PAJAK BARANG MEWAH
D
I
S
U
S
U
N
Oleh:
NAMA : FITRIA FEBRINA HARAHAP
NIM :
Dosen Pengampu:
SARDIMAN
NASUTION, MM
JURUSAN EKONOMI
SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI
DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
PADANGSIDIMPUAN
T.A
2016/2017
KATA PENGANTAR
Segala
puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan limpahan rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan Tugas makalah kami dengan tepat waktu. Berikut
ini penulis mempersembahkan makalah dengan judul “Pajak Atas Barang Mewah”, yang semoga dapat memberikan
manfaat yang besar bagi kita untuk menambah
ilmu khususnya dalam bidang sistem informasi manajemen.
Melalui kata pengantar ini penulis ingin meminta maaf apabila terdapat kekurangan dalam isi makalah maupun dari segi penulisan. Dengan ini saya mempersembahkan makalah ini dengan
penuh rasa terima kasih dan semoga Allah SWT
memberkahi makalah ini sehingga dapat memberikan manfaat. Amiin.
.
Padangsidimpuan, Desember 2016
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................ ........... i
DAFTAR ISI............................................................................................................ ........... ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................ ........... 1
A.
Latar Belakang .......................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN ......................................................................................... ........... 2
A.
Dasar hukum
dan pengertian PPnBM......................................................... ........... 2
B.
Latar Belakang Pemungutan PPnBM.......................................................... ........... 4
C.
Tarif PPnBM dan dasar pengenaan PPnBM........................................................... 5
D.
Perhitungan PPnBM................................................................................................ 8
BAB III PENUTUP ............................................................................................................. 11
A.
Kesimpulan ............................................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Pajak merupakan
kewajiban warga negara yang menunjukan peran serta dari seluruh masyarakat
dalam pembiayaan pemerintah untuk menjalankan pemerintahan dan pembangunan.
Pajak telah terbukti menjadi sumber utama dalam APBN Indonesia yang dapat
digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembiayaan pengeluaran
negara yang bersumber dari pajak menunjukan adanya kemandirian bangsa untuk
mencapai cita-cita luhur dalam Undang-Undang Dasar 1945.
Pajak pada
dasarnya merupakan peralihan sebagian kekayaan dari masyarakat kepada negara
yang dimungkinkan oleh Undang-Undang Pajak. Peralihan kekayaan tersebut membuat
pajak dipandang dari dua sisi yang berbeda. Bagi masyarakat seringkali pajak
dinggap sebagai beban. Di sisi lain bagi pemerintah dan fiskus pajak harus
dipungut karena terbukti pajak memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap
penerimaan pajak, baik dengan usaha intensifikasi maupun ekstensifikasi pajak.
Jenis pajak yang
seringkali kita temui dikehidupan sehari-hari adalah PPN (Pajak Pertambahan
Nilai) dan PPnBM (Pajak Penjualan atas Barang Mewah). Kedua jenis pajak ini
sangat memberikan kontribusi yang sangat berarti bagi pembangunan negara ini,
karena pajak tersebut yang sering atau acapkali kita bayarkan baik secara
langsung maupun tidak langsung dikehidupan sehari-hari.
Sebagai warga
negara kita tidak hanya sekadar mengetahui secara sepintas tentang PPN dan
PPnBm, tetapi juga harus mendalami bagaimana sebenarnya kedua jenis pajak ini
serta seluk beluk yang menyangkut hal tersebut. Dengan kata lain agar tidak
naïf dalam hal-hal yang menyangkut kewajiban kita sebagai warga negara.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Dasar hukum dan pengertian PPnBM
Berdasarkan
undang-undang yang berlaku di Indonesia, Pajak Penjualan Atas Barang Mewah
(PPnBM) merupakan pajak yang dikenakan pada barang yang tergolong mewah yang
dilakukan oleh produsen (pengusaha) untuk menghasilkan atau mengimpor barang
tersebut dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya.
Dasar hukum
pengenaan Pajak Penjualan atas Barang Mewah adalah Undang-undang Nomor 18 Tahun
2000 tentang Perubahan Kedua atas Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang
Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.[1]
Terhadap
penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) disamping dikenakan Pajak Pertambahan Nilai
sebagaimana telah disebut dalam Pasal 4 Undang-undang PPN dan PPnBM dikenakan
juga Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).
