PERANG SALIB DAN INVASI MONGOL
D
I
S
U
S
U
N
Oleh:
1.
YUNI KARTIKA 1510300008
2.
NURMALIA 1510300004
Dosen Pengampu:
MAHMUDDIN SIREGAR
JURUSAN HUKUM TATA NEGARA
FAKULTAS SYARIAH DAN ILMU HUKUM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
PADANGSIDIMPUAN
T.A 2016/2017
KATA PENGANTAR
Puji
syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. Yang Maha Kuasa yang telah
melimpahkan karunia nikmat bagi umat-Nya. Atas Ridho-Nya lah penulis dapat
menyelesaikan makalah ini.
Dalam
makalah ini kami menjelaskan mengenai “Perang Salib dan Invasi Mongol” yang
telah kami susun secara sistematis dan materi yang di sajikan kami ambil dari
sumber-sumber terpercaya.
Makalah
ini tidak akan terwujud, jika tidak ada dorongan dan dukungan dari berbagai
pihak yang telah memberikan arahan serta bimbingannya sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.
Besar
harapan kami makalah ini dapat membantu meningkatkan profesi belajar mahasiswa
dan dapat bermanfaat bagi mahasiswa, khususnya dalam masalah disajikan
dalam makalah ini.
Penulis
menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan kepada semua pihak untuk memberikan kritik dan
saran yang membangun demi tercapainya makalah yang lebih baik di masa
mendatang. Terima kasih.
Padangsidimpuan, Desember
2016
Penulis
DAFTAR ISI
KATAR
PENGANTAR ................................................................. i
DAFTAR
ISI ................................................................................... ii
BAB
I PENDAHULUAN ............................................................... 1
A. Latar Belakang ...................................................................... 1
BAB
II PEMBAHASAN ................................................................ 2
A. Sejarah Perang Salib ............................................................. 2
B. Invasi
Mongol ........................................................................ 8
BAB
III PENUTUP ........................................................................ 11
A. Kesimpulan.............................................................................
11
DAFTAR PUSTAKA
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Sejak kekuasaan
Bani Abbasiyah didominasi oleh orang-orang Turki, Buwaihi dan Saljuk, Otoritas
kekuasaanya tidak mempunyai pengaruh politik sama sekali dan dapat dikatan
hanya sebagai boneka saja. Hal ini ditandai dengan melemahnya kepatuhan
dinasti-dinasti kecil yang berada dibawah taring kekuasannya. Perpecahan
dikalangan umat islam membuka jalan bagi rezim-rezim non-muslim seperti Mongol
dan pasukan dari Negara-negara Eropa untuk menguasai Negara Islam dan
peradabannya.
Perang salib
menyebabkan banyak kerugian dikalangan umat Islam terutama dalam aspek politik.
Imeprium Islam dihancurkan secara sistematik.
Belum lagi kedatangan orang-orang Mongol yang membawa malapetaka dan
bencana terhadap umat Islam melalui pembantaian, sistem perbudakan dan bebean
pajak yang tinggi. Bahkan Baghdad sebagai pusat kebudayaan dan peradaban islam
yang sangat kaya dengan khazanah ilmu pengetahuan takut pula dibumi hanguskan
oleh Hulagu Khan dan pasukannya.
Untuk mengetahui
sejauh mana proses dan dampak yang ditimbulkan dari serangan-serangan (invasi)
bangsa Mongol dan perang salib tersebut, maka ini faktor latar belakang kami
sebagai pemakalah dalam menyusun makalah ini. Dan kami akan mengurainya secara
jelas.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Sejarah Perang Salib
a. Timbulnya
Perang Salib
Perang
salib (The Crusader War) adalah
serangkaian perang agama selama hampir dua abad sebagai reaksi kristen eropa
terhadap Islam asia. Perang ini terjadi karena sejumlah kota dan tempat suci
Kristen diduduki Islam sejak 632, seperti di Suriah, Asia Kecil, Spanyol, dan
Sicilia. Militer Kristen menggunakan salib sebagai simbol yang menunjukkan
bahwa perang ini suci dan bertujuan membebaskan kota suci baitul maqdis
(Yerusalem) dari orang Islam.
Perang
salib awalnya disebabkan adanya persaingan pengaruh antara Islam dan Kristen.
