PAJAK BUMI DAN
BANGUNAN
(PBB)
D
I
S
U
S
U
N
Oleh:
NAMA : NURLELA NAPITUPULU
NIM : 1440200120
Dosen Pengampu:
SARDIMAN
NASUTION, MM
JURUSAN EKONOMI
SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI
DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
PADANGSIDIMPUAN
T.A
2016/2017
KATA PENGANTAR
Puji
dan syukur mari kita panjatkan kehadirat ALLAH SWT yang telah memberikan rahmad
dan karunianya kepada penulis, sehingga penulis beserta bisa menyusun makalah
ini dengan judul ”pajak bumi dan bangunan”.
Sholawat dan salam kita hadiahkan ke arwah
Nabi besar Muhammad SAW, seorang pemimpin sejati, suri tauladan yang baik bagi
semua umat, yang telah membawa kita ke zaman modern yang penuh dengan ilmu
pengetahuan dan teknologi seperti sekarang ini.
Penulis
berharap makalah ini bisa bermanfaat serta memberikan sumbangan pengetahuan
bagi semua pihak yang tertarik dan ingin mengetahui tentang perpajakan yang ada
di Indonesia. Makalah ini juga diharapkan bisa menjadi penambah literatur
(daftar bacaan) khususnya bagi mahasiswa fakultas Ekonomi Islam yang mengambil
mata kuliah Perpajakan.
Namun
demikian, penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan,
untuk itu penulis mengharapkan kritik serta saran yang membangun dari semua
pihak demi penyempurnaan makalah ini.
Akhir
kata semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua, bersama ini penulis
mempersembahkan makalah dengan judul ” pajak bumi bangunan” kehadapan para
pembaca
Padangsidimpuan, Nopember 2016
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................ i
DAFTAR ISI............................................................................................... ii
BAB I
PENDAHULUAN.......................................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................................................ 1
BAB II
PEMBAHASAN............................................................................ 2
A. Sejarah Pajak Bumi dan Bangunan............................................. 2
B. Objek PBB...................................................................................... 3
C. Subjek Pajak ................................................................................. 4
D. Pendaftaran Dan
Pendataan Objek Pajak
................................. 5
BAB III PENUTUP.................................................................................... 11
A. Kesimpulan...................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 12
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Pajak merupakan salah satu sumber pembiayaan pembangunan
nasional dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat. Berkaitan dengan
hal tersebut pentingnya pengelolaan pajak tersebut menjadi prioritas bagi
pemerintah. Ada berbagai jenis pajak yang dikenakan kepada masyarakat, namun
dari beberapa diantaranya Pajak Bumi dan Bangunan merupakan jenis-jenis pajak
sangat potensil dan strategis sebagai sumber penghasilan Negara dalam rangka
membiayai penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan.
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Pajak Bumi dan Bangunan
merupakan salah satu faktor pemasukan bagi Negara yang cukup potensil dan
kontribusi terhadap pendapatan negara jika dibandingkan dengan sektor pajak
lainnya sangat besar. Strategisnya Pajak Bumi dan Bangunan tersebut tidak lain
karena objeknya meliputi seluruh bumi dan bangunan yang berada dalam wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).Penyediaan kebutuhan seperti jalan,
taman, sarana pelayanan umum lainnya memerlukan biaya yang dipungut dari warga
negara/ masyarakat yang memanfaatkan dalam bentuk pajak. Pajak mempunyai fungsi
antara lain untuk:1. Penerimaan negara dalam rangka membiayai pengeluaran yang
dilakukan oleh pemerintah2. Pemerataan pendapatan masyarakat;3. Stabilitas
ekonomi (misalnya pengendalian inflasi) dan pertumbuhan ekonomi.
Menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Pajak
Bumi dan Bangunan yang menjadi objek pajak bumi dan bangunan adalah bumi
dan/atau bangunan, sehingga hal ini tidak jauh berbeda dengan Ipeda. Yang
dimaksud dengan bumi adalah permukaan dan tubuh bumi yang ada di bawahnya.