Pajak
pertambahan nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas :[2]
1) Penyerahan
Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha.
2) Impor
Barang Kena Pajak.
3) Penyerahan
Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha.
4) Pemanfaatan
Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah
Pabean.
5) Pemanfaatan
Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean.
6) Ekspor
Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak.
Pelaporan Usaha
Untuk Dikukuhkan Sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) Pengusaha yang melakukan :[3]
-
Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan
atau penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) di dalam daerah Pabean; atau
-
Melakukan ekspor Barang Kena Pajak,
-
Pengusaha Kecil yang memilih dikukuhkan
sebagai Pengusaha Kena Pajak, wajib melaporkan usahanya pada Kantor Pelayanan
Pajak setempat untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP), dan wajib
memungut, menyetor dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) yang terutang.
a. Pengusaha
Kena Pajak (PKP)
Pengusaha Kena
Pajak (PKP) adalah Pengusaha yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya
melakukan penyerahan BKP dan atau penyerahan JKP dan atau ekspor BKP yang
dikenakan pajak berdasarkan Undang- Undang Pajak Pertambahan Nilai yang wajib
melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP, tidak termasuk Pengusaha Kecil,
yang batasannya ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan, kecuali Pengusaha
Kecil memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP.
b. Pengusaha
Kecil
Pengusaha Kecil
dibebaskan dari kewajiban mengenakan/memungut PPN atas penyerahan Barang Kena
Pajak (BKP) dan atau Jasa Kena Pajak (JKP) sehingga tidak perlu melaporkan
usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, kecuali apabila
Pengusaha Kecil memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, maka
Undang-undang PPN berlaku sepenuhnya bagi Pengusaha Kecil tersebut.Pengusaha
Kecil adalah Pengusaha yang selama satu tahun buku melakukan penyerahan BKP dan
atau JKP dengan jumlah peredaran bruto dan atau penerimaan bruto tidak lebih
dari Rp. 600.000.000,00 (Enam ratus juta rupiah).
B.
Latar
Belakang Pemungutan PPnBM
a. Latar
Belakang Pemungutan PPnBM[4]
1.
PPN berdampak regresif, yaitu semakin
tinggi kemampuan konsumen, semakin ringan beban pajak yang dipikul. Untuk
mengurangi regresivitas ini, terhadap konsumen yang mengkonsumsi BKP yang
tergolong mewah dikenakan beban pajak tambahan yaitu PPnBM.
2.
Konsumsi BKP yang tergolong mewah
bersifat kontraproduktif. Hal ini merupakan upaya untuk mengurangi pola
konsumsi tinggi yang tidak produktif dalam masyarakat.
3.
Produsen kecil dan tradisional
menghadapi saingan berat dari komoditi impor. Dengan motivasi ini, pengenaan
PPnBM dimaksudkan untuk melindungi produsen kecil dan tradisional atau untuk
tujuan proteksi
4.
Tuntutan peningkatan penerimaan negara
dari tahun ke tahun.
b. Karakteristik
PPnBM
1) PPn
BM merupakan pungutan tambahan di samping PPN.
2) PPn
BM hanya dikenakan satu kali (yaitu ; pada saat impor atau pada saat penyerahan
BKPMewah oleh Pengusaha Kena Pajak Pabrikan).
3) PPn
BM tidak dapat dikreditkan, sehingga diperlakukan sebagai biaya.
4) Dalam
hal BKP Mewah diekspor, PPn BM yang dibayar pada saat perolehannya dapatdiminta
kembali/direstitusi.
