PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA
REFORMASI
D
I
S
U
S
U
N
OLEH :
NAMA NIM
1.
SANTI ARTINA : 1520100057
DOSEN PEMBIMBING :
ZULHIMMA S.Pd M.Ag
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
PADANGSIDIMPUAN
T.A 2015/2016
KATA PENGANTAR
Segala
puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan limpahan rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan Tugas makalah kami dengan tepat waktu. Berikut
ini penulis mempersembahkan makalah dengan judul “Pendidikan Islam Pada Masa Reformasi”, yang semoga
dapat memberikan manfaat yang besar bagi kita untuk menambah ilmu khususnya dalam bidang sistem
informasi manajemen.
Melalui kata pengantar ini penulis ingin meminta maaf apabila terdapat kekurangan dalam isi makalah maupun dari segi penulisan. Dengan ini saya mempersembahkan makalah ini dengan
penuh rasa terima kasih dan semoga Allah SWT
memberkahi makalah ini sehingga dapat memberikan manfaat. Amiin.
.
Padangsidimpuan, November 2016
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................ ........... i
DAFTAR ISI............................................................................................................ ........... ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................ ........... 1
A.
Latar Belakang .......................................................................................................... 1
B.
Rumusan Masalah ..................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN ......................................................................................... ........... 2
A.
Politik
Pendidikan Masa Reformasi............................................................ ........... 2
B.
Kurikulum Pendidikan Islam Pada Masa Reformasi................................... ........... 3
C.
Instituai Pendidikan Islam Pada Masa Reformasi................................................... 9
D.
Kultur Pendidikan Islam Pada Masa Reformasi..................................................... 12
BAB III PENUTUP ............................................................................................................. 15
A.
Kesimpulan ............................................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pendidikan di
era reformasi lahir sebagai koreksi, perbaikan, dan penyempurnaan atas berbagai
kelemahan kebijakan pemerintahan Orde Baru yang dilakukan secara menyeluruh
yang meliputi bidang pendidikan, pertahanan, keamanan, agama, sosial, ekonomi,
budaya, pendidikan, kesehatan, dan lingkungan. Berbagai kebijakan tersebut
diarahkan pada sifatnya yang lebih demokratis, adil, transparan, akuntabel,
kredibel, dan bertanggung jawab dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil,
makmur, tertib, aman dan sejahtera.
Pendidikan era
reformasi telah melahirkan sejumlah kebijakan strategis dalam bidang pendidikan
yang pengaruhnya langsung dapat dirasakan oleh masyarakat secara luas dan
menyeluruh, bukan hanya bagi sekolah umum yang bernaung dibawah Kementerian
Pendidikan Nasional saja, melainkan juga berlaku bagi madrasah dan Perguruan
Tinggi yang bernaung di bawah Kementerian Agama.
Dalam makalah
ini akan dijelaskan mengenai sejarah pendidikan islam pada masa reformasi.
B.
Rumusan Masalah
a. Bagaimana
politik pendidikan pada masa reformasi?
b. Bagaimana
orientasi pendidikan islam pada masa reformasi?
c. Bagaimana
perkembangan pendidikan islam masa reformasi?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Politik Pendidikan Masa Reformasi
Masa reformasi terjadi pada tahun 1998, dimana mahasiswa
Indonesia melakukan Power People (demo besar- besaran) untuk menjatuhkan orde
baru atau pemerintahan Soeharto yang sudah berlangsung selama 32 tahun. Demo
besar- besaran ini kemudin membuahkan hasil, presiden Soeharto yang
militeristik dan diktator kemudian mengundurkan diri dari jabatannya pada
tanggal 21 Mei 1998. Tanggal ini kemudian di tetapkan sebagai puncak terjadinya
reformasi.[1]
Masa reformasi menghendaki adanya perubahan kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara ke arah yang lebih baik secara konstitusional. Artinya, adanya
perubahan kehidupan dalam bidang politik, ekonomi, pendidikan, hukum, sosial,
dan budaya yang lebih baik, demokratis berdasarkan prinsip kebebasan,
persamaan, dan persaudaraan.[2]
Perubahan yang sangat menonjol pada era reformasi adalah
dilaksanakannya otonomi daerah sebagai implementasi dari UU No. 22/1999 tentang
pemerintahan daerah. Kebijkan tersebut juga berdampak pada berbagai sektor
kehidupan, termasuk pada aspek pendidikan.
