KATA PENGANTAR
Puji
syukur marilah kita panjatkan kehadirat Allah SWT Yang Maha Esa atas segala limpahan Rahmat,
Inayah, dan Taufik sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “ Pancasila
Dalam Kode Politik Indonesia“.
Kami
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik
dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi
kesempurnaan makalah ini.
Akhir
kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta
dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga makalah ini bisa
berguna bagi kita semua khususnya bagi
penulis dan umumnya bagi pembaca. Amin.
Padangsidimpuan, Nopember 2016
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................ i
DAFTAR ISI............................................................................................... ii
BAB I
PENDAHULUAN.......................................................................... 1
BAB II
PEMBAHASAN............................................................................ 2
A. Pengertian Pancasila......................................................................... 2
B. Pengertian Politik............................................................................. 3
C. Pancasila dalam Kode Politik Indonesia.......................................... 5
BAB III PENUTUP.................................................................................... 7
A. Kesimpulan...................................................................................... 7
DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 8
BAB I
PENDAHULUAN
‘Ulumul
Qur’an adalah ilmu yang mempelajari tentang hal – hal yang ada hubungannya
dengan Al -Qur’an Maka ilmu yang ada
dalam Al Qur’an disebut Ulumul Qur’an. Ilmu tersebut diantaranya adalah Ilmu
Aqsamul Qur’an yang berisi tentang sumpah di dalam alqur’an. Sumpah dalam
konotasi bahasa Al Qur’an disebut qasam yang membicarakan tentang pengukuhan
kalimat yang diselingi dengan bukti yang konkrit dan dapat menyeret lawan untuk
mengakui apa yang di ingkarinya
Berbagai
masalah yang dibicarakan dalam al-Qur’an diantaranya adalah sumpah Allah. Orang
boleh saja heran, mengapa Allah banyak bersumpah dalam al-Qur’an. Keheranan
tersebut muncul karena mereka tidak mengerti tentang idiom dalam al-Qur’an
serta perbedaan kesiapan individu dalam menerima kebenaran firman Tuhan.
Kesiapan
jiwa setiap individu dalam menerima kebenaran dan tunduk terhadap cahanya itu
berbeda-beda. Jiwa yang jernih yang fitrahnya tidak ternoda kejahatan akan
segera menyambut petunjuk dan membukakan pintu hati bagi sinarnya serta
berusaha mengikutinya sekalipun petunjuk itu sampai kepadanya hanya sepintas
kilas. Sedang jiwa yang tertutup awan kejahilan dan diliputi gelapnya kebatilan
tidak akan tergoncang hatinya kecuali dengan pukulan peringatan dan bentuk
kalimat yamg kuat lagi kokoh, sehingga dengan demikian barulah tergoncang
keingkarannya itu. Qasam (sumpah)
dalam pembicaraan, termasuk salah satu uslub pengukuhan kalimat yang diselingi
dengan bukti konkrit dan dapat menyeret lawan untuk mengakui apa yang
diingkarinya.
Makalah
ini akan memberikan sedikit gambaran tentang pengertian aqsamul Qur’an,
macam-macam qasam, unsur-unsur qasam Al-Qur’an, serta urgensi qasam dalam
al-Qur’an.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Aqsam Al-Qur’an
Menurut bahasa, aqsam merupakan lafal jamak dari
kata qasam. Sedangkan kata qasam sama artinya dengan kata halaf
dan yamin, karena memang satu
makna yaitu berarti sumpah. Sumpah dinamakan dengan yamin karena orang Arab
kalau bersumpah saling memegang tangan kanan masing-masing.
Qasam dan
yamin merupakan sinonim yang didefinisikan untuk memperkuat maksud sesuatu
dengan menyebutkan sesuatu yang lain yang memposisikan posisi yang lebih
tinggi.[1]
Menurut istilah qasam diberi definisi sebagai
berikut: “Sumpah ialah mengikatkan jiwa
untuk tidak melakukan sesuatu perbuatan atau untuk mengerjakannya, yang
diperkuat dengan sesuatu yang diagungkan bagi orang yang bersumpah, baik secara
nyata ataupun secara keyakinan saja.”