Permukaan bumi meliputi tanah, perairan, pendalaman serta laut wilayah
Indonesia. Sedangkan yang dimaksud dengan bangunan adalah konstruksi teknik
yang ditanam atau diletakkan secara tetap pada tanah dan atau perairan-perairan.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Sejarah
Pajak Bumi dan Bangunan
Secara umum
latar belakang sejarah ke-PBB-an terbagi menjadi tiga bagian yaitu masa sebelum
penjajahan, masa penjajahan, dan masa kemerdekaan. Pada masa sebelum
penjajahan, pajak atas tanah telah dikenal sejak zaman kerajaan-kerajaan Hindu
berkuasa di Nusantara dengan nama drwyahaji. Salah satu kerajaan besar di masa
lalu, Mataram, dalam sejarah disebutkan telah menerapkan tanah pertanian
sebagai objek pajak. Saat itu pajaknya dipungut berdasarkan luas tanah. Selain
di Jawa, di kerajaan Aceh dikenal pula pungutan atas tanah ladang yang dikenal
dengan istilah wase tanah disamping pungutan-pungutan lainnya.
Pada masa
penjajahan, dikenal adanya jenis pajak bumi yang disebut Land Rent. Jenis pajak
ini diperkenalkan oleh Sir Stanford Rafles, seorang Gubernur Jenderal Inggris
di Indonesia pada tahun 1811 sampai dengan tahun 1816. Land Rent dikenakan
terhadap semua jenis tanah produktif dan wajib pajaknya adalah desa (kepala
desa) bukan perseorangan, karena para kepala desa dianggap sebagai penyewa yang
harus membayar sewa tanah. Besarnya tarif Land Rent bervariasi antara 20%
hingga 50% dari hasil produksi pertanian tergantung pada jenis produksinya.
Pada masa penjajahan Belanda (1816) pemungutan Land Rent tetap dipertahankan
dengan mengganti namanya menjadi Landrente dan besarnya tarif juga diubah
menjadi 20% dari produksi pertanian. Selanjutnya pada masa pemerintahan Jepang
di Indonesia (1942-1945), nama Land Rent atau Landrente diubah menjadi Land
Tax. Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945, nama Land Tax
atau pajak tanah disebut dengan Pajak Bumi dan pada tahun 1951 sampai dengan
1959 nama jawatan pengelola Pajak Bumi tersebut adalah Jawatan Pendaftaran
Tanah Milik Indonesia (PTMI) yang mempunyai tugas mendaftar dan mengeluarkan
surat pendaftaran sementara bagi tanahtanah milik yang terdaftar.[1]
Dengan
berlakunya Undang-undang Nomor 11 Prp Tahun 1959 tentang Pajak Hasil Bumi,
terhadap tanah yang tunduk kepada hukum adat dipungut pajak yang dikenal
sebagai Iuran Pembangunan Daerah (Ipeda). Selain Ipeda, pada masa itu dipungut
pula 6 (enam) pajak kekayaan dan pungutan lain atas tanah dan bangunan yang
menimbulkan tumpan tindih antara satu pajak dengan pajak lainnya dan menyebabkan
adanya beban pajak berganda bagi masyarakat. Dengan adanya reformasi perpajakan
pertama yang dimulai pada tahun 1983, antara lain dengan penyederhanaan jumlah
dan jenis pajak atas tanah dan bangunan melalui pengundangan Undang-undang
Nomor 12 Tahun 1985, maka 7 (tujuh) jenis pajak kebendaan dan kekayaan atas
tanah dan bangunan disederhanakan mejadi PBB.
B.
Objek
PBB
Objek PBB
adalah “Bumi dan atau Bangunan”:[2]
- Bumi: Permukaan bumi (tanah dan perairan) dan tubuh bumi yang ada di pedalaman serta laut wilayah Indonesia. Contoh: sawah, ladang, kebun, tanah, pekarangan, tambang.
- Bangunan: Konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan atau perairan. Contoh: rumah tempat tinggal, bangunan tempat usaha, gedung bertingkat, pusat perbelanjaan, emplasemen, pagar mewah, dermaga, taman mewah, fasilitas lain yang memberi manfaat, jalan tol, kolam renang, anjungan minyak lepas pantai.
Objek pajak yang tidak dikenakan PBB adalah objek yang :[3]
- Digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum dibidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional yang tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan, seperti mesjid, gereja, rumah sakit pemerintah, sekolah, panti asuhan, candi.
- Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala atau yang sejenis dengan itu.
- Merupakan hutan lindung, suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah negara yang belum dibebani suatu hak.
- Digunakan oleh perwakilan diplomatik berdasarkan asas perlakuan timbal balik.
- Digunakan oleh badan dan perwakilan organisasi internasional yang ditentukan oleh Menteri Keuangan.
C.