Dari segi kualifikasi tenaga guru di Indonesia masih jauh
dari harapan. Hal ini ditunjukkan oleh statistik sebagai berikut: dari jumlah
guru SD sebanyak 1.141.161 orang, 53% diantaranya berkualifikasi D-II atau
statusnya lebih rendah. Dari jumlah guru SLTP sebanyak 441.174 orang, 36%
berkualifikasi D-II atau lebih rendah, 24,9% berijasah D-III kemudian dari
346.783 orang guru sekolah menengah, sebanyak 32% masih berkualifikasi D-III
atau lebih rendah statusnya. Sementara itu pengangkatan tenaga pendidik yang
baru setiap tahun hanya dipenuhi 25% dari usulan kebutuhan akan tenaga pendidik
(Soearni, 2003: 396 – 397).
Dari aspek pendidikan pada era reformasi, Kuantitas dan
kualitas guru lebih meningkat daripada masa orde baru dan orde lama, karena pemerintah
pusat melakukan pemerataan jumlah guru dan mengadakan perubahan kurikulum
dengan berbasis pada kompetensi (KBK), selain itu pihak pemerintah juga
meningkatkan anggaran pendidikan menjadi 20% dari APBN.[3]
B.
Kurikulum
Pendidikan Islam Pada Masa Reformasi
Sering terjadi jika suatu negara mengalami perubahan
pemerintahan, politik pemerintahan itu mempengaruhi pula bidang pendidikan yang
sering mengakibatkan terjadinya perubahan kurikulum yang berlaku. Sebagai
contoh setelah Indonesia merdeka pra Orde Baru terjadi dua kali perubahan
kurikulum, yang pertama dilakukan dengan dikeluarkannya retjcana pelajaran
tahun 1947 yang menggantikan seluruh sistem pendidikan kolonial, kemudian pada
tahun 1952 kurikulum ini mengalami penyempurnaan dan dan diberinana rentjana
Pelajaran terurai 1952. Perubahan kedua terjadi dengan dikeluarkannya rentjana
pendidikan tahun 1964, perubahan tersebut terjadi karena merasa perlunya
peningkatan dan pengejaran segala ketertinggalan dalam ilmu pengetahuan
khususnya ilmu-ilmu alam dan matematika.
Seiring dengan terjadinya perubahan politik dan bergantinya
rezim Orde Baru dan terjadinya amandemen terhadap Undang-Undang Dasar 1945
menyebabkan eksistensi Undang-Undang Nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem
Pendidikan Nasional (UUSPN) dirasakan tidak lagi memadai dan tidak lagi sesuai
dengan amanat perubahan Undang-Undang Dasar 1945 tersebut dipandang perlu
menyempurnakan UUSPN tersebut, dan pada tahun 2003 dengan persetujuan bersama
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan Presiden Republik Indonesia
menetapkan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
yang kemudian lebih dikenal dengan UU SISDIKNAS.
Sesuai dengan tuntututan UU SISDIKNAS pemerintah
mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan yang menyebabkan kurikulum yang berlaku di sekolah adalah kurikulum
yang sesuai dengan standar nasional pendidikan. Agar kurikulum yang digunakan
di sekolah sesuai dengan standar Nasional pendidikan maka Menteri Pendidikan Nasional
Republik Indonesia mengeluarkan Peraturan Menteri pendidikan Nasional Nomor 22
tahun 2006 tentang standar isi yang di dalamnya memuat tentang kerangka dasar
dan struktur kurikulum, beban belajar, kalender pendidikan, standar kompetensi
dan kompetensi dasar.[4]
Untuk sekolah-sekolah yang berada di bawah naungan Departemen Agama tidak
ketinggalan Menteri Agamapun mengeluarkan Peraturan Menteri Agama No. 2 Tahun
2008 tentang standar kompetensi lulusan dan standar isi Pendidikan Agama Islam
dan Bhasa Arab di Madrasah.