Penguasa Islam AIP Arselan yang memimpin gerakan ekspansi yang kemudian dikenal
dengan “Peristiwa Manzikart”.[1]
Pada
tahun 464 H (1071 M), tentara ALP Arselan yang hanya berkekuatan 15.000
prajurit, dalam peristiwa ini berhasil mengalahkan tentara romawi yang berjumlah
200.000 orang, terdiri dari tentara Romawi, Ghuz, Al-Akraj, Al-Hajr, Prancis,
dan Armenia. Peristiwa besar ini menanamkan benih permusuhan dan kebencian
orang-orang Kristen terhadap umat islam, yang kemudian mencetuskan Perang
Salip. Kebencian itu bertambah setelah dinasti Seljuk dapat merebut Bait
Al-Maqdis pada tahun 471 H dari kekuasaan Dinasti Fathimiyah yang berkedudukan
di Mesir.[2]
Menurut
Phillip K. Hittin, Perang Salib adalah reaksi dunia Kristen di Eropa terhadap
dunia Islam di Asia. Dilihat dari sudut lain, maka faktor-faktor yang turut
menimbulkan perang salib ialah keinginan mengembara kemiliteran bangsa
Tentonia. Akan tetapi, yang merupakan penyebab langsung terjadinya perang salip
ialah permintaan kaisar Alexius Comnenus tahun 1095, kepada Paus Urbanus II.
Kaisar dari Bizantium ini meminta bantuan dari Romawi, karena daerah-daerahnya
yang tersebar sampai ke pesisir laut Marmura ditindas-binasakan oleh Bani
Saljuk. Bahkan, kota Konstantinopel pusat kekuasaan Romawi diancam direbut oleh
kaum muslimin.[3]
b. Sebab-sebab
Perang Salib
Ada
beberapa faktor yang memicu terjadinya perang salip. Adapun yang menjadi faktor
utama yang menyebabkan terjadinya perang salib, ada tiga hal, yaitu agama,
politik, dan sosial ekonomi.
a)
Faktor agama
Sejak dinasti Saljuk
merebut Baitul Maqdis dari tangan Dinasti Fathimiyah pada tahun 1070 M, pihak
Kristen merasa tidak bebas lagi menunaikan ibadah ke sana karena penguasa
Saljuk menetapkan sejumlah peraturan yang dianggap mempersulit mereka yang
hendak melaksanakan ibadah ke Baitul Maqdis. Umat Kristen merasa perlakuaan
apara penguasa Dinasti Saljuk sangat berbeda dari para penguasa islam lainnya
yang pernah berkuasa di kawasan itu sebelumnya.
b)
Faktor politik
Ketika itu
dinasti Saljuk di Asia Kecil sedang mengalami perpecahan, dan Dinasti
Fathimiyah di Mesir dalam keadaan lumpuh, sementara kekuasaan islam di Spanyol
semakin goyang. Situasi yang demikian, mendorong para penguasa Kristen di Eropa
untuk merebut satu persatu daerah kekuasaan islam, seperti dinasti kecil di Edessa
dan Baitul Maqdis.
c)
Faktor sosial ekonomi
Stratifikasi
sosial masyarakat eropa ketika itu terdiri dari tiga kelompok, yaitu kaum
gereja, kaum bangsawan, serta kesatria, dan rakyat jelata. Meskipun merupakan
mayoritas dalam masyarakat, kelompok yang terakhir ini menempati kelas yang
paling rendah. Kehidupan mereka sangat tertindas dan terhina. Oleh karena itu,
mereka di mobilisasi oleh pihak-pihak gereja untuk turut mengambil bagian dalam
perang salib dengan janji akan diberikan kebebasan dan kesejahteraan yang lebih
baik apabila perang dapat di menangkan. Mereka menyambut seruan itu secara
spontan dengan melibatkan diri dalam perang tersebut.[4]
c. Peradaban
Islam Pada Masa Perang Salib
Para
sejarawan berbeda pendapat dalam menetapkan periodisasi perang salib. Prof.
Ahmad Syalabi dalam At-Tarikh Al Islami wa Al-Hadharat Al-Islamiyyah misalnya,
membagi periodisasi perang salib itu terbagi atas tujuh periode.
Sedangkan
menurut Dr. Badri Yatim, M.A, bahwa perang salib dapat dibagi dalam 3 periode.
