UU No. 36
Tahun 2008, Subjek
pajak tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut :
1)
Orang
Pribadi dan Warisan yang Belum Terbagi sebagai Satu Kesatuan Menggantikan yang
Berhak
Kedudukan orang pribadi sebagai subjek
pajak dapat bertempat tinggal atau berada di Indonesia ataupun di luar
Indonesia. Orang pribadi tidak melihat batasan umur dan juga jenjang sosial ekonomi,
dengan kata lain berlaku sama untuk semua (non dicrimination).
Sedangkan warisan yang belum terbagi sebagai
satu kesatuan merupakan subjek pajak pengganti, menggantikan menggantikan
mereka yang berhak yaitu ahli waris. Penunjukan ahli warisan tersebut
dimaksudkan agar pengenaan pajak atas penghasilan yang berasal dari warisan
tersebut tetap dapat dilakasanakan, demikian juga dengan tindakan penagihan
selanjutnya.
2)
Badan
Badan adalah sekumpulan orang atau
modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha atau tidak melakukan
usaha yang meliputi :
-
Perseroan Terbatas (PT)
-
Perseroan Komanditer
-
Perseroan atau perkumpulan lainnya
-
Badan usaha milik negara (BUMN) atau
badan usaha milik daerah (BUMD) dengan nama dan dalam bentuk apapun.
-
Firma
-
Kongsi
-
Koperasi
-
Dana pensiun
-
Persekutuan
-
Yayasan
-
Organisasi massa
-
Organisasi sosial politik
-
Bentuk usaha tetap
-
Bentuk usaha lainnya.
3)
Bentuk Usaha Tetap
Bentuk Usaha Tetap (BUT) adalah
bentuk usaha yang digunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada
di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam dalam jangka waktu 12
bulan, atau juga badan yang didirkan atau tidak bertempat kedudukan di
Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia, yang
dapat berupa :[3]
-
Tempat kedudukan manajemen
-
Cabang perusahaan
-
Kantor perwakilan
-
Gedung kantor
-
Pabrik
-
Bengkel
-
Pertambangan dan penggalian sumber alam
-
Wilayah kerja pertambangan minyak dan
gas bumi
-
Perikanan, peternakan, pertanian,
perkebunan atau kehutanan
-
Gudang
-
Ruang untuk promosi atau penjualan
-
Proyek konstruksi, instalasi atau
proyek perakitan
-
Pemberian jasa dalam bentuk apa pun
oleh pegawai atau oleh orang lain
-
Orang atau badan yang bertindak selaku
agen yang kedudukannya tidak bebas
-
Agen atau pegawai dari perusahaan
asuransi yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang
menerima premi atau menanggung resiko di Indonesia
-
Komputer, agen elektronik atau
peralatan otomatis yang dimiliki sewa atau digunakan oleh penyelenggara
transaksi elektronik untuk menjalankan kegiatan usaha melalui internet.
b)
Subjek Pajak Dalam Negeri dan Subjek
Pajak Luar Negeri[4]
Subjek pajak
penghasilan juga dikelompokkan menjadi subjek pajak dalam negeri dan subjek
pajak luar negeri. Pengelompokkan tersebut diatur dalam pasal 2 ayat 2 UU No.
26 tahun 2008
-
Subjek
pajak dalam negeri
Subjek pajak dalam negeri adalah
subjek pajak yang secara fisik memang berada atau bertempat tinggal atau bertempat
kedudukan di Indonesia.
-
Subjek Pajak Luar Negeri
Sedangkan yang
termasuk sebagai subjek pajak luar negeri adalah sebagai berikut :
-
Orang
pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang
berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan
badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia.
-
Orang
pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau pun
berada di Indonesia,
orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka
waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak berkedudukan di
Indonesia yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak
dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di
Indonesia.
B.
Tarif
Pajak
Salah satu syarat
pemungutan pajak adalah keadilan, baik keadilan dalam prinsip maupun keadilan
dalam pelaksanaannya. Dengan adanya keadilan, pemerintah dapat menciptakan
keseimbangan sosial, yang sangat penting untuk kesejahteraan masyarakat pada
umumnya. Penentuan tarif pajak merupakan salah satu cara untuk mencapai keadilan.
Tarif yang dikenal dan diterapkan selama ini dapat dibedakan menjadi empat,
adalah sebagai berikut :[5]
1.
Tarif Tetap
2.
Tarif proporsional atau sebanding
3.
Tarif progresif
4.
Tarif degresif
a.
Tarif
Tetap
Tarif tetap adalah tarif pajak yang jumlah nominalnya
tetap walaupun dasar pengenaan pajaknya berbeda/berubah, sehingga jumlah pajak
yang terutang adalah tetap. Tarif
ini diterapkan dalam undang-undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Materai
(BM). Dalam undang-undang Bea Materai, tarif digunakan adalah Bea Materai
dengan nilai nominal sebesar Rp 500 dan Rp 1.000. Nilai nominal dalam
perkembangannya selalu berubah-ubah. Berdasarkan PP Nomor 7 Tahun 1995 tarif
Bea Materai diatas dinaikkan menjadi Rp 1.000 dan Rp 2.000 yang selanjutnya
dengan PP Nomor 24 Tahun 2000 tarifnya dinaikkan lagi menjadi Rp 3.000 dan Rp 6.000.[6]
b.