Perubahan dan perbaikan kurikulum itu wajar terjadi dan
memang harus terjadi, karena kurikulum yang disajikan harus senantiasa sesuai
dengan segala perubahan dan perkembangan yang terjadi. Hal ini sebagaimana
dikemukakan oleh Subandijah (1993:3), bahwa : Apabila kurikulum itu dipandang
sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan, maka kurikulum dalam
kedudukannya harus memiliki sipat anticipatori,
bukan hanya sebagai reportorial. Hal ini berarti bahwa kurikulum harus
dapat meramalkan kejadian di masa yang akan datang, tidak hanya melaporkan
keberhasilan peserta didik.
Dalam undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas
pasal 1 ayat 19 dijelaskan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan
pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan
sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan
pendidikan tertentu.
Sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan, kurikulum
harus mencerminkan kepada falsafah sebagai pandangan hidup suatu bangsa, karena
ke arah mana dan bagaimana bentuk kehidupan bangsa itu kelak, banyak ditentukan
dan tergambarkan dalam kurikulum pendidikan bangsa tersebut.
Sehingga kemudian masuknya model pendidikan sekolah membawa
dampak yang kurang menguntungkan bagi umat Islam saat itu, yang mengarah pada
lahirnya dikotomi ilmu agama (Islam) dan ilmu sekuler (ilmu umum dan ilmu
sekuler Kristen). Dualisme model pendidikan yang konfrontatif tersebut telah
mengilhami munculnya gerakan reformasi dalam pendidikan pada awal abad dua
puluh. Gerakan reformasi tersebut bertujuan mengakomodasi sistem pendidikan
sekolah ke dalam lingkungan pesantren.
Dualisme pendidikan Islam juga muncul dalam bidang
manajerialnya, khususnya di lembaga swasta. Lembaga swasta umumnya memiliki dua
top manager yaitu kepala madrasah dan ketua yayasan (atau pengurus). Meskipun
telah ada garis kewenangan yang memisahkan kedua top manager tersebut, yakni
kepala madrasah memegang kendali akademik sedangkan ketua yayasan (pengurus)
membidangi penyediaan sarana dan prasarana, sering di dalam praktik terjadi
overlapping. Masalah ini biasanya lebih buruk jika di antara pengurus yayasan
tersebut ada yang menjadi staf pengajar. Di samping ada kesan mematai-matai
kepemimpinan kepala madrasah, juga ketika staf pengajar tersebut melakukan
tindakan indisipliner (sering datang terlambat), kepala madrasah merasa tidak
berdaya menegumya.
Berkenaan dengan kurikulum pendidikan agama Islam, Shaleh
(2006: 90) mengemukakan ada beberapa ketentuan yang menjadi landasan
pembentukan kurikulum pendidikan agama secara luas, yaitu:[5]
1) Asas
Muhammd al-Thoumy al-Syaibany, mengemukakan bahwa Asas-asas
umum yang menjadi landasan pembentukan kurikulum pendidikan agama itu adalah
sebagai berikut:
a) Asas agama
Seluruh
sistem yang ada dalam masyarakat Islam, termasuk sistem pendidikannya harus
meletakkan dasar falsafah, tujuan, dan kurikulumnya pada ajaran Islam yang
meliputi akidah, ibadah, muamalah dan hubungan-hubungan yang berlaku di dalam
masyarakat.
b) Asas falsafah
Dasar
filosofis memberikan arah dan kompas tujuan pendidikan Islam, sehingga susunan
kurikulum pendidikan Islam mengandung kebenaran, terutama dari sisi nilai-nilai
sebagai pendangan hidup.
c) Asas psikologi
Kurikulum
pendidikan Islam disusun dengan mempertimbangkan tahapan-tahapan pertumbuhan
dan perkembangan yang dilalui peserta didik.
d) Asas social
Pembentukan
kurikulum pendidikan Islam harus mengacu ke arah realisasi individu dalam
masyarakatnya.
e) Asas tujuan
Pada
tujuan pendidikan agama Islam baik SD, SMP, maupun SMA, secara redaksional sama.
Yaitu subtansinya adalah bertujuan untuk meningkatkan keimanan, ketakwaan dan
ahlak mulia dengan melalui pemberian pengetahuan dan pengalaman, sehingga
setelah proses pendidikan berakhir, peserta didik menjadi manusia yang beriman
dan bertakwa serta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, berbangsa dan
bernegara (Shaleh, 2006).