Menurut Phillip K. Hitti dalam The Arabs A Short History, pembagian perang
salib yang lebih tepat adalah sebagai berikut:
1. Periode
penaklukkan (1096-1144 M)
2. Periode
reaksi umat islam (1144-1192 M)
3. Periode
perang Saudara kecil-kecilan atau periode kehamcuran dalam pasukan salib
(1192-1291 M). disebut Perang Saudara kecil-kecilan atau periode ini mudah
dikenal disemangati ambisi politik untuk memperoleh kekuasaan dan sesuatu yang
bersifat materi daripada motivasi agama.[5]
a) Periode
pertama (1095-1147 M)
Pada
musim semi tahun 1095 M, 150.000 orang Eropa sebagian besar bangsa Perancis dan
Norman, berangkat menuju konstantinopel, kemudian ke palestina. Tentara salib
yang dipimpin oleh Gudfrey, Bohemond, dan Raymond, ini memperoleh kemenangan
besar. Pada tanggal 18 Juni 1097 mereka berhasil menaklukkan Nicea dan tahun
1098 M menguasai Raha (Edessa). Disini mereka mendirikan kerajaan Latin I
dengan Baldawin sebagai Raja. Pada tahun yang sama mereka dapat menguasai
Antiochea dan mendirikan kerajaan II di Timur. Bohemond dilantik sebagai
rajanya. Mereka juga berhasil menduduki Baitul Maqdis (15 Juli 1099 M) dan
mendirikan kerajaan Latin II dengan rajanya, Godfrey. Setelah penaklukkan
Baitul maqdis itu, tentara salib melanjutkan ekspansinya. Mereka menguasai kota
Akka (1104 M), Tripoli (1109 M) dan kota Tyre (1124 M). Di Tripoli mereka
mendirikan kerajaan Latin IV, rajanya adalah Raymond.[6]
b) Periode
kedua (1147-1179 M)
Pada
tahun 1147-1179 M dipimpin oleh raja Louis VII dari Perancis, Kaisar Krurad
dari jerman, dan putra Roger dari Sisilia. Menyambut kedatangan angkatan kedua
Salibiyah, muncullah pahlawan Nuruddin Zanki, Putra Imanuddin Zanki dan tentara
Salib II tidak dapat berbuat banyak, bahkan dimana-mana dapat dikalahkan.
Di
Mesir peperangan salib ini melahirkan pahlawan yang termansyur namanya ialah
Sultan Shalahuddin Al-Ayyubi. Dengan pimpinan Shalahuddin ini bahkan tentara
Islam dapat merebut kembali Baitul Maqdis, kota yang menjadi tujuan tentara
salib.[7]
c) Periode
ketiga
Tentara
Salib pada periode ketiga ini dipimpin oleh raja jerman, Frederick II. Kali ini
mereka berusaha merebut Mesir terlebih dahulu sebelum ke Palestina, dengan
harapan mendapat bantuan dari orang-orang Kristen Qibti.
Pada
tahun 1219 M, mereka berhasil menduduki Dimyat Raja mesir dari Dinasti
Ayyubiyah. Waktu itu, Al-Malik Al-Kamil, membuat perjanjian dengan Frederick.
Isinya antara lain, Frederick bersedia melepaskan dimyat, sementara Al-Malik
Al-Kamil melepaskan Palestina. Frederick menjamin keamanan kaum muslimin di
sana dan Frederick tidak mengirim bantuan kepada Kristen Syria. Dalam
perkembangan berikutnya, Palestina dapat direbut kembali oleh kaum muslimin
tahun 1247 M, di masa Pemerintahan Al-Malik Al-Shalih, penguasa Mesir
selanjutnya. Ketika mesir dikuasai oleh dinasti Mamalik yang menggantikan
posisi dinasti Ayyubiyah pimpinan perang dipegang oleh Baybars dan Qalwun. Pada
masa merekalah Akka dapat direbut kembali oleh kaum muslimin, tahun 1291 M.[8]
Demikianlah
perang salib yang terjadi di timur. Perang ini tidak hanya berhenti di barat,
di Spanyol, sampai akhirnya umat Islam terusir dari Spanyol Eropa. Akan tetapi,
meskipun demikian mereka tidak dapat menurunkan bendera Islam dari Palestina.[9]
d. Dampak
Perang Salib
a)
Di Eropa
Perang
Salib menimbulkan beberapa akibat penting dalam sejarah dunia. Perang Salib
membawa Eropa kedalam kontak langsung dengan dunia muslim dan terjadinya
hubungan antara timur dan barat. Kontak ini menimbulkan saling tukar pikiran
antara kedua belah pihak. Pengetahuan orang timur yang maju memberi daya dorong
besar bagi pertumbuhan intelektual Eropa Barat.
Keuntungan
Perang Salib bagi Eropa adalah menambah lapangan perdagangan, mempelajari
kesenian, dan penemuan penting,seperti kompas pelaut, kincir angin dan
sebagainya dari orang Islam. Mereka juga dapat mengetahui cara bertani yang
maju dan mempelajari kehidupan industri timur yang lebih berkembang. Ketika
kembali ke Eropa, mereka mendirikan sebuah pasar khusus untuk barang-barang
timur. Orang barat mulai mnyadari kebutuhan akan barang-barang timur, dan
karena kepentingan ini perdagangan antara timur dan barat menjadi lebih
berkembang.
b) Dunia
Islam
Secara
garis besar dapat disimpulkan bahwa Perang Salib dimenangakan oleh umat Islam,
akan tetapi dampak negatif yang ditimbulkan oleh perang salib sangat banyak,
termasuk dalam segi perekonomian, karena Perang Salib terjadi di daerah
kekuasaan Islam, meskipun umat Kristen juga tidak kalah merugi.
Meskipun
pihak Kristen Eropa menderita kekalahan dalam Perang Salib, namun mereka telah
mendapatkan hikmah yang tidak ternilai harganya karena mereka dapat berkenalan
dengan kebudayaan dan peradaban Islam yang sudah sedemikian majunya. Bahkan
kebudayaan dan peradaban yang mereka peroleh dari Timur-Islam menyebabkan
lahirnya renaisans di Barat.
Selain
Ekonomi, beberapa dampak negatif dan kerugian dunia Islam akibat Perang Salib
adalah sebagai berikut:[10]
-
Politik
Kekuatan politik umat Islam menjadi
lemah. Dalam kondisi demikian mereka bukan menjadi bersatu, tetapi malah
terpecah belah. Banyak dinasti kecil yang memerdekakan diri dari pemerintahan
pusat Abbasiyah di Baghdad
-
Militer
Dalam bidang militer, dunia Barat
menemukan persenjataan dan teknik berperang yang belum pernah mereka temui
sebelumnya di negerinya, seperti penggunaan bahan-bahan peledak untuk
melontarkan peluru, pertarungan senjata dengan menunggang kuda, teknik melatih
burung merpati untuk kepentingan informasi militer, dan penggunaan alat-alat
rebana dan gendang untuk memberi semangat kepada pasukan militer di medan
perang.
-
Perindustrian
Dalam bidang perindustrian, mereka
menemukan kain tenun dan peralatannya di dunia Islam, kemudian mereka bawa ke
negerinya, seperti kain muslin, satin, dan damas. Mereka juga menemukan
berbagai jenis parfum, kemenyan, dan getah Arab yang dapat mengharumkan
ruangan.
-
Pertanian
Sistem pertanian yang sama sekali
baru di dunia Barat mereka temukan di Timur-Islam, seperti model irigasi yang
praktis dan jenis tumbuh-tumbuhan dan buah-buahan yang beraneka macam, termasuk
penemuan gula.
-
Perniagaan
(rangkuman)Orang barat memakai
sistem perdagangan Islam yang menggunakan uang sebagai alat tukar dalam jual
beli. Karena sebelumnya mereka masih menggunakan sistem barter.
-
Ilmu pengetahuan dan kesehatan
Ilmu astronomi yang sudah
dikembangkan oleh umat Islam sejak abad ke-9 telah pula memepengaruhi lahirnya
berbagai observatorium di Barat. Selain itu bangsa barat juga meniru adanya
rumah sakit, sebagaimana sudah berkembang lama di dunia Islam.
B.
Invasi
Mongol
a. Sebab-Sebab
Invasi mongol
Serangan-serangan
yang dilakukan oleh Mongol memiliki latar belakang yang menjadi motivasi mereka
untuk melakukan penyerang tersebut. Maidir Harun dan Firdaus[11]
memaparkan bahwa ada beberapa hal yang menjadi motivasi bagi Mongol untuk
melakukan serangan, sebagai berikut:
1. Faktor
Politik
Pada
tahun 615 H. sekitar 400 orang pedagang bangsa Tartar dibunuh atas persetujuan
wali (gubernur) Utrar. Barang dagangan mereka dirampas dan dijual kepada
saudagar Bukhara dan Samarkand dengan tuduhan mata-mata Mongol. Tentu saja hal
ini menimbulkan kemarahan Jenghis Khan. Jenghis Khan mengirimkan pasukan kepada
Sultan Khawarizmi untuk meminta agar wali Utrar diserahkan sebagai ganti rugi
kepadanya. Utusan ini juga dibunuh oleh Khawarizmi Syah sehingga Jenghis Khan
dengan pasukannya melakukan penyerangan terhadap wilayah Khawarizmi.[12]
Sedangkan
menurut Muhammad Masyhur Amin, bahwa faktor politik yang menyebabkan bangsa
Mongol melakukan penyerangan ke wilayah Islam adalah pertama, karena Sultan
Alauddin Muhammad Khawarizmi Syah memasukkan daerah suku Qarahatun ke dalam
kekuasaannya pada tahun 1210 M., sehingga wilayahnya langsung berbatasan dengan
wilayah kerajaan Jenghis Khan. Kedua, pembataian pedagang Mongol disebabkan
karena tiga orang Islam saudagar besar bersama rombongan-nya dibunuh dan
dirampas barang dagangannya oleh orang-orang Mongol di Ibu Kota Qoraqarun. Oleh
sebab itu, amir Ghayun Khan diperintahkan oleh Sultan Alauddin agar membunuh
150 orang pedagang Mongol yang ada di Utrar.[13]
2.
Motif Ekonomi
Motif
ini diperkuat oleh ucapan Jenghis Khan sendiri, bahwa penaklukan-penaklukan
dilakukannya adalah semata-mata untuk memperbaiki nasib bangsanya, menambah
penduduk yang masih sedikit, membantu orang-orang miskin dan yang belum
berpakaian. Sementara di wilayah Islam rakyatnya makmur, sudah berperadaban
maju, tetapi kekuatan militernya sudah rapuh.
3.
Tabiat Orang Mongol yang Suka Mengembara
Tabiat
mereka yang suka mengembara, diundang ataupun tidak diundang mereka akan datang
juga menjarah dan merampas harta kekayaan penduduk dimana mereka berdiam.
Penyerangan-penyerangan yang dilakukan oleh Jenghis Khan dengan pasukan
perangnya yang terorganisir, berusaha memperluas wilayah kekuasaan dengan
melakukan penaklukan. Para ahli pertukangan mereka bawa dalam pasukan batalion
Zeni (yon-zipur) untuk membuat jembatan dan menjamin melancarkan transportasi
dalam penyerangan. Para tawanan perang dimanfaatkan secara paksa untuk
memanggul perlengkapan perang dan makanan. Strategi perang Jenghis Khan yang
tidak ketinggalan juga adalah membariskan penduduk sipil yang telah kalah di
depan tentara sebagai tameng untuk menggetarkan musuh. Di samping itu, Jenghis
Khan membawa penasehat yang terdiri dari para rahib dan tukang ramal.[14]
b. Dampak
Invasi Mongol terhadap Dunia Islam[15]
Ada dua dampak
positif dan negatif. Dampak negatifnya tentunya lebih banyak bila dibandingkan
dampak positifnya. Kehancuran jelas terjadi dimana-mana akibat serangan mongol
sejak wilayah timur hingga ke barat. Kehancuran kota-kota dengan bangunan yang
indah dan perpustakaan-perpustakaan yang
mengkoleksi banyak buku memperburuk situasi umat Islam. Pembunuhan terhadap
umat islam terjadi, bukan hanya pada masa Hulagu yang membunuh khalifah
Abbasiyah dan keluarganya, tetapi pembunuhan dilakukan oleh Argun, Khan keempat
pada dinasti II Khainiyah terhadap Takudar sebagai Khan ketiga yang dihukum
bunuh karena masuk Islam. Argun membunuh umat Islam dan mencopotnya dari
jabatan-jabatan penting negara.