Tarif Proporsional
Tarif proporsional
atau sebanding adalah tarif pemungutan
pajak yang menggunakan persentase tetap tanpa memperhatikan jumlah yang
dijadikan dasar pengenaan pajak, sehingga jumlah pajak yang terutang
akan berubah secara proporsional/sebanding dengan dasar pengenaan pajaknya. Dengan demikian semakin besar
jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajak, akan semakin besar pula jumlah
pajak terutang (yang harus dibayar).
Contoh : Tarif PPN 10%
Dasar Pengenaan Pajak
|
Tarif Pajak
|
Jumlah Pajak
|
Rp
10.000.000,00
|
10%
|
Rp
1.000.000,00
|
Rp
20.000.000,00
|
10%
|
Rp
2.000.000,00
|
Rp
30.000.000,00
|
10%
|
Rp
3.000.000,00
|
Rp
40.000.000,00
|
10%
|
Rp
4.000.000,00
|
c.
Tarif Progresif
Tarif progresif
adalah tarif pemungutan pajak yang
persentasenya semakin besar bila jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajak
juga semakin besar, sehingga jumlah pajak yang terutang akan berubah sesuai
dengan perubahan tarif dan perubahan dasar pengenaan pajaknya.[7]
Contoh :
Lapisan
Penghasilan Kena Pajak
|
Tarif Pajak
|
Untuk penghasilan s/d Rp.
25.000.000
Di atas Rp. 25.000.000 s/d Rp.
50.000.000
Di atas Rp. 50.000.000 s/d Rp.
100.000.000
Di atas Rp. 100.000.000 s/d Rp.
200.000.000
Di atas Rp. 200.000.000 35%
|
5%
10%
15%
25%
35%
|
d.
Tarif Degresif
Tarif Degresif adalah tarif pemungutan pajak yang
persentasenya semakin kecil bila jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajak
semakin besar. Sekalipun persentasenya semakin kecil, tidak berarti jumlah
pajak yang terutang menjadi kecil, tetapi bisa menjadi besar karena jumlah yang
dijadikan dasar pengenaan pajaknya juga semakin besar. Tarif ini tidak pernah
dipergunakan dalam praktik perundang-undangan perpajakan.[8]
Contoh :
Lapisan Penghasilan Kena Pajak
|
Tarif Pajak
|
Untuk penghasilan s/d Rp. 10.000.000
Di atas Rp. 10.000.000 s/d Rp. 50.000.000
Di atas Rp. 50.000.000
|
30%
25%
15%
|
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Subjek pajak adalah pihak-pihak
(orang maupun badan) yang akan dikenakan pajak, sedangkan objek pajak adalah
segala sesuatu yang yang akan dikenakan pajak. Wajib pajak adalah subjek pajak
yang telah memenuhi syarat-syarat objektif sehingga kepadanya diwajibkan pajak.
Salah satu syarat
pemungutan pajak adalah keadilan, baik keadilan dalam prinsip maupun keadilan
dalam pelaksanaannya. Dengan adanya keadilan, pemerintah dapat menciptakan
keseimbangan sosial, yang sangat penting untuk kesejahteraan masyarakat pada
umumnya. Penentuan tarif pajak merupakan salah satu cara untuk mencapai
keadilan.
Penghasilan negara terbesar terutama
negara kita Indonesia
adalah berasal dari
pajak. Pajak memiliki peranan yang sangat penting dalam pembangunan suatu
negara khususnya Indonesia. Oleh karena itu, pengelolaan pajak harus dikelola
dengan baik dan benar agar manfaatnya dapat dirasakan oleh rakyat. Selain itu
para wajib pajak juga harus
rutin dalam membayar pajak demi tercapainya pembangunan dan pertumbuhan
ekonomi bangsa Indonesia. Oleh
karena itu, sudah seharusnya kita sebagai warga Negara Indonesia harus memahami
apa-apa saja yang menjadi subjek pajak, objek pajak, serta tarif pajak yang berlaku di Negara Indonesia.Sehingga bisa dimanfaatkan
dalam kehidupan bermasyarakat dan menjadi warga Negara yang taat terhadap pajak.
DAFTAR PUSTAKA
Murtopo, Purno. 2009. “Susunan
Satu Naskah 8 (Delapan) Undang-Undang Perpajakan 2009 Beserta Penjelasannya”
Jakarta: Mitra Wacana Media.
S.Edhy, Djaka Saranta, 2003. ”Dasar-Dasar Perpajakan di Indonesia” Jakarta: STAN.
Erly Suandi. 2011. Hukum Pajak. Edisi Kelima.
Jakarta: Salemba Empat.
Siti Resmi. 2008. Perpajakan Teori dan Kasus. Edisi Ketujuh Buku 1. Jakarta:
Salemba Empat.
[2]
Ibid., hal. 77
[3]
Ibid., hal. 76
[4]
Murtopo, Purno : “Susunan Satu Naskah 8
(Delapan) Undang-Undang Perpajakan 2009 Beserta Penjelasannya” (Jakarta:
Mitra Wacana Media, 2009), hal. 98
[5]
Ibid., hal. 99
[6]
S.Edhy, Djaka Saranta : ”Dasar-Dasar Perpajakan di Indonesia” (Jakarta:
STAN, 2003) hal. 87
[7]
Siti Resmi. Perpajakan Teori dan Kasus. Edisi Ketujuh Buku 1. (Jakarta: Salemba Empat, 2008), hal.
87
[8]
Murtopo, Purno, Op. Cit, hal. 77
Tidak ada komentar:
Posting Komentar