Lahirnya UU Sisdiknas No 20 tahun
2003 boleh dikatakan sebagai awal lahirnya arah baru pendidikan Indonesia
dimana kurikulum yang dibuat mengarah kepada pencapaian kompetensi siswa baik
kompetensi Kognitif, Afektif, maupun Psikomotor.
Penyusunan kurikulum sebagaimana
disebutkan dalam pasal 36 ayat 3 bahwa Kurikulum disusun sesuai dengan jenjang
pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan
memperhatikan:[6]
-
Peningkatan
Iman Dan Takwa;
-
Peningkatan
Akhlak Mulia;
-
Peningkatan
Potensi, Kecerdasan, Dan Minat Peserta Didik;
-
Keragaman
Potensi Daerah Dan Lingkungan;
-
Tuntutan
Pembangunan Daerah Dan Nasional;
-
Tuntutan
Dunia Kerja;
-
Perkembangan
Ilmu Pengetahuan, Teknologi, Dan Seni;
-
Agama;
-
Dinamika
Perkembangan Global; Dan
-
Persatuan
Nasional Dan Nilai-Nilai Kebangsaan.
Selanjutnya, pada pasal 37 secara
berturut-turut dinyatakan bahwa kurikulum pendidikan dasar, menengah, dan
tinggi wajib memuat pendidikan agama, pendidikan kewarganegaraan, bahasa, dan
untuk pendidikan dasar dan menengah masih diwajibkan materi lainnya (Soebahar,
2009).
Pada masa reformasi ini telah
dikembangkan dua model kurikulum, yaitu kurikulum KBK pada tahun 2004 dan KTSP
pada tahun 2006, Dalam KBK tahun 2004 untuk mata pelajaran PAI (kita ambil
contoh di jenjang SMP), Standar Kompetensi yang disajikan sangat sederhana tapi
cukup mendalam dan mencerminkan standar kompetensi pendidikan Islam yang
menyeluruh sebagaimana berikut:[7]
-
Mengamalkan
ajaran AL Qur’an /Hadits dalam kehidupan sehari-hari.
-
Menerapkan
aqidah Islam dalam kehidupan sehari-hari.
-
Menerapkan
akhlakul karimah (akhlaq mulia) dan menghindari akhlaq tercela dalam kehidupan
sehari.
-
Menerapkan
syariah (hukum Islam) dalam kehidupan sehari-hari).
-
Mengambil
Manfaat dari Sejarah Perkembangan (peradaban) Islam dalam kehidupan
sehari-hari.
Kelima Standar Kompetensi di atas berlaku
untuk semua tingkat dari kelas VII s.d Kelas IX dan masing-masing dari kelima
standar kompetensi tersebut diuraikan lagi
menjadi beberapa kompetensi dasar yang memiliki cakupan materi yang
cukup dalam dan luas. Sebagai contoh
untuk standar kompetensi dasar yang pertama di kelas VII diurai ke dalam lima
kompetensi Dasar yaitu:[8]
-
Siswa
mampu membaca, mengartikan dan menyalin surat adduha
-
Siswa
mampu membaca, mengartikan dan menyalin surat Al Adiyat
-
Siswa
mampu menerapkan hukum bacaan Alif lam syamsiyah dan Alif lam qamariyah
-
Siswa
mampu mempraktikan hukum bacaan Nun mati dan Tanwin dan mim mati
-
Siswa
mampu membaca, mengartikan, dan menyalin hadits tentang Rukun Islam.
Sementara dalam KBK tahun 2006
(KTSP), setandar kompetensi yang disajikan untuk mata pelajaran pendidikan
Agama Islam adalah: sangat banyak tapi bobotnya amat dangkal, untuk kelas VII
terdapat 14 SK, untuk kelas VIII terdapat 15 SK, dan untuk kelas IX terdapat 13
SK. Sebagai perbandingan berikut kami kemukakan kompetensi PAI kelas VII
semester I.
Menerapkan tata cara membaca
Al-qur’an menurut tajwid, mulai dari cara membaca “Al”- Syamsiyah dan “Al”-
Qomariyah sampai kepada menerapkan hukum bacaan mad dan waqaf.
Meningkatkan pengenalan dan
keyakinan terhadap aspek-aspek rukun iman mulai dari iman kepada Allah sampai
kepada iman pada Qadha dan Qadar serta Asmaul Husna.