Allah berfirman dalam surat An-Nahl ayat 38 yang
berbunyi ;
(#qßJ|¡ø%r&ur «!$$Î/ yôgy_ öNÎgÏZ»yJ÷r& w ß]yèö7t ª!$# `tB ßNqßJt 4 4n?t/ #´ôãur Ïmøn=tã $y)ym £`Å3»s9ur usYò2r& Ĩ$¨Z9$# w cqßJn=ôèt ÇÌÑÈ
Artinya:
“Mereka bersumpah dengan nama Allah
dengan sumpahnya yang sungguh-sungguh: "Allah tidak akan akan
membangkitkan orang yang mati". (tidak demikian), bahkan (pasti Allah akan
membangkitnya), sebagai suatu janji yang benar dari Allah, akan tetapi
kebanyakan manusia tiada mengetahui”.
Sumpah itu dalam ucapan sehari-hari merupakan salah
satu cara menguatkan pembicaraan yang diselipi dengan persaksian/pembuktian
yang mendorong lawan pembicara untuk bisa mempercayai/ menerimanya. Sebab,
pembicaraan yang diperkuat dengan sumpah itu, berarti sudah dipersaksikan di
depan Tuhan.
Bentuk sumpah itu tidak hanya terdapat dalam Al
Quran saja, juga tidak hanya dalam bahasa Arab, melainkan umum dan terdapat
dalam kitab suci serta dalam segala bahasa di dunia, baik Arab, Inggris,
Perancis, Urdu dan sebagainya termasuk pula dalam bahasa Indonesia.
Dr. Bakri Syekh Amin dalam buku At Ta’birul Fanni
Fil Quran menjelaskan beberapa bentuk sumpah yang biasa terjadi dikalangan
orang Arab, sebagai berikut: Dengan bentuk salam-salaman tangan kanan mereka,
dengan bentuk memercikkan minyak wangi ke tangan atau pakaian mereka, dengan
bentuk saling mengikatkan tampar yang satu kepada yang lain, dengan bentuk
tekad/nazar dan dengan bentuk-bentuk yang lain.[2]
B.
Perbedaan Aqsam Al-Qur’an Dengan Sumpah Manusi
Selain bersumpah dengan zat-Nya, di dalam Al-Qur’an,
Tuhan pun bersumpah dengan menggunakan sebagian dari makhluk-Nya sebagai
obyek-obyek sumpah, seperti waktu, tempat, Al-Qur’an, dan benda-benda tertentu.
Jika yang menggunakan sumpah (al-muqsim)
adalah manusia, maka sumpah yang menggunakan obyek makhluk Tuhan, terlarang,
karena bisa membawa pada kekufuran atau kemusyrikan.[3]
Dalam sebuah hadits, Rasulullah menegaskan : “Barang siapa yang bersumpah dengan (menyebut) selain Allah, maka ia
musyrik.” Atas dasar hadits tersebut, di dalam bersumpah, seseorang
dilarang menyebutkan muqsam bih selain Allah SWT.
Sering kali kita mendapat kesan bahwa antara sumpah
manusia dan sumpah yang ada dalam Al-qur’an terdapat perbedaan yang sangat
mendasar. Allah adalah maha benar dalam arti yang sesungguhnya dan
seluas-luasnya, sedikitpun tidak ada kecurangan apalagi kebohongan dari pihak
Allah. Maka dari itu konotasi dari perbedaan sumpah manusia dan sumpah Allah
sangatlah berbeda.
Mengingat perbedaan yang sangat mendasar tersebut
maka Tuhan dapat memakai apa dan siapa saja yang dikehendaki-Nya dalam
bersumpah. Sebaliknya manusia tidak boleh bersumpah kecuali atas nama Allah,
jika mereka bersumpah selain atas nama Allah maka hal tersebut dianggap syirik,
dosa besar, suatu kekufuran, yang tak diampuni Allah.