Subjek Pajak
( Pasal 4 UU No. 12 Tahun 1985 danUU No.12
Tahun 1994 ) Subjek Pajak adalah orang pribadi
atau badan yang secara nyata:[4]
- mempunyai suatu hak atas bumi, dan atau;
- memperoleh manfaat atas bumi, dan atau;
- memiliki bangunan, dan atau;
- menguasai bangunan, dan atau;
- memperoleh manfaat atas bangunan
Wajib Pajak adalah Subjek Pajak
yang dikenakan kewajiban membayar pajak. Dalam pasal 2 UU Nomor 10 Tahun 1994 disebutkan secara
jelas tentang Subyek Pajak:
Subjek Pajak
terdiri dari Subjek Pajak dalam negeri dan Subjek Pajak luar negeri.
a.
Subjek Pajak dalam negeri adalah:[5]
·
orang pribadi
yang bertempat tinggal di Indonesia;
·
orang pribadi
yang berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan;
·
orang pribadi
yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk
bertempat tinggal di Indonesia;
·
warisan yang
belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak;
·
badan yang
didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia.
b.
Subjek Pajak luar negeri adalah:[6]
·
orang pribadi
yang tidak bertempat tinggal di Indonesia;
·
orang pribadi
yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan;
·
badan yang
tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang menjalankan
usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia;
·
orang pribadi
yang tidak bertempat tinggal di Indonesia;
·
orang pribadi
yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan;
·
badan yang
tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia,yang yang dapat
menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan
usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
D.
Pendaftaran Dan Pendataan Objek Pajak
a. Pendaftaran Objek dan Subjek PBB
Orang atau Badan yang menjadi
Subjek PBB harus mendaftarkan Objek Pajaknya ke Kantor Pelayanan PBB atau
Kantor Penyuluhan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi letak objek tersebut,
dengan menggunakan formulir Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) yang
tersedia gratis di Kantor Pelayanan PBB/Kantor Penyuluhan Pajak setempat.
Pendaftaran objek PBB dilakukan
oleh subjek pajak dengan cara mengambil dan mengisi formulir SPOP secara jelas,
benar dan lengkap serta ditandatangani dan dikembalikan ke Kantor Pelayanan
Pajak yang bersangkutan atau tempat yang ditunjuk untuk pengambilan dan
pengembalian SPOP dengan dilampiri bukti-bukti pendukung seperti :[7]
-
sketsa/denah
objek pajak;
-
fotokopi KTP
dan NPWP;
-
fotokopi
sertifikat tanah;
-
fotokopi akta
jual beli;
-
atau bukti
pendukung lainnya.
Formulir SPOP disediakan dan
dapat diambil gratis di Kantor Pelayanan Pajak atau tempat lain yang ditunjuk
atau melalui teknologi internet dengan mencetak langsung.
b. Cara
Mendaftarkan Objek PBB[8]
1) Orang atau
Badan yang menjadi Subjek PBB harus mendaftarkan Objek Pajaknya ke Kantor
Pelayanan PBB atau Kantor Penyuluhan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi letak
objek tersebut, dengan menggunakan formulir Surat Pemberitahuan Objek Pajak
(SPOP) yang tersedia gratis di Kantor Pelayanan PBB/Kantor Penyuluhan Pajak
setempat.
2) Mendaftarkan
objek tanah dan atau bangunan dengan mengisi Surat Pemberitahuan Objek Pajak
(SPOP).3. Mengisi SPOP dengan benar dan jelas sesuai dengan sesuai kondisi
objek pajak seperti luas tanah maupun luas bangunan serta komponen utama dan
pendukung bangunan serta fasilitas lainnya.4. Menyerahkan SPOP ke KPBB (Kantor
Pajak Bumi dan Bangunan) / KPP Pratama tempat di mana objek pajak berada.
c. Pendataan Objek dan Subjek PBB
Pendataan dilaksanakan oleh Kantor Pelayanan Pajak dengan menggunakan
formulir SPOP dan dilakukan sekurangkurangnya untuk satu wilayah administrasi
desa/kelurahan.
Pendataan dapat dilakukan dengan cara:[9]
1) Penyampaian dan pemantauan pengembalian SPOP
Dapat
dilaksanakan pada daerah/wilayah yang pada umumnya belum/tidak mempunyai peta,
daerah terpencil atau potensi PBB relatif kecil.
2) Identifikasi Objek Pajak
Dapat dilaksanakan pada
daerah/wilayah yang sudah mempunyai peta garis/ peta foto yang dapat menentukan
posisi relatif OP tetapi tidak mempunyai data administrasi PBB tiga tahun
terakhir secara lengkap.