Ada pula dampak
positif dengan berkuasanya Dinasti Mongol ini setelah para pemimpinnya memeluk
agama Islam. Antara lain disebabkan mereka berasimilasi dan bergaul dengan
masyarakat muslim dalam jangka waktu
yang panjang, seperti yang dilakukan oleh gazan Khan (1295-1304) yang
menjadikan Islam sebagai agama resmi kerajaanya, walaupun ia pada mulanya
beragama Budha. Rupanya , ia telah mempelajari ajaran agama-agama sebelum
menetapkan keislamannya, dan yang lebih mendorongnya masuk Islam ialah pengaruh
seorang mentrinya, Rasyidudin yang terpelajar dan ahli sejarah yang terkemuka
yang selalu berdialog dengannya, dan nawruz, seorang gubernurnya untuk beberapa
propinsi Siria.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari pembahasan
ini dapat disimpulkan bahwa perang salib bukanlah perang karena agama tetapi
perang perebutan kekuasaan daerah. Perang ini dinamakan perang salib karena
angkatan perang tentara Nasrani menggunakan tanda salib dan mendapat restu dari
Paulus di Roma. Perang salib memakan waktu yang sangat lama. Membawa pengaruh
besar pada semaraknya lalu lintas perdagangan asia dan eropa. Mereka banyak
mengetahui hal-hal baru seperti adanya tanaman rempah-rempah dan lain-lainnya.
Sesungguhnya
invasi Mongol terhadap Negara-negara Islam adalah tragedi besar yang tidak ada
tandingannya sebelum dan sesudahnya kendati sebelumnya didahului perang Salib,
apalagi melihat peristiwa hancurnya ibu kota dinasti Abbasiyah yaitu Bagdad.
Dari sini
penulis menyimpulkan beberapa faktor hancurnya wilayah-wilayah Islam yang
termasuk didalamnya adalah Bagdad, diantaranya adalah :
1. Terjadinya
perpecahan dan konflik internal kaum muslimin
2. Setiap
amir atau khalifah hanya perhatian kepada wilayahnya saja, tanpa
3. beban
ketika ada suatu wilayah Islam lainnya jatuh ke tangan musuh.
DAFTAR
PUSTAKA
Amin, Samsul Munir. 2010. Sejarah Peradaban Islam.
Jakarta: Amzah
Sunanto, Musyrifah. 2004. Sejarah Islam Klasik.
Jakarta: Prenada Media
Supriyadi, Dedi. 2008. Sejarah Peradaban Islam.
Bandung: Pustaka Setia
Yatim, Badri. 2008. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta:
Raja Grafindo Persada
Maidir Harun dan Firdaus, 2002. Sejarah Peradaban
Islam, Padang : IAIN-IB Press.
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, 2001. Ensiklopedi
Islam, Jakarta : PT. Ichtiar Baru.
Muhammad Masyhur Amin, 2004. Sejarah Peradaban
Islam, Bandung : Indonesia Spirit Foundation.
[1]
Drs. Samsul Munir Amin, M.A, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: Amzah,
2010) hal. 231
[2]
Dr. Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2008) hal. 77
[3]
Prof. Dr. H. Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik (Jakarta: Prenada
Media, 2004) hal. 182
[4]
Drs. Samsul Munir Amin, M.A, Sejarah Peradaban Islam, hal. 234-236
[5]
Ibid, hal. 137
[6]
Dr. Badri Yatim, Op. Cit, hal. 77
[7]
Prof. Dr. H. Musyrifah Sunanto, Op. Cit, hal. 184
[8]
Ibid, hal. 79
[9]
Ibid, 241
[10]
Dedi Supriyadi, M.A, Sejarah Peradaban Islam (Bandung: Pustaka Setia,
2008) Hal. 177-186
[11]
Maidir Harun dan Firdaus, Sejarah Peradaban Islam, (Padang : IAIN-IB
Press, 2002), Hal 107-108
[12]
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, (Jakarta : PT.
Ichtiar Baru, 2001), Hal 242
[13]
Muhammad Masyhur Amin, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung : Indonesia
Spirit Foundation, 2004), Hal 171
[14]
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, (Jakarta : PT.
Ichtiar Baru, 2001), Hal 242-243
[15]
Muhammad masyur Amin, op. Cit., hal
169
Tidak ada komentar:
Posting Komentar