Kita dapat menyimpulkan bahwa sumpah yang dimaksud
dalam Al-Qur’a adalah wahyu dari Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW dalam
bentuk kalimat sumpah. Dari pernyataan tersebut kita memperoleh dua kriteria
pokok didalamnya. Pertama “wahyu Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad”
yang kedua “dalam bentuk kalimat sumpah”. Kriteri pertama memberikan batasan
bahwa semua wahyu yang dierima Rosul Allah baik melalui jibril seperti
Al’Qur’an maupun yang langsung diterimanya dari Allah SWT, maupun yang
diterimanya dari Allah tanpa melalui perantara jibril seperti hadist Qudsi.
Tapi wahyu-wahyu yang tidak diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, melainkan
kepada nabi-nabi lain seperti nabi Musa as.seperti kitab Taurat, nabi Isa as.
seperti kitab Injil.[4]
Kriteria kedua menjelaskan bahwa wahyu yang
diturunkan kepada Rosul itu tidak dapta disebut sumpah kecuali bila wahyu
tersebut diturunkan dalam bentuk sumpah. Maka kesimpulannya ialah setiap wahyu
Allah dalam Al-Qur’an atau hadist qudsi yang diungkapkan dalam bentuk kalimat
sumpah. Maka apabila ditemui sumpah tetapi tidak diturunkan kepada nabi
Muhammad SAW maka kalimat itu tidak disebut sumpah dalam Al-Qur’an. Sumpah yang
ada dalam Al-Qur’an merujuk pada bentuk susunan kalimat yang mengandung
kata-kata dan rukun sumpah yang lazim digunankan manusia dalam bersumpah jadi
tidak memiliki konotasi atau maksud seperti yang terdapat dalam sumpah manusia
tersebut, sebab dari sudut hakikat dan tujuannya sumpah Allah jauh berbeda dari
sumpah manusia.[5]
Seperti dijelaskan sebelumnya, manusia biasanya
bersumpah dengan sesuatu yang diagungkan dan dihormati, yakni sesuatu yang
membuatnya bisa ditimpa suatu akibat buruk apabila ia melanggar sumpahnya. Hal
itu tidak mungkin terjadi pada sumpah-sumpah Tuhan. Dengan sumpah-Nya Tuhan
tidak akan menerima akibat apa pun.
C.
Unsur-unsur Pokok di dalam aqsam Al-Qur’an dan
Bentuknya
Ada tiga unsur dalam sighat qasam :
1.
Fi’l qasam[6]
Tidak
semua qasam dalam Al-Qur’an yang menggunakan fi’il qasam dalam sumpah, kadang
kala diganti dengan huruf ba, waw dan ta. Khusus untuk ba biasanya disertai
dengan fi’il qasam bahkan menurut Al Suyuti tidak terdapat qasam dalam
al-quraan yang menggunakan huruf ba. Tanpa diikuti oleh fi’il qasam terdapat
dalam surat An-Nahal ayat 38.
Namun
karena sudah terbiasa dalam pembicaraa, maka fi’il qasam tersebut terkadang di
hilangkan kemudian diganti dengan huruf waw seperti dalam surat Al-Lail ayat 1
yang berbunyi;
È@ø©9$#ur #sÎ) 4Óy´øót ÇÊÈ
Artinya: “Demi malam apabila menutupi (cahaya siang)”.
Atau
diganti dengan huruf ta pada lafaz jalalah (Allah) meskipun lafaz tersebut
jarang digunakan seperti yang terdapat dalam surat Al- Anbiyaa’ ayat 57 yang
berbunyi;
«!$$s?ur ¨byÅ2V{ /ä3yJ»uZô¹r& y÷èt/ br& (#q9uqè? tûïÌÎ/ôãB ÇÎÐÈ
Artinya: “Demi
Allah, Sesungguhnya aku akan melakukan tipu daya terhadap berhala-berhalamu
sesudah kamu pergi meninggalkannya”.
Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa huruf ba berasal dari perangkat huruf qasam yang disebut atau
dihilangkan, sedangkan huruf waw masuk kepada maqsam bih, sementara ta khusus
untuk lafaz jalalah saja.
2.
Maqsam Bih[7]
Yang
di maksud dengan maqsam bih adalah lafaz
yang terletak sesudah adat qasam yang di jadikan sandaran dalam bersumpah.
Ada tujuh macam maqsam bih dalam Al-Qur’an
yaitu:
a.
Dengan zat alam
atau sifat-sifatnya, terdapat dalam surat Maryam: 68, Al-Hijr: 92,Al-Ma’rij: 40
Al-Taghabun: 7, Saba’: 3 dan Yunus 53.
b.
Dengan kehidupan
nabi Muhammad SAW terdapat dalam surat Al-Hijr 72
c.
Dengan hari
kiamat terdapat dalam surat Al-Qiyamah: 1
d.
Dengan Al-Qur’an
terdapat dalam surat Yasin : 1-3
e.
Dengan makhluk,
berupa benda angkasa seperti bintang, bulan, fajar dan sebagainya seperti
terdapat dalam surat Al-Najm : 1-2, Al-Syam; 1-2,Al-Fajr: 1-5 dan Al-Nazi’at:
1-6.
f.
Dengan makhluk
yang berupa benda bumi seperti buah tin, zaitun, negara yang aman dan
sebagainya, seperti buah dalam surat Al-Tin:1-4
g.
Dengan waktu
dhuha, ashar, malam dan sebagainya seperti dalam surat Al-dhuha: 1-3 dan
Al-Ashv: 1-2
Allah
telah bersumpah dalam zat Nya sendiri dalam Al-Qur’an ada tujuh 7 tempat.
Orang yang kafir menyangka bahwa mereka sekali-kali
akan tidak akan dibangkitkan. Katakanla : tidak demikian, demi tuhanku,
benar-benar kamu akan dibangkitkan .
“ At-Tagabun (64:7 )
Dan orang kafir berkata ; hari
berbangkit itu tidak akan datang kepada kami. Katakanlah : pasti datang, demi
tuhanku, sungguh kiamat itu pasti akan datang kepadamu.” Saba’ (34:3 )
Dan mereka menanyakan kepadamu :
Benarkah azab yang dijanjikan itu ? Katakanlah : ya, demi tuhanku, sesungguhnya
azab itu pasti benar. “ Yunus (10:53
)
Dalam
ketiga ayat ini Allah memerintahkan Nabi
agar bersumpah dengan zat-Nya.
Demi tuhanmu, sungguh kami akan
membangkikan mereka bersama syetan.
“Maryam (19:68 )
“
Maka demi Tuhanmu, kami pasti akan menanyai
mereka semua. “ Al-hijir (15:92 )
“
Maka demi Tuhanmu mereka pada hakekatnya
tidak beriman hingga mereka menjadikan mu hakim terhadap perkara yang mereka
perselisihkan. “ An-nisa’ (4:65 )
“
Maka aku bersumpah dengan Tuhan yang
memiliki timur dan barat. “ Al-Ma’arij (70;40)
3.
Muqsam 'alaih[8]
Muqsam
'alaih (jawab qasam) adalah suatu ungkapan yang karenanya sumpah di ucapkan.
Jawab qasam tersebut haruslah berupa hal-hal yang layak untuk di munculkan
suatu qasam terhadapnya, misalnya hal-hal gaib untuk menetapkan keberadaannya.
Didalam
Al-Qur’an secara garis besar Allah bersumpah tentang hal-hal sebagai berikut:
a.