c. Termasuk
Barang Mewah[5]
Pajak penjualan
atas barang mewah dikenakan dengan pertimbangan :
1) Perlu
adanya keseimbangan pembebanan pajak antara konsumen yang berpenghasilan rendah
dengan konsumen yang berpenghasilan tinggi
2) Perlu
adanya pengendalian pola konsumsi atas BKB yang tergolong mewah
3) Perlu
adanya perlindungan terhadap konsumen kecil tradisional
4) Perlu
untuk mengamankan penerimaan Negara
d. Batasan
Suatu barang termasuk BKB Yang tergolong mewah adalah:
1)
Bahwa barang tersebut bukan merupakan
barang kebutuhan pokok
2)
Barang tersebut dimkonsumsi oleh
masyarakat tertentu
3)
Pada umumnya barang tersebut dikonsumsi
oleh masyarakat tertentu
4)
Barang tersebut dikonsumsi oleh
masyarakat berpenghasilan tinggi
5)
Barang tersebut dikonsumsikan untuk
menunjukkan status
e. PPnBM
dikenakan atas:[6]
1) Penyerahan
BKB yang tergolong mewah yang dilakukan oleh pengusaha yang menghasilkan BKB
yang tergolong mewah tersebut di dalam daerah dalam kegiatan usaha atau
pekerjaannya
2) Impor
BKB yang tergolong mewah oleh siapapun
Prinsip Pemungutan Pajak Penjualan
atas Barang Mewah ialah hanya 1 (satu) kali saja, yaitu pada saat:
-
Penyerahan oleh pabrikan atau produsen
Barang Kena Pajak yang tergolong mewah
-
Impor Barang Kena Pajak yang tergolong mewah
Pemungutan PPnBM sama sekali tidak
memperhatikan siapa yang mengimpor maupun seberapa sering produsen atau
pengusaha melakukan impor tersebut (lebih dari sekali atau hanya sekali saja).
C.
Tarif
PPnBM dan dasar pengenaan PPnBM
Menurut Pasal 8
Undang-Undang No. 42 Tahun 2009, tarif pajak penjualan atas barang mewah
ditetapkan paling rendah 10% (sepuluh persen) dan paling tinggi sebesar 200%
(dua ratus persen). Jika pengusaha melakukan ekspor Barang Kena Pajak yang
tergolong mewah maka akan dikenai pajak dengan tarif sebesar 0% (nol persen).
a. Dasar
Pengenaan Pajak (DPP)
Dasar
Pengenaan Pajak adalah dasar yang dipakai untuk menghitung pajak yang terutang,
berupa: Jumlah Harga Jual, Penggantian, Nilai Impor, Nilai Ekspor, atau Nilai
Lain yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.[7]
1. Harga
Jual adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau
seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak (BKP),
tidak termasuk PPN yang dipungut menurut Undang- Undang PPN dan potongan harga
yang dicantumkan dalam Faktur Pajak.
2. Penggantian
adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya
diminta oleh pemberi jasa karena penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP), tidak
termasuk PPN yang dipungut menurut UndangUndang PPN dan potongan harga yang
dicantumkan dalam Faktur Pajak.
3. Nilai
Impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan Bea Masuk
ditambah pungutan lainnya yang dikenakan pajak berdasarkan ketentuan dalam
peraturan perundang-undangan Pabean untuk Impor BKP, tidak termasuk PPN yang
dipungut menurut Undang-undang PPN.
4. Nilai
Ekspor adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau
seharusnya diminta oleh eksportir.
5. Nilai
lain adalah suatu jumlah yang ditetapkan sebagai Dasar Pengenaan Pajak dengan
Keputusan Menteri Keuangan. Nilai lain yang ditetapkan sebagai Dasar Pengenaan
Pajak adalah sebagai berikut:
-
Pemakaian sendiri BKP dan atau JKP
adalah Harga Jual atau Penggantian setelah dikurangi laba kotor.
-
Pemberian cuma-cuma BKP dan atau JKP adalah
Harga Jual atau Penggantian setelah dikurangi laba kotor.
-
Penyerahan media rekaman suara atau
gambar adalah perkiraan Harga Jual rata-rata.
-
Penyerahan film cerita adalah perkiraan
hasil rata-rata per judul film.
-
Persedian BKP yang masih tersisa pada saat
pembubaran perusahaan, adalah harga pasar yang wajar.
-
Aktiva yang menurut tujuan semula tidak
untuk diperjualbelikan atau yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan,
sepanjang PPN atas perolehan aktiva tersebut menurut ketentuan dapat dikreditkan,
adalah harga pasar wajar.
-
Kendaraan bermotor bekas adalah 10% dari
Harga Jual.
-
Penyerahan jasa biro perjalanan atau
jasa biro pariwisata adalah 10% (sepuluh persen) dari jumlah tagihan atau
jumlah yang seharusnya ditagih.
-
Jasa pengiriman paket adalah adalah 10%
(sepuluh persen) dari jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih.
-
Jasa anjak piutang adalah 5% dari jumlah
seluruh imbalan yang diterima berupa service charge, provisi, dan diskon.