Menjelaskan dan membiasakan perilaku
terpuji seperti qanaah dan tasawuh dan menjauhkan diri dari perilaku tercela
seperti ananiah, hasad, ghadab dan namimah.
Menjelaskan tata cara mandi wajib
dan shalat-shalat munfarid dan jamaah baik shalat wajib maupun shalat sunat.
Memahami dan meneladani sejarah Nabi
Muhammad dan para shahabat serta menceritakan sejarah masuk dan berkembangnya
Islam di nusantara.
C.
Instituai
Pendidikan Islam Pada Masa Reformasi
Kegiatan pendidikan selalu berlangsung di dalam suatu
lingkungan. Dalam konteks pendidikan, lingkungan dapat diartikan sebagai segala
sesuatu yang berada di luar diri anak. Lingkungan dapat berupa hal-hal yang
nyata, seperti tumbuhan, orang, keadaan, politik, kepercayaan dan upaya lain
yang dilakukan manusia, termasuk di dalamnya adalah pendidikan.
Di dalam konteks pembangunan manusia seutuhnya, keluarga,
sekolah dan masyarakat akan menjadi pusat-pusat kegiatan pendidikan yang akan
menumbuhkan dan mengembangkan anak sebagai makhluk individu, sosial, susila dan
religius. Dengan memperhatikan bahwa anak adalah individu yang berkembang, ia
membutuhkan pertolongan dari orang yang telah dewasa, anak harus dapat
berkembang secara bebas, tetapi terarah. Pendidikan harus dapat memberikan
motivasi dalam mengaktifkan anak.
Menurut Daulay dalam bukunya “Sejarah Pertumbuhan Dan
Pembaharuan Penddikan Islam Di Indonesia”, perjalanan sejarah pendidikan Islam
di Indonesia hingga saat sekarang ini telah melalui tiga periodesasi. Pertama,
periode awal sejak kedatangan Islam ke idonesia sampai masuknya ide-ide
pembaharuan pemikiran Islam awal abad ke dua puluh.[9]
Periode ini ditandai dengan pendidikan Islam yang terkonsentrasi di pesanren,
dayah, surau atau masjid dengan titik fokus adalah ilmu-ilmu agama yang
bersumber dari kitab-kitab klasik. Periode kedua, periode ini telah dimasuki
oleh ide-ide pembaharuan pemikiran Islam pada awal abad ke dua puluh. Periode
ini ditandai dengan lahirnya madrasah. Sebagian lembaga-lembaga pendidikan
Islam yang telah memasukkan mata pelajaran umum kedalam program kurikulum
pendidikan mereka, dan juga telah mengadopsi sistem pendidikan modern seperti
metode, manajerial, klasikal dan lainsebagainya. Ketiga, pendidikan Islam telah
terintegrasi kedalam sistem pendidikan Nasional sejak lahirnya undang-undang
nomor 2 tahun 1989 dilanjutkan pula dengan undang-undang No. 20 tahun 2003.
Sejak Indonesia merdeka, perkembangan pendidikan Islam di
Indonesia semakin memperlihatkan perkembangan yang signifikan. Pesantren,
berkembang dari bentuk tradisional (salafi) berkembang kepada pesantren modern
(khalafy). Pesantren bentuk kedua ini sekarang berkembang hampir diseluruh
Indonesia. Kemodernan dapat dilihat dari tiga segi. Pertama, mata pelajaran
telah seimbang antara materi ilmu-ilmu agama dengan materi ilmu-ilmu umum.
Kedua, metode pengajaran telah bervariasi, tidak lagi semata-mata hanya memakai
metode sorogan, wetonan dan hafalan. Ketiga, pendidikan agama Islam dikelola
berdasarkan prinsip-prinsip manajemen pendidikan.
Di dalam lembaga sekolah, Pada tahun 2003 pendidikan agama
Islam dipertegas melalui undang-undang No. 20 tahun 2003 pasal 12, yang mana
pada periode sebelumnya pendidikan agama Islam kurang diperdulikan.
Pendidikan Islam sebagai lembaga adalah diakuinya keberadaan
pendidikan Islam sebagai lembaga formal, nonformal, dan informal. Sebagai lembaga pendidikan
formal diakui keberadaan madrasah yang setara dan sama dengan sekolah.
Pendidikan Islam dalam pengertian institusi adalah institusi-institusi
pendidikan Islam seperti: pondok pesantren, madrasah, sekolah umum berciri
KeIslaman, dan sebagainya.[10]
Dalam undang-undang No. 20 tahun 2003 dijelaskan mengenai
ketentuan yang berkaitan dengan institusi pendidikan Islam. Sebagaimana
termaktub pada pasal 15 dan pasal 30 ayat (3-4), dinyatakan bahwa:[11]
1.
Pendidikan
keagamaan dapat diselenggarakan pada jalur pendidikan formal, nonformal, dan informal (pasal 3).
2.
Pendidikan
keagamaan berbentuk pendidikan diniyah, pesantren, pasraman, pabhaja samanera,
dan bentuk lain yang sejenis (pasal 4).
Lembaga
pendidikan formal dijelaskan secara berurut dalam pasal 17, 18, 19 dan 20
mencakup pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi
sebagaimana berikut:
a) Pasal 17
-
Pendidikan
dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah.
-
Pendidikan
dasar berbentuk sekolah dasar (SD) dan madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk
lain yang sederajat serta sekolah menengah pertama (SMP) dan madrasah
tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain yang sederajat.
b) Pasal 18
-
Pendidikan
menengah merupakan lanjutan pendidikan dasar.
-
Pendidikan
menengah terdiri atas pendidikan menengah umum dan pendidikan menengah
kejuruan.
-
Pendidikan
menengah berbentuk sekolah menengah atas (SMA), madrasah aliyah (MA), sekolah
menengah kejuruan (SMK), dan madrasah aliyah kejuruan (MAK), atau bentuk lain
yang sederajat.
c) Pasal 19
-
Pendidikan
tinggi merupakan jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup
program pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis, dan doktor yang
diselenggarakan oleh pendidikan tinggi.
-
Pendidikan
tinggi diselenggarakan dengan sistem terbuka.
d) Pasal 20
-
Perguruan
tinggi dapat berbentuk akademi, politeknik, sekolah tinggi, Institut, atau
universitas.
-
Perguruan
tinggi berkewajiban menyelenggarakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian
kepada masyarakat.
-
Perguruan
tinggi dapat menyelenggarakan program akademik, profesi, dan/atau vokasi.
Lembaga pendidikan Nonformal dijelaskan dalam pasal 26 ayat 4: satuan
pendidikan nonformal terdiri atas lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok
belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat, dan majelis taklim, serta satuan
pendidikan yang sejenis.
Lembaga pendidikan informal dalam pasal 28 ayat 3: kegiatan
pendidikan informal yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan berbentuk
kegiatan belajar secara mandiri.
Pendidikan anak usia dini diterangkan dalam pasal 28 ayat 3:
pendidikan anak usia dini pada jalur pendidika formal berbentuk taman
kanak-kanak (TK), raudhatul athfal (RA), atau bentuk lain yang sederajat.
Ketentuan-ketentuan mengenai lembaga pendidikan Islam yang
termaktub dalam UU No. 20 Tahun 2003 tersebut selanjutnya dijelaskan dalam
peraturan pemerintah republik Indonesia Nomor 55 tahun 2007 Tentang Pendidikan
agama dan pendidikan keagamaan.
D.
Kultur
Pendidikan Islam Pada Masa Reformasi
Alvin Tofler dalam bukunya The Third Wave (1980) berpendapat
tentang peradaban manusia, yaitu:[12]
(1) peradaban yang dibawa oleh penemuan pertanian, (2) peradaban yang
diciptakan dan dikembangkan oleh revolusi industri, dan (3) peradaban baru yang
tengah digerakan oleh revolusi informasi dan komunikasi. Perubahan terbesar yang
diakibatkan oleh gelombang ketiga adalah terjadinya pergeseran yang mendasar
dalam sikap dan tingkah laku masyarakat. Salah satu ciri utama kehidupan di
masa sekarang dan masa yang akan datang adalah cepatnya terjadi perubahan yang
terjadi dalam kehidupan manusia. Banyak paradigman yang digunakan untuk menata
kehidupan, baik kehidupan individual maupun kehidupan organisasi yang pada
waktu yang lalu sudah mapan, kini menjadi ketinggalan zaman (Umiarso, 2010:177).
Reformasi merupakan istilah yang amat populer pada masa
krisis dan menjadi kata kunci dalam membenahi seluruh tatanan hidup berbangsa
dan bernegara di tanah air tercinta ini, termasuk reformasi dibidang
pendidikan. Secara konstitusional ditetapkan bahwa negara Indonesia berdasarkan
pada agama. Artinya, bahwa negara Indonesia melindungi dan menghargai kehidupan
beragama dari seluruh warga negara Indonesia.
Bangsa Indonesia sebagai bagian dari masyarakat global akan
memasuki abad yang penuh dengan persaingan bebas. Oleh kerana itulah
kecenderungan masa kini akan ditandai oleh ledakan pengetahuan dan ledakan
informasi. Reformasi pendidikan merupakan hukum alam yang akan mencari jalannya
sendiri, khususnya memasuki masa millennium ketiga yang mengglobal dan sangat
ketat dengan persaingan. Dengan adanya sumber daya manusia yang unggul dalam
penguasaan berbagai ilmu pengetahuan dan teknologi, maka bangsa Indonesia akan
dapat mengerakkan sektor- sektor industri secara efisien dan produktif serta
mampu bersaing di pasar dunia.
Dalam konteks ke-Indonesiaan, sebagai salah satu desakan
arus reformasi, perubahan paradigma dari sentralisasi menjadi desentralisasi
memberikan tantangan tersendiri bagi aspek kehidupan, tak terkecuali dunia
kependidikan. Pada era globalisasi seperti ini, pendidikan harus melakukan reformasi
dan inovasi dalam proses belajar mengajar secara terus menerus.
Oleh karena itu, dalam era globalisasi saat ini sektor
pendidikan perlu difungsikan sebagai ujung tombak untuk mempersiapkan sumber
daya manusia dan sumber daya bangsa agar memiliki unggulan kompetetif dalam
berbangsa dan dan bernegara ditengah-tengah kehidupan dunia yang semakin
global. Maka keterkaitan antara proses pendidikan dan kehidupan politik dalam
arti bahwa pendidikan tidak terlepas dari politik dan politik itu sendiri
adalah pendidikan. Pendidikan adalah metode yang paling fundamental di dalam
kemajuan sosial dan reformasi.
Proses pendidikan yang berakar dari kebudayaan, berbeda
dengan praksis pendidikan yang terjadi dewasa ini yang cenderung
mengalienasikan proses pendidikan dari kebudayaan. Kita memerlukan suatu
perubahan paradigma [paradigma shift] dari pendidikan untuk menghadapi proses
globalisasi dan menata kembali kehidupan masyarakat Indonesia. Cita-cita era
reformasi tidak lain ialah membangun suatu masyarakat madani Indonesia, oleh
karena itu, arah perubahan paradigma baru pendidikan Islam diarahkan untuk
terbentuknya masyarakat madani Indonesia tersebut.
Arah perubahan paradigma pendidikan dari paradigma lama ke
paradigma baru, terdapat berbagai aspek mendasar dari upaya perubahan tersebut,
yaitu, Pertama, paradigma lama terlihat upaya pendidikan lebih cenderung pada :
sentralistik, kebijakan lebih bersifat top down, orientasi pengembangan
pendidikan lebih bersifat parsial, karena pendidikan didisain untuk sektor pertumbuhan
ekonomi, stabilitas politik dan keamanan, serta teknologi perakitan. Peran
pemerintah sangat dominan dalam kebijakan pendidikan, dan lemahnya peran
institusi pendidikan dan institusi non-sekolah. Kedua, paradigma baru,
orientasi pendidikan pada: disentralistik, kebijakan pendidikan bersifat bottom
up, orientasi pengembangan pendidikan lebih bersifat holistik; artinya
pendidikan ditekankan pada pengembangan kesadaran untuk bersatu dalam
kemajemukan budaya, kemajemukan berpikir, menjunjung tinggi nilai moral,
kemanusiaan dan agama, kesadaran kreatif, produktif, dan kesadaran hukum.
Meningkatnya peran serta masyarakat secara kualitatif dan kuantitatif dalam
upaya pengembangan pendidikan, pemberdayaan institusi masyarakat, seperti
keluarga, LSM, pesantren, dunia usaha, lembaga-lembaga kerja, dan pelatihan,
dalam upaya pengelolaan dan pengembangan pendidikan, yang diorientasikan kepada
terbentuknya masyarakat nadani Indonesia.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari pemaparan-pemaparan pada bab sebelumnya, dapat diambil
beberapa kesimpulan diantaranya:
1.