Pokok-pokok
keimanan dan ketauhidan dalam surat Asyaffat 1-4
ÏM»¤ÿ¯»¢Á9$#ur $yÿ|¹ ÇÊÈ ÏNºtÅ_º¨9$$sù #\ô_y ÇËÈ ÏM»uÎ=»G9$$sù #·ø.Ï ÇÌÈ ¨bÎ) ö/ä3yg»s9Î) ÓÏnºuqs9 ÇÍÈ
Artinya: 1.
Demi (rombongan) yang ber shaf-shaf dengan sebenar-benarnya, 2. Dan demi
(rombongan) yang melarang dengan sebenar-benarnya (dari perbuatan-perbuatan
maksiat), 3. Dan demi (rombongan) yang membacakan pelajaran, 4. Sesungguhnya
Tuhanmu benar-benar Esa.
Yang menjadi muksam
alaihi dalam ayat ini adalah sesungguhnya tuhanmu benar-benar Esa’’ jawab qasam
atau muksam alaihi terletak sesudah fi'il qasam dan muqsambih.
b.
Penegasan bahwa
rasulullah benar-benar utusan Allah terdapat dalam surat yasin: 1-3.
c.
Penegasan bahwa
Al-Qur’an benar-benar mulia terdapat dalam sural Al-Wakiah: 75-76
d.
Penegasan
tentang balasan, janji dan ancaman yang benar-benar terlaksana dalam surat Azzariat: 1-6.
e.
Keterangan
tentang ihwal manusia terdapat dalam surat Al-Lail : 1-4.
Disamping
itu terdapat juga dalam surat Al-Qur’an yang muqsam allaih dihilangkan, hal ini
disebabkan:
Untuk
menjawab kondisi kasam seprti ayat diatas memerlukan maqsam ‘alaih.
Karena
jawab qasamnya sudah ditunjukkan oleh ayat yang tertera sesudahnya, seperti
dalam surat Al-Qiyamaah ayat 3-4.yang berbunyi;
Ü=|¡øtsr& ß`»|¡RM}$# `©9r& yìyJøgªU ¼çmtB$sàÏã ÇÌÈ 4n?t/ tûïÍÏ»s% #n?tã br& yÈhq|¡S ¼çmtR$uZt/ ÇÍÈ
Artinya: 3.
Apakah manusia mengira, bahwa Kami tidak akan mengumpulkan (kembali) tulang
belulangnya? 4. Bukan demikian, sebenarnya Kami Kuasa menyusun (kembali) jari
jemarinya dengan sempurna.
Dalam
hal ini dapat disimpulkan bahwa kebanyakan jawab qasam tidak disebutkan apabila
dalam muqsam bih sudah terdapat indikasi yang menunjukkan depda muklsam
alaih dapat pula di pahami bahwa qasam
bertujuan untuk mengukuhkan dan mewujudkan muqsam alaih.
D.
Tujuan Keberadaan Aqsam Al-Qur’an
Sumpah dilakukan untuk memperkuat pembicaraan agar
dapat diterima atau dipercaya oleh pendengarnya. Sementara sikap pendengar
sesudah mendengar qasam akan
bersikap salah satu dari beberapa kemungkinan di bawah ini:[9]
1.
Pendengar yang
netral, tidak ragu dan tidak pula mengingkarinya. Maka pendengar yang seperti
ini akan diberi ungkapan ibtida’ (berita yang diberi penguat taukid ataupun
sumpah) contohnya dalam Q.S Al Hadid ayat 8. Penguat dalam ayat ini hanya
diperkuat oleh lafadz Qod.
2.
Pendengar
mengingkari berita yang didengar. Oleh karenanya berita harus berupa kalam
ingkari (diperkuat sesuai kadar keingkarannya). Bila kadar keingkarannya
sedikit, cukup dengan satu taukid saja. Contoh surat An Nisa’ : 40. Sedang
apabila kadar keingkarannya cukup berat, maka menggunakan dua taukid (penguat).
Seperti surat Al-Maidah:72.