-
Penyerahan BKP dan atau JKP dari Pusat
ke Cabang atau sebaliknya dan penyerahan BKP dan atau JKP antar cabang adalah
Harga Jual atau Penggantian setelah dikurangi laba kotor.
-
Penyerahan BKP kepada pedagang perantara
atau melalui juru lelang adalah harga lelang.
-
Cara menghitung PPN dan PPNBM pada
prinsipnya adalah sebagai berikut
PPN yang terutang = tarif x DPP
-
PPN yang terutang merupakan Pajak
Keluaran (PK) yang dipungut oleh PKP penjual dan merupakan Pajak Masukan bagi
PKP pembeli.
D.
Perhitungan
PPnBM
Pajak Penjualan
atas Barang Mewah (PPnBM) dihitung dengan cara mengalikan persentase tarif
PpnBM dengan nilai Dasar Pengenaan Pajak (harga barang sebelum dikenakan pajak,
termasuk PPN). Sedangkan, untuk membuat laporan PpnBM harus menggunakan
formulir SPT Masa PPN 1111. Selama masih berada dalam satu periode pajak yang
sama, Pajak Penjualan atas Barang Mewah
tersebut dapat dilaporkan bersama dengan PPN dan PPN Impor.[8]
Pelaporan PpnBM harus segera dilakukan paling lama pada akhir bulan berikutnya
setelah tanggal faktur dibuat.
Cara menghitung
Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang terutang adalah dengan mengalikan Tarif
Pajak Penjualan Atas Barang Mewah dengan Dasar Pengenaan Pajak (DPP). Untuk itu
perlu diperhatikan DPP-nya apakah harga jual, nilai impor, nilai pengganti,
nilai ekspor, atau nilai lain yang ditetapkan Menteri Keuangan.
Rumus yang
digunakan :
PPnBM Terutang = Tarif PPnBM x
Dasar Pengenaan Pajak
Contoh :
Harga mobil termasuk Pajak
Pertambahan Nilai (10%) dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (30%) sebesar Rp
140.000.000,00
Pajak Penjualan Atas Barang Mewah
dihitung :
x harga atau pembayaran atas penyerahan BKP
t = besaran tarif PPnBM
x Rp 140.000.000,00 = Rp 30.000.000,00
Contoh lainnya apabila harga jual
mobil (DPP) Rp 280.000.000,00
PPnBM terutang (tarif 30%) = 30% x Rp 280.000.000,00
=
Rp 84.000.000,00
PPnBM Bukan Kredit Pajak
Pajak Penjualan Atas Barang Mewah
yang sudah dibayar pada waktu perolehan atau impor Barang Kena Pajak yang
Tergolong Mewah, tidak dapat dekreditkan dengan Pajak Pertambahan Nilai maupun
Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang dipungut berdasarkan undang-undang PPN
dan PPnBM.
Berbeda dengan Pajak Pertambahan
Nilai yang dipungut pada setiap tingkat penyerahan, Pajak Penjualan Atas Barang
Mewah hanya dipungut pada tingkat penyerahan oleh Pengusaha Kena Pajak yang
menghasilkan Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah atau atas impor Barang Kena
Pajak yang Tergolong Mewah. Dengan demikian, Pajak Penjualan Atas Barang Mewah
bukan merupakan Pajak masukan sehingga tidak dapat dikreditkan. Oleh karena
itu, Pajak Penjualan Atas Barang Mewah dapat ditambahkan ke dalam harga Barang
Kena Pajak yang bersangkutan atau debebankan sebagai biaya sesuai ketentuan
perundang-undangan Pajak Penghasilan.
Contoh soal
1. Bpk.Andi
seorang importir mengimpor BKP Barang Mewah dengan tarif 20% seharga Rp
200.000.000,-
hitung :
- PPN dan PPN-BM
- jumlah yang di bayar Bpk.Andi
Jawab :
Jumlah pembayaran
Rp200.000.000,-
PPN 10% X Rp 200.000.000 Rp
20.000.000,-
PPN-BM 20% X Rp 200.000.000 Rp 40.000.000,-
----------------------+
jumlah yang harus dibayar Rp 260.000.000,-
2. PT.
Cahaya membeli BKP Barang Mewah Langsung dari pabrik seharga Rp 500.000.000
tarif barang Mewah 20% kemudian barang tersebut dijual lagi seharga Rp
750.000.000 di dalam negeri.