3) Verifikasi Objek Pajak
Dapat dilaksanakan pada daerah/wilayah
yang sudah mempunyai peta garis/peta foto yang dapat menentukan posisi relatif
OP dan mempunyai data administrasi PBB tiga tahun terakhir secara lengkap.
4) Pengukuran Bidang Objek Pajak
Dapat dilaksanakan pada
daerah/wilayah yang hanya mempunyai sket peta desa/kelurahan dan atau peta
garis/peta foto tetapi belum dapat digunakan untuk menentukan posisi relatif
OP.
5) Cara Menghitung PBB
-
Tarif PBB
( Pasal 5 UU No. 12 Tahun 1985 jo. UU No.12 Tahun 1994 )
Tarif pajak yang dikenakan atas
objek pajak adalah sebesar 0,5 % (lima persepuluh persen).
-
NJOP
Sebelum menghitung besarnya pajak bumi dan bangunan kita
harus tahu dulu dasar pengenaan PBB. Dasar pengenaan PBB adalah Nilai Jual
Objek Pajak(NJOP). NJOP ditetapkan per wilayah berdasarkan Kepusan Menteri Keuangan.
Walaupun sebenarnya yang menetapkannya adalah walikota atau bupati.
Hal – hal yang diperhatikan dalam penetapan NJOP adalah:[10]
1. harga rata –
rata yang diperbolehkan dari transaksi jual – beli yang terjadi secara wajar.
2. perbandingan
harga dengan objek lain yang sejenis yang letaknya berdekatan dan fungsinya
sama dan telah diletahui nilai jualnya.
3. nilai perolehan
baru
4. penentuan NJOP
pengganti.
-
NJKP
Selain
NJOP dalam perhitungan PBB juga perlu diketahui Nilai Jual Objek Pajak Tidak
Kena Pajak(NJOPTKP). NJOPTKP adalah batas NJOP atas bumi dan atau bangunan yang
tidak kena pajak. Fungsinya seperti pada PTKP(Penghasilan Tidak Kena Pajak)
pada perhitungan pajak orang pribadi. Besar dari NJOPTKP berbeda tiap daerah
kabupaten/kota, paling tinggi adalah Rp 12.000.000,- .
Hal – hal
yang diperhatikan dalam penetapan NJOPTKP adalah:
a) Setiap wajib pajak memperolah
pengurangan NJOPTKP sebanyak satu kali dalam satu Tahun Pajak
b) Apabila WP mempunyai beberapa objek
pajak maka mendapatkan pengurangan NJOPTKP hanya satu Objek Pajak yang nilainya
terbesar dan tidak bias digabungkan dengan Objek Pajak lainnya
Setelah
tahu besar NJOP dan NJOPTKP maka kita tahu besar dari besar pengenaan PBB yaitu
NJOP dikurangi dengan NJOPTKP yang hasilnya disebut dengan NJKP(Nilai Jual Kena
Pajak).
Persentase
NJKP adalah sebagai berikut:
1. Objek Pajak Perkebunan adalah 40%
2. Objek Pajak Kehutanan adalah 40%
3. Objek Pajak Pertambangan adalah 40%
4. Objek Pajak lainnya (pedesaan dan
perkotaan) adalah
5. Apabila NJOP ≥ Rp 1.000.000.000,- adalah
40%
6. Apabila NJOP ≤ Rp 1.000.000.000,- adalah
20%
Rumus
menghitung PBB
Rumus
penghitungan PBB = Tarif x NJKP
Jika NJKP = 40% x (NJOP - NJOPTKP) maka
besarnya PBB
= 0,5% x 40% x (NJOP-NJOPTKP)
= 0,2% x (NJOP-NJOPTKP)
Jika NJKP = 20% x (NJOP - NJOPTKP) maka
besarnya PBB
= 0,5% x 20% x (NJOP-NJOPTKP)
= 0,1% x (NJOP-NJOPTKP)
Tahun
Pajak, Saat Dan Tempat Yang Menentukan Pajak Terutang
a) Tahun Pajak dalam PBB adalah jangka
waktu satu tahun takwim (kalender) yang dimulai dari 1 Januari sampai dengan 31
Desember
b) Saat yang menentukan pajak yang
terutang adalah menurut keadaan objek
pajak pada tanggal 1 Januari
c) Perubahan objek pajak setelah
tanggal 1 Januari, baik penambahan ataupun pengurangan tidak mempengaruhi
besarnya pajak yang terutang untuk tahun yang bersangkutan
d) Tempat pajak terutang
-
Untuk
Daerah Jakarta, di wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta
-
Untuk
Kotamadya Batam, di wilayah Propinsi tingkat I Riau
-
Untuk
daerah lainnya, di wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II atau Kotamadya
Daerah Tingkat II
Contoh
Objek
pajak pada tanggal 1 Januari 2002 adalah berupa tanah dan bangunan. Pada
tanggal 7 Januari 2002 bangunannya terbakar, maka pajak yang terutang tetap
berdasarkan keadaan objek pajak pada tanggal 1 Januari 2002, yaitu keadaan sebelum
bangunan tersebut terbakar.
Objek
pajak pada tanggal 1 januari 2003 adalah berupa sebidang tanah. Pada tanggal 10
April 2003 telah didirikan bangunan. Pajak terutang untuk tahun 2003 tetap
dikenakan berdasarkan keadaan pada tanggal 1 Januari 2003.
Tarif Dan
Dasar Perhitungan Pbb
1.
Dasar
Pengenaan pajak adalah NJOP
2.
Tarif
PBB adalah 0,5%
3.
Pajak
Bumi dan Bangunan terutang = tarif PBB
x NJKP
4.
NJKP
= %NJKP x NJOP Untuk Perhitungan Pajak
5.
NJOP
untuk perhitungan pajak =NJOP - NJOP Tidak Kena Pajak
Perhitungan
Pbb Terutang
NJOP
Rp xxxxxxxx
NJOP Tidak Kena Pajak/NJOPTKP Rp xxxxxxxx -
NJOP Untuk Perhitungan Pajak = Rp
xxxxxxxx
NJKP =
(% NJKP x NJOP untuk perhitungan pajak)
Rp xxxxxxxx
PBB terutang = 0,5% x NJKP Rp xxxxxxxx
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Pajak Bumi dan Bangunan merupakan
salah satu faktor pemasukan bagi Negara yang cukup potensil dan kontribusi
terhadap pendapatan negara jika dibandingkan dengan sektor pajak lainnya sangat
besar. Menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Pajak Bumi dan
Bangunan yang menjadi objek pajak bumi dan bangunan adalah bumi dan/atau
bangunan, sehingga hal ini tidak jauh berbeda dengan Ipeda.
Secara umum latar belakang sejarah ke-PBB-an terbagi menjadi
tiga bagian yaitu masa sebelum penjajahan, masa penjajahan, dan masa
kemerdekaan. Objek PBB adalah Bumi dan atau Bangunan. Subjek Pajak adalah orang
pribadi atau badan yang secara nyata. Wajib Pajak adalah Subjek Pajak yang
dikenakan kewajiban membayar pajak. Orang atau Badan yang menjadi Subjek PBB
harus mendaftarkan Objek Pajaknya ke Kantor Pelayanan PBB atau Kantor
Penyuluhan Pajak. Pendataan dilaksanakan oleh Kantor Pelayanan Pajak dengan
menggunakan formulir SPOP dan dilakukan sekurangkurangnya untuk satu wilayah
administrasi desa/kelurahan. Cara Menghitung PBB terdiri dari mencari NJOP dan
NJKP.
DAFTAR
PUSTAKA
Tanjung Mirna
Dra.Ms.2003. Buku Ajar Perpajakan. UNP , Padang
Moh.Zain dan Kustandi Arinti, 1990, Pembaharuan Perpajakan Nasional, citra
Aditya Bakti. Bandung.
Santoso Broto Diharjo, 1991, Pengantar Ilmu Hukum Pajak, Edisi Revisi, Erosco. Bandung.
Mardiasmo.1995. Perpajakan.Yogyakarta
: ANDI Yogyakarta
[1]
Mardiasmo. Perpajakan.(Yogyakarta :
ANDI Yogyakarta, 1995), hal. 87
[3]
Ibid., hal. 201
[4]
Mardiasm, Op. Cit., hal. 34
[5]
Moh.Zain dan Kustandi Arinti, Pembaharuan
perpajakan nasional, (citra Aditya Bakti. Bandung, 1990), hal. 98
[6]
Ibid., hal. 96
[7]
Ibid., hal. 99
[8]
Dra.Mirna Tanjung Ms, Op. Cit., hal. 206
[9]
Dra.Mirna Tanjung Ms, Op. Cit., hal. 206
[10]
Broto Diharjo Santoso, Pengantar Ilmu
Hukum Pajak, Edisi Revisi, (Erosco. Bandung, 1991), hal. 76
Tidak ada komentar:
Posting Komentar