Lahirnya
UU Sisdiknas No 20 tahun 2003 merupakan awal lahirnya arah baru pendidikan
Indonesia dimana kurikulum yang dibuat mengarah kepada pencapaian kompetensi
siswa baik kompetensi Kognitif, Afektif, maupun Psikomotorik. Dengan dasar UU
ini telah dikembangkan dua model kurikulum PAI, yaitu kurikulum PAI dalam KBK
pada tahun 2004 dan kurikulum PAI dalam KTSP pada tahun 2006.
2.
Institusi
pendidikan Islam pada masa ini sebagaimana diakui dalam UU No.20 tahun 2003
adalah meliputi lembaga formal, informal, dan non formal. Diantara
institusi-institusi pendidikan Islam seperti: pondok pesantren, madrasah,
diniyah, sekolah umum berciri KeIslaman, dan sebagainya.
3.
Pada
era globalisasi seperti ini, pendidikan harus melakukan reformasi dan inovasi
dalam proses belajar mengajar secara terus menerus. Kultur pendidikan Islam
pada masa ini lebih berorientasi pada sistem
disentralistik, kebijakan pendidikan bersifat bottom up, orientasi
pengembangan pendidikan lebih bersifat holistik; artinya pendidikan ditekankan
pada pengembangan kesadaran untuk bersatu dalam kemajemukan budaya, kemajemukan
berpikir, menjunjung tinggi nilai moral, kemanusiaan dan agama, kesadaran
kreatif, produktif, dan kesadaran hukum.
DAFTAR PUSTAKA
Muhaimin. 2013. Rekonstruksi
Pendidikan Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo.
Nugroho, Riant. 2008. Pendidikan Indonesia: Harapan,
visi dan strategi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Rochidin Wahab. 2004. Sejarah Pendidikan Islam di
Indonesia. Bandung: Alfabeta.
Sam M.Chan dkk. 2007. Analisis Swot: Kebijakan
Pendidikan Era Otonomi Daerah. Jakarta: Grafindo.
Soearni, Eddy. 2003. Pengembangan Tenaga Kependidikan
pada Awal Era Reformasi (1998-2001), Jakarta: Departemen Pendidikan
Nasional RI.
Suyanto dkk. 2000. Refleksi dan Reformasi Pendidikan
di Indonesia Memasuki Millenium III. Yogyakarta: Adicita Karya Nusa.
DR. Armai
Arif, M. A. Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam (Jakarta : Ciputat
Pers, 2002)
Prof. H.
Muhamad Daud Ali S.H. dan Hj. Habiba Daud S.H. Lembaga-lembaga Islam di
Indonesia (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 1995)
[1]
Eddy Soearni, Pengembangan Tenaga
Kependidikan pada Awal Era Reformasi (1998-2001), (Jakarta: Departemen
Pendidikan Nasional RI, 2003), hal 4
[2]
Riant Nugroho, Pendidikan
Indonesia: harapan, visi, dan strategi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2008), hal15
[3]
Sam M.Chan dkk, Analisis Swot:
Kebijakan Pendidikan Era Otonomi Daerah, (Jakarta: Grafindo, 2007), hal 58
[4]
Suyanto dkk, Refleksi dan
Reformasi Pendidikan di Indonesia Memasuki Millenium III. (Yogyakarta:
Adicita Karya Nusa,2008), hal 34-37
[5]
Muhaimin, Rekonstruksi Pendidikan
Islam, (Jakarta: PT RajaGrafindo, 2013) , hal 104
[6]
Suyanto dkk, Op. Cit, hal. 76
[7]
Eddy Soearni, Op. Cit., hal. 87
[8]
Eddy Soearni., Op. Cit., hal. 92
[9]
DR. Armai Arif, M. A. Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam (Jakarta :
Ciputat Pers, 2002), h. 16
[10]
Prof. H. Muhamad Daud Ali S.H. dan Hj. Habiba Daud S.H. Lembaga-lembaga
Islam di Indonesia (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 1995), h. 137
[11]
Ibid., hal. 138
[12]
Ibid., hal. 76
Bagus
BalasHapus