hitunglah :
- PPN dan PPN BM
- Jumlah yang dibayar PT Cahaya
- Jumlah Yang dibayar pembeli
Jawab :
-PPN 10% X Rp 500.000.000 Rp 50.000.000
PPN BM 20% X Rp 500.000.000 Rp 100.000.000
-----------------------+
-PPN dan PPN BM yang harus
dibayar Rp 150.000.000
-PPN 10% X Rp 750.000.000
Jumlah yang dibayar pembeli Rp 75.000.000
3. Bpk
Sarno seorang importir mengimpor BKP Barang Mewah dengan tarif 30% seharga Rp
300.000.000,-
Hitung :
-PPN dan PPN Bm
-Jumlah yang harus dibayar
Jawab :
Jumlah Pembayaran Rp 300.000.000,-
PPN 10% X Rp300.000.000 Rp 30.000.000,-
PPN BM 30% X Rp 300.000.000 Rp
90.000.000,-
-----------------------+
Jumlah yang harus dibayar Rp 420.000.000,-
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1. Dasar
hukum pengenaan Pajak Penjualan atas Barang Mewah adalah Undang-undang Nomor 18
Tahun 2000 tentang Perubahan Kedua atas Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983
tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang
Mewah.
Terhadap penyerahan Barang Kena
Pajak (BKP) disamping dikenakan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana telah
disebut dalam Pasal 4 Undang-undang PPN dan PPnBM dikenakan juga Pajak
Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).
2. Karakteristik
PPnBM ialah :
·
PPn BM merupakan pungutan tambahan di
samping PPN.
·
PPn BM hanya dikenakan satu kali (yaitu
; pada saat impor atau pada saat penyerahan BKPMewah oleh Pengusaha Kena Pajak
Pabrikan).
·
PPn BM tidak dapat dikreditkan, sehingga
diperlakukan sebagai biaya.
·
Dalam hal BKP Mewah diekspor, PPn BM
yang dibayar pada saat perolehannya dapatdiminta kembali/direstitusi.
3. Tarif
PPN dan PPNBM
·
Tarif PPN adalah 10% (sepuluh persen)
·
Tarif PPnBM adalah paling rendah 10%
(sepuluh persen) dan paling tinggi 75% (tujuh puluh lima persen)
·
Tarif PPN dan PPnBM atas ekspor BKP
adalah 0% (nol persen).
4. Objek
pajak penjualan atas barang mewah :
·
Penyerahan Barang Kena Pajak yang
Tergolong Mewah yang dilakukan oleh Pengusaha yang menghasilkan Barang Kena
Pajak yang Tergolong Mewah tersebut di dalam Daerah Pabean dalam kegiatan usaha
atau pekerjaannya.
·
Impor Barang Kena Pajak yang Tergolong
Mewah.
DAFTAR
PUSTAKA
Miyatso, 1991. Struktur Pajak Penjualan
Pertambahan Nilai. Yogyakarta :Liberty
Undang-Undang No.8 Tahun 1983, Tentang Pajak
Petambahan Nilai Barang dan Jasa dan Penjualan atas Barang Mewah beserta
Pelaksanaannya. Jakarta
Mardiasmo. 2009.
edisi revisi 2009. Perpajakan. Yogyakarta : ANDI OFFSET
Oyok Abuyamin.
2012. Perpajakan Pusat dan Daerah. Bandung : Humaniora.
Untung Sukardji.
2006. edisi revisi 2006. Pajak Pertambahan Nilai. Jakarta : Rajagrafindo
Persada.
Untung Sukardji.
2009. edisi revisi 2009. Pokok-Pokok Pajak Pertambahan. Nilai. Jakarta : PT. Rajagrafindo Persada.
[1]
Undang-Undang No.8 Tahun 1983, Tentang Pajak Petambahan Nilai Barang dan Jasa
dan Penjualan atas Barang Mewah beserta Pelaksanaannya. Jakarta
[5]
Oyok Abuyamin, Op. Cit., hal. 45
[6]
Untung Sukardji. Pokok-Pokok
Pajak Pertambahan. Nilai. (Jakarta : PT. Rajagrafindo Persada.
2009), hal. 78
[7]
Oyok Abuyam, Op. Cit., hal. 23
[8]
Miyatso, Struktur Pajak Penjualan Pertambahan Nilai. Yogyakarta :Liberty,
1991), hal. 87
Tidak ada komentar:
Posting Komentar