Dalam ayat di atas diberi dua taukid berupa
lafadz Qod dan Lam taukid. Dan apabila kadar keingkarannya sangat berat, ditambah
dengan beberapa taukid.
3.
Apabila berita
itu sampai pada pendengar dan dia tidak menolak, tentunya berita tersebut dapat
diterima dan dipercaya. Karena telah diperkuat dengan sumpah apalagi dengan
menggunakan kata Allah swt.
4.
Bahwa pembawa
berita akan merasa lega, karena telah menyampaikan berita dengan diperkuat
sumpah atau dengan beberapa taukid (penguat). Hal ini sangat berbeda apabila
membawa berita dengan tidak menggunakan qasam.
Dengan bersumpah memakai nama Allah atau
sifat-sifat-Nya, maka hal ini sama dengan mengagungkan Allah swt karena telah
menjadikan namanya selaku dzat yang diagungkan sebagai penguat sumpah.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari pembahasan dapat ditarik kesimpulan
bahwa Sumpah ialah mengikatkan jiwa untuk tidak melakukan sesuatu
perbuatan atau untuk mengerjakannya, yang diperkuat dengan sesuatu yang
diagungkan bagi orang yang bersumpah, baik secara nyata ataupun secara
keyakinan saja.
Manusia biasanya bersumpah dengan sesuatu yang diagungkan
dan dihormati, yakni sesuatu yang membuatnya bisa ditimpa suatu akibat buruk
apabila ia melanggar sumpahnya. Hal itu tidak mungkin terjadi pada
sumpah-sumpah Tuhan. Dengan sumpah-Nya Tuhan tidak akan menerima akibat apa
pun.
Unsur-Unsur dari Qasam yaitu
1. fi’il qasam
2. Al-Muqsam bihi
3. Muqsam ‘alaih
Tujuan
keberadaan Aqsam Al-Qur’an:
1.
Pendengar yang
netral, tidak ragu dan tidak pula mengingkarinya.
2.
Pendengar
mengingkari berita yang didengar. Oleh karenanya berita harus berupa kalam
ingkari (diperkuat sesuai kadar keingkarannya).
3.
Apabila berita
itu sampai pada pendengar dan dia tidak menolak, tentunya berita tersebut dapat
diterima dan dipercaya.
4.
Bahwa pembawa
berita akan merasa lega, karena telah menyampaikan berita dengan diperkuat
sumpah atau dengan beberapa taukid (penguat).
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qaththan, Syaikh Manna’. 2011. Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an. Jakarta: pustaka al-kautsar,
cet.keenam.
Ash Shiddieqy, Teungku Muhammad hasbi. 2002. Ilmu-ilmu Al-Qur-an_Ilmu-ilmu Pokok
Dalam Menafsirkan Al-Qur’an.
Semarang:
Pustaka Rizki Putra.
Djalal, Abdul. 1998. Ulumul
Quran. Surabaya: Dunia
Ilmu.
Hermawan, Acep. 2011. ‘ulumul Qur’an. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Izzan, Ahmad.
2005. Ulumul Quran. Bandung: tafakur
[1]
Ahmad Izzan, Ulumul Quran, (Bandung: Tafakur, 2005), hal. 225
[2]
Abdul Jalal, Ulumul Quran, (Surabaya: Dunia Ilmu, 1998), hal. 364
[3]
Syaikh Manna’ Al-Qaththan, Pengantar
Studi Ilmu Al-Qur’an, (jakarta: pustaka al-kautsar, 2011), cet.keenam, hal.364.
[5]
Ibid, hal. 73
[6]
Ibid, hal. 365
[7]
Ibid,
[9]
Teungku Muhammad hasbi Ash
Shiddieqy, Ilmu-ilmu Al-Qur-an_Ilmu-ilmu Pokok Dalam Menafsirkan Al-Qur’an, (Semarang:
Pustaka Rizki Putra, 2002), hal. 184.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar