METODE PENGAJARAN PAI (PENDIDIKAN AGAMA ISLAM)
DENGAN MATERI KEIMANAN
D
I
S
U
S
U
N
OLEH :
NAMA :
HUSNA HIDAYAH NASUTION
NIM :
1420100134
DOSEN PENGAMPU
Drs. SAMSUDDIN, M.Ag
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMAI ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
PADANGSIDIMPUAN
T.A 2016
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan
kehadirat Allah SWT dzat yang Maha Sempurna pencipta dan penguasa segalanya.
Karena hanya dengan ridho-nya penulis dapat menyelesaikan tugas makalah ini
sesuai dengan apa yang diharapkan yaitu makalah tentang “Metode Pengajaran PAI
pada Materi Keimanan”. Dengan harapan semoga tugas makalah ini bisa berguna dan
ada manfaatnya bagi kita semua. Amiin.
Tak lupa pula penyusun sampaikan banyak
terima kasih kepada semua pihak yang turut berpartisipasi dalam proses penyusunan
tugas makalah ini, karena penulis sadar sebagai makhluk sosial penulis tidak
bisa berbuat banyak tanpa ada interaksi dengan orang lain dan tanpa adanya
bimbingan, serta rahmat dan karunia dari –Nya.
Akhirnya walaupun penulis telah berusaha
dengan secermat mungkin. Namun sebagai manusia biasa yang tak mungkin luput
dari salah dan lupa. Untuk itu penulis mengharapkan koreksi dan sarannya semoga
kita selalu berada dalam lindungan-Nya.
Padangsidimpuan, Desember
2016
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR................................................................................................................. .. i
DAFTAR
ISI................................................................................................................................. .. ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................................. .. 1
A.
Latar Belakang ...................................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN............................................................................................................... .. 2
A.
Pengertian
Iman.............................................................................................................. .. 2
B.
Dalil-dalil
tentang Keimanan ........................................................................................ .. 2
C.
Struktur
Kepercayaan Religius ...................................................................................... 3
D.
Eksistensi
Nilai Iman......................................................................................................... 4
E.
Pendidikan
Keimanan....................................................................................................... 5
F.
Metode
pengajaran Keimanan......................................................................................... 6
BAB III PENUTUP.......................................................................................................................... 15
A.
Kesimpulan ......................................................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Beriman adalah
meyakini dengan hati, mengucapkan dengan lisan dan melakukan dengan perbuatan.
Tidaklah mudah mengatakan seseorang beriman apabila hanya dilihat dari
lahiriahnya saja. Karena iman tersebut tertanam dalam hati. Sulit sekali
manusia dapat membaca bahkan menebak apa yang ada di hati manusia. Hanya Allah
SWT yang mengetahui seberapa tinggi tingkatan iman seseorang.
Iman yang
terdapat dalam hati dapat dipupuk sehingga tumbuh subur dan orang tersebut
benar-benar melaksanakan apa yang diperintah Allah SWT. Iman dapat ditanamkan
dalam hati seseorang melalui pengajaran. Tetapi pengajaran keimanan yang
dimaksudkan tidak sekedar pengajaran yang menambah wawasan pengetahuan saja
atau hanya sekedar menyentuh aspek kognitif saja. Pengajaran iman harus
menyeluruh mulai dari pemahaman sampai dengan aplikasinya dalam kehidupan.
Seorang guru
agama Islam harus mempunyai dasar mengajar keimanan. Karena inti dari
pengajaran agama Islam adalah penanaman keimanan. Pendekatan dan metode yang
diterapkan guru harus sesuai dengan apa yang dipelajari dan merujuk pada apa
yang telah dicontohkan Nabi Muhammad SAW. Dengan penerapan metode yang tepat
diharapkan, anak didik dapat menumbuhkembangkan iman yang sudah ada dalam hati.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Iman
Menurut Hanafi,
Iman mempunyai dua pengertian:[1]
1. Iman
dalam arti luas yakni keyakinan bulat yang dibenarkan oleh hati,diikrarkan oleh
lidah,dan diwujudkan dalam perbuatan,tingkah laku didalam aspek kehidupan
2. Iman dalam arti khas adalah arkanul iman atau
rukun iman yang jumlahnya enam
Menurut Heri
Jauhari Muchtar, Iman adalah meyakini keberadaan Allah beserta sifat-sifat yang
dimilikinya. Artinya kita harus yakin bahwa Allah itu ada dan memiliki
sifat-sifat yang mulia atau Asmaul Husna. Beriman kepada Allah merupakan dasar
utama keimanan, dari sinilah melahirkan ketaatan terhadap yang lainnya.[2]
Hanya ketaatan yang berdasarkan keimanan pada Allah sajalah yang benar dan akan
diterima.
B.
Dalil-dalil
tentang Keimanan
Dalam Al qur’an
dijelaskan tentang keimanan pada :
1. Surat
An Nisa : 136
$pkr'¯»t tûïÏ%©!$# (#þqãYtB#uä (#qãYÏB#uä «!$$Î/ ¾Ï&Î!qßuur É=»tFÅ3ø9$#ur Ï%©!$# tA¨tR 4n?tã ¾Ï&Î!qßu É=»tFÅ6ø9$#ur üÏ%©!$# tAtRr& `ÏB ã@ö6s% 4 `tBur öàÿõ3t «!$$Î/ ¾ÏmÏFs3Í´¯»n=tBur ¾ÏmÎ7çFä.ur ¾Ï&Î#ßâur ÏQöquø9$#ur ÌÅzFy$# ôs)sù ¨@|Ê Kx»n=|Ê #´Ïèt/ ÇÊÌÏÈ
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, berimanlah
sungguh-sungguh kepada Allah,rosul,dan kepada kitab yang telah ia turunkan
lebih dahulu.Barang siapatidak percaya kepada Allah,Malaikat,kitab-kitab,rosul-rosul
dan hari kemudian,maka sesungguhnya sesatlah dia dari suatu kesesatan yang jauh”.
2. Surat
Al Baqarah : 255
ª!$# Iw tm»s9Î) wÎ) uqèd ÓyÕø9$# ãPqs)ø9$# 4 w ¼çnäè{ù's? ×puZÅ wur ×PöqtR 4 ¼çm©9 $tB Îû ÏNºuq»yJ¡¡9$# $tBur Îû ÇÚöF{$# 3 `tB #s Ï%©!$# ßìxÿô±o ÿ¼çnyYÏã wÎ) ¾ÏmÏRøÎ*Î/ 4 ãNn=÷èt $tB ú÷üt/ óOÎgÏ÷r& $tBur öNßgxÿù=yz ( wur tbqäÜÅsã &äóÓy´Î/ ô`ÏiB ÿ¾ÏmÏJù=Ïã wÎ) $yJÎ/ uä!$x© 4 yìÅur çmÅöä. ÏNºuq»yJ¡¡9$# uÚöF{$#ur ( wur ¼çnßqä«t $uKßgÝàøÿÏm 4 uqèdur Í?yèø9$# ÞOÏàyèø9$# ÇËÎÎÈ
Artinya:
“Allah SWT itu tiada Tuhan(yang
sebenarnya)melainkan Dia.Yang hidup,yang berdiri dengan sendirinya.Dia tidak
dihampiri oleh mengantuk dan tidak tidur.Kepunyaan-Nyalah apa yang ada di
langit dandi Bumi.Siapakah yang dapat memberi syafaat di sisi Allah SWT tanpa
seizin-Nya? Allah SWT mengetahui apa-apa yang ada di hadapan dan di belakang
mereka.Dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah SWT melainkan apa
yang dikehendakinya”
C.
Struktur
Kepercayaan Religius
Kepercayaan
Islam sangat murni, konsisiten dan tulen yang bersifat etikoreligius yang
mencakup kebahagiaan manusia duni dan akherat,dan dibangun dalam bentuk
unsur-unsur keimanan yang berdasar pada pada beberapa kenyataan Al Quran :[3]
1. Allah
SWT adalah ideal kebaikan sempurna yang supra kosmis, sebagai pemilik
keselarasan mutlak dalam semua dimensi kesempurnaan.
2. Malaikat
adalah ideal kebaikan utama yang bersifat kosmik yamg bersifat sebagai pemilik
keselarasan sempurna dengan kehidupan ilahi.
3. Kitab-kitab
suci (semua kitab suci) tuntunan yang diberi oleh Allah SWT kepada umat manusia
mewakili tuntunan ilahiyah dalam usaha mencari kelarasan keinginan manusia dan
keinginan Allah SWT, untuk memperoleh kebaikan utama manusia
4. Para
rasul dan semua nabi adalah ideal utama sebagai pemilik dan peraga keselarasan
yang sempurna tetapi bersifat msnusiawi antara kemauan ilahiyah dan manusia
5. Kebangkitan
kembali hidup sesusah mati adalah identitas kehidupan yang sama melestarikan
jaminan pencapaian kebaikan utama oleh manusia
6. Al
Qadar membentuk norma-norma pokok untuk teknik kebaikan dunia.
D.
Eksistensi
Nilai Iman
1. Prinsip
Kesatuan dalam Komunikasi Al Khaliq
Menurut Al Quran,Allah SWT itu
mutlak dan abadi, kosmos itu fana dan relatif. Akan tetapi relatif datang dari
yang absolut.
2. Eksistensi
Kehidupan
Dengan mengambil kehidupan di alam
semesta secara global atau atau kehidupan dalamarti harfiah,segala bentuk
kehidupan adalah kesatuan.Menurut konsepsi Al Quran dinyatakan bahwa alam
semesta sebagai keseluruhan organik yang muncul ke dalam eksistensi aksi
penyatuan dari suatu prinsip, evolusi penyatuan yang tunggal.Kehidupan manusia
berbeda dan unik serta mempunyai kekuatan energi yang lebih,karena dia
berfungsi di dalam kerangka kepribadian
3. Kesatuan
Iman dan Rasio
Pemahaman ilmu dan iman secara
rasio bukanlah antitestik. Keduanya merupakan dimensi-dimensi kesadaran
manusia. Oleh sebab itu iman dan rasio harus berdampingan karena sama-sama satu
sumber yang datang dari Allah SWT. Iman tanpa rasio akan menyeret tahayul.
4. Kesatuan
Kebenaran
Dalam tuntunan ilahi telah
disebutkan kebenaran pokok dan juga telah diajak khalifah-Nya, untuk menyelami
kebenaran melalui pengamatan. Kebenaran tidak mempunyai fase-fase yang berbeda,
hanya mempunyai satu sisi. Dengan kata lain, agama sejati serta pendekatan
ilmiyah yang murni terhadap kebenaran pada hakekatnya merupakan satu kesatuan.
5. Kesatuan
Agama
Al Qur’an mengajarkan bahwa Allah
SWT itu satu. Tuntunan ilahi dari agama tidak terbatas pada satu ras terpilih,
akan tetapi seluruh umat manusia sepanjang sejarah. Tuntunan ilahi memberikan
prinsip kesatuan. Demikian pula ajaranya memberikan jalur-jalur untuk
menyampaikan keberatan terhadap agama-agama di dunia karena adanya
penambahan-penambahan serta pengurangan dan penyisipan ajaran murni, yang
disebabkan kebodohan manusia sendiri atau kepantingan pribadi serta pngaruh
hawa nafsu.
E.
Pendidikan
Keimanan
Iman adalah
dasar seseorang menganut suatu agama. Dengan keimanan yang mengakar kuat pada
dirinya, orang tersebut mengakui keberadaan Tuhannya dan berperilaku sesuai
dengan apa yang dikehendaki agamanya. Dalam agama Islam, pendidikan tentang
keimanan terdapat dalam rukun iman yang berjumlah enam, yaitu iman kepada Allah
SWT, iman kepada Malaikat, iman kepada Kitab-kitab Allah, iman kepada Rasul,
iman kepada hari akhir dan iman kepada takdir.[4]
Dasar keimanan
orang Islam yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW adalah keimanan yang tauhid,
meng-esakan Tuhan dengan segala perbuatan dan sifat-Nya.[5]
Sebelum mengimani dan meyakini yang lainnya, kita sebagai umat Islam wajib
mengimani keberadaan Allah SWT sebagai pencipta seluruh alam ini. Kemudian kita
mengimani apa yang ada dalam rukun iman yang enam.
Menanamkan iman
dalam diri seseorang bukanlah hal yang mudah. Terlebih lagi bagi seorang guru
agama, dalam menanamkan dan menumbuhkan keimanan anak didiknya membutuhkan
proses yang panjang dan membutuhkan metode yang tepat. Salah dalam menanamkan
benih-benih keimanan dapat menyebabkan anak tidak dapat menjiwai rukun iman
secara sempurna.
F.
Metode
pengajaran Keimanan
Dalam rangka
menumbuhkan rasa iman, rasa cinta kepada Allah SWT, seorang guru dapat
menggunakan metode yang telah diterapkan Nabi Muhammad SAW seperti berikut ini
:
1. Metode
kisah Qur’ani dan Nabawi
Dalam pendidikan
Islam, kisah mempunyai fungsi edukatif yang tidak dapat diganti dengan bentuk
penyampaian lain selain bahasa. Hal ini disebabkan kisah Qur’ani dan Nabawi
mempunyai beberapa keistimewaan yang membuatnya mempunyai dampak psikologi dan
edukatif yang sempurna.[6]
Kisah Qur’ani
dan Nabawi dapat digunakan dalam pengajaran keimanan. Pemberian kisah-kisah
yang diambil dari Al Qur’an maupun kisah para Nabi dan Sahabat dapat mendidik
perasaan keimanan dengan cara :
a. Membangkitkan
berbagai perasaan seperti khauf, rida, dan cinta.
b. Mengarahkan
seluruh perasaan sehingga bertumpuk pada suatu puncak yaitu kesimpulan kisah.
c. Melibatkan
pembaca atau pendengarnya ke dalam kisah itu sehingga secara emosional ia
terlibat.
Kisah-kisah
yang terdapat dalam AlQur’an merupakan salah satu cara untuk mendidik umat
Islam agar beriman kepada Allah SWT. Tujuan dari Qur’ani itu sendiri adalah
sebagai berikut :
a. Mengungkapkan
kemantapan wahyu dan risalah, mewujudkan rasa mantap dalam menerima Qur’an dan
keutusan Rasul-Nya. Kisah-kisah ini menjadi bukti kebenaran wahyu dan kebenaran
Rasul SAW.
b. Menjelaskan
bahwa secara keseluruhan, al-Din itu datangnya dari Allah.
c. Menjelaskan
bahwa Allah datang menolong dan mencintai Rasul-Nya, menjelaskan bahwa kaum
mukmin adalah umat yang satu dan Allah adalah Rabb mereka.
d. Kisah-kisah
itu bertujuan untuk menguatkan keimanan kaum muslim, menghibur mereka dari
kesedihan atas musibah yang menimpa.
e. Mengingatkan
bahwa musuh orang mukmin adalah syetan, menunjukkan permusuhan abadi tersebut
akan lebih tampak jelas melalui kisah.
2. Metode
Amtsal
Metode
Amtsal atau perumpamaan dalam cara penyampaiannya sama dengan metode kisah,
yaitu menggunakan metode ceramah. Metode ini mirip dengan metode kisah Qur’ani
dan Nabawi karena dalam menggunakan perumpamaan mengambil dari AlQur’an.
Penggunaan perumpamaan dalam pengajaran dapat merangsang kesan terhadap makna
yang tersirat dalam perumpamaan tersebut.
Sebagai
contoh dalam Q. S Al Ankabut ayat 41, Allah mengumpamakan sesembahan atau Tuhan
orang kafir dengan sarang laba-laba. Perumpaman orang yang berlindung selain
kepada Allah adalah seperti laba-laba yang membuat rumah. Padahal rumah yang
paling lemah adalah rumah laba-laba.[7]
Dari
perumpamaan diatas, anak dapat memahami bahwa menyembah selain kepada Allah
ibarat berlindung pada sesuatu yang lemah dan tidak berdaya. Anak akan
menyadari bahwa tidak ada kekuasan yang lebih besar dari kekuasaan Allah SWT.
Sehingga dalam diri anak akan tertanam rasa keimanan yang tinggi dan pengakuan
yang besar terhadap ke-esaan Allah SWT.
Penggunaan
perumpaman dalam pendidikan haruslah logis, dan mudah dipahami. Perumpamaan
harus memperjelas konsep bukan malah mengaburkan penjelasan. Dengan perumpamaan
anak dapat memahami konsep yang abstrak karena perumpamaan menggunakan
benda-benda yang konkrit. Dalam Al Qur’an, kesimpulan perumpamaan yang ada
kebanyakan harus ditebak sendiri oleh pendengar atau pembacanya sendiri karena
Allah tahu manusia dapat menebaknya.
3. Metode
Ibrah dan Mauizah
Metode
ibrah adalah suatu cara yang dapat membuat kondisi psikis seseorang (siswa)
mengetahui intisari perkara yang mempengaruhi perasaannya, yang diambil dari
pengalaman-pengalaman orang lain atau pengalaman hidupnya sendiri. Sedangkan
metode mauizah adalah suatu cara penyampaian materi pelajaran melalui tutur
kata yang berisi nasihat-nasihat dan peringatan tentang baik buruknya sesuatu.[8]
Metode
ibrah sangat diperhatikan dalam pendidikan Islam. Hal ini dilakukan agar anak
didik dapat mengambil intisari atau pelajaran dari kisah-kisah Al Qur’an atau
pengalaman-pengalaman yang diceritakan. Demikian pula dengan metode mauizah.
Seorang pendidik hendaknya memberi nasehat secara berulang-ulang agar nasehat
tersebut dapat meninggalkan kesan sehingga anak didiknya tergerak untuk
mengikuti nasehat itu.
Metode
ibrah dan mauizah apabila digunakan bersama-sama dalam pendidikan Islam memang
tidak mudah. Penerapan metode ini membutuhkan keikhlasan dan berulang-ulang
sehingga nasehat tersebut menyentuh kalbu pendengarnya. Nasehat yang dapat
menimbulkan kesan yang mendalam menyebabkan nasehat tersebut tidak hanya
tertanam dalam hati saja yang dapat menebalkan iman tetapi anak juga
melaksanakan nasehat tersebut.
4. Metode
Targhib dan Tarhib
Metode
ini berhubungan dengan pujian dan penghargaan. Imbalan atau tanggapan terhadap
orang lain itu terdiri dari dua, yaitu penghargaan (reward/ targhib) dan hukuman
(punishment/tarhib). Targhib bertujuan agar orang mematuhi aturan Allah.
Sedangkan tarhib bertujuan agar orang menjauhi kejahatan. Metode ini didasarkan
atas fitrah manusia yaitu sifat kesenangan, keselamatan dan tidak menginginkan
kepedihan dan kesengsaraan.[9]
Metode
ini dapat menumbuhkan rasa keimanan dalam diri anak didik. Dengan proses
pemberian ganjaran dan hukuman tersebut, anak akan belajar mana yang boleh
dilakukan dan mana yang harus ditinggalkan. Proses tersebut akan kuat tertanam
dalam diri anak karena apabila anak diberi suatu hadiah atau penghargaan
tatkala dia melakukan sesuatu yang terpuji, anak tersebut akan cenderung
mengulanginya dan mencoba menemukan sesuatu yang baik lainnya yang menyebabkan
dirinya diberi penghargaan.
Sebaliknya,
apabila anak diberi hukuman tatkala melakukan sesuatu, tentu anak akan berpikir
bahwa yang dilakukannya salah dan tidak akan mengulanginya lagi karena hukuman
yang dia rasakan. Dengan ini maka anak akan menghindari hal-hal yang
menyebabkan dia dihukum. Anak akan lebih patuh dan melaksanakan hal-hal yang
diperintahkan Allah.
Agama
Islam memberi arahan dalam memberi hukuman (terhadap anak/peserta didik)
hendaknya memperhatikan hal-hal sebagi berikut :
a. Jangan
menghukum keika marah. Karena pemberian hukuman ketika marah akan lebih besifat
emosional yang dipengaruhi nafsu syaithaniyah.
b. Jangan
sampai menyakiti perasaan dan harga diri anak atau orang yang kita hukum.
c. Jangan
sampai merendahkan derajat dan martabat orang bersangkutan, misalnya dengan
menghina atau mencaci maki didepan orang lain.
d. Jangan
menyakiti secara fisik, misalnya menampar mukanya atau menarik kerah bajunya
dan sebagainya.
e. Bertujuan
mengubah perilakunya yang kurang/tidak baik. Kita menghukum karena anak
/peserta didik berperilaku tidak baik.
Karena itu yang
patut kita benci adalah perilakunya, bukan orangnya. Apabila anak/orang yang
kita hukum sudah memeperbaiki perilakunya, maka tidak ada alasan kita untuk
tetap membencinya. Anak perlu diberikan penghargaan karena telah memperbaiki
perilakunya. Dalam penerapan merode ini diupayakan bahwa intensitas pemberian
hukuman tidak sebesar pemberian hadiah. Dengan pemberian penghargaan yang lebih
besar persentasenya, anak akan termotivasi untuk lebih berusaha berbuat
kebaikan.
5. Metode
Pembiasaan[10]
Untuk
melaksanakan tugas atau kewajiban secara benar dan rutin terhadap anak atau
peserta didik diperlukan pembiasaan. Misalnya, agar anak atau peserta didik
dapat melaksanakan sholat secara benar dan rutin maka mereka perlu dibiasakan
sholat sejak masih kecil, dari waktu kewaktu. Itulah sebabnya kita perlu
mendidik mereka sejak dini atau kecil agar mereka terbiasa dan tidak merasa
berat untuk melaksanaknnya ketika mereka sudah dewasa.
Sehubungan
itu tepatlah pesan rosulullah kepada kita agar melatih atau membiasakan anak
untuk melaksanakan sholat ketika mereka berusia 7 tahun dan memukulnya (tanpa
cidera atau bekas) ketika berumur 10 tahun- atau lebih- apabila mereka tidak
mengerjakannya. Dalam pelaksanaan metode ini diperlukan pengertian, kesabaran,
dan ketelatenan orang tua, pendidik dan dai terhadap anak atau peseta didiknya.
Dalam
hal ini penanaman iman kepada anak-anak antara lain dapat dialkukan dalam
bentuk pembiasaan. Dalam materi yang diajrkan setiap kali anak atau murid makan
dan berdo’a, mencuci tangan supaya bersih, bangun pagi, hidup teratur, dan
sebagainya. Pembiasaan tidaklah memerlukan keterangan atau argumen yang logis.
Pembiasaan akan berjalan dan berpengaruh kerena semata-mata kebiasaan itu.
Maksudnya, biasakanlah murid-murid kita dan tidak perlu benar dijelaskan
mengapa harus begitu. Biasakanlah bangun pagi, shalat subuh tidak kesiangan,
dan tidak perlu dijelaskan berulang-ulang mengapa harus begitu. Dengan
demikian, pembiasaan itu datangnya dari kebiasaan itu sendiri.
Secara
bahasa berasal dari kata biasa dalam kamus besar bahasa Indonesia biasa adalah
lazim atau umum dalam kaitanya dengan metode pengajaran keimanan pembiasaan
adalah sebuah cara yang dapat dilakukan oleh anak anak didik untuk berfikir
,bersikap dan bertindak sesuai dengan ajaran agama islam
Pembiasaan
dinilai sangat efektif jika dalam penerapanaya dilakukan oleh peserta didik
yang usianya masih kecil. Karena memiliki rekaman ingatan yang kuat dan kondisi
kepribadian yang belum matang, sehingga mereka mudah terlarut kedalam kebiasaan-kebjasaan
yang mereka lakukan sehari hari. Oleh karena itu sebagai awal dari proses
pendidikan pembiasaan merupakan cara yang sangat efektif dalam
menanamkannilai-nilai moral kedalam jiwa anak.
Dalam
teori perkembangan anak didik dikenal teori kovergen, dimana kepribadian anak
dapat dibentuk melalui oleh lingkunganya dan dengan mengembangkan potensi dasar
yang ada pada diri anak tersebut.potensi ini dapat menjadi penentu tingkah laku
anak (melalui proses)
Oleh
karena itu potensi dasarharus selalu di arahkan agar tujuan pendidikan dapat
tercapai dengan baik,salah satu cara untuk mengembangkan potensi dasar tesebut
melalui kebiasaan yang baik.
Sebagaimana
metode metode yang lain, metode pembiasaan memiliki kelebihan dan kekurangan.
Kelebihan
metode pembiasaan
1) Dapat
menghemat waktu dengan baik
2) Pembiasaan
tudak hanya bersifat lahiriah saja tetapi juga berhubungan dengan aspek
ruhaniah.
3) Pembiasaan
dalam catatan sejarah merupakan metode yang paling berhasil dalam pembentukan
Kelemahan metode pembiasaan
Kelemahan
metode ini adalah menumbuhkan tenaga pendidik yang benar benar dijadikan contoh
didalam penanamaan sebuah nilai kepada anak didik,oleh karena itu pendidik yang
dibutuhkan untuk mengaplikasikan pendekatan ini adalah pendidik pilihan yang
mampu menyelaraskan pendekatan dan perbuatan, sehingga pendidik tidak haanya
memberi kesan memberi nilai tetapi mampu menggambarkan nilai yang disampaikan
terhadap anak didik.
6. Metode
Keteladanan
Metode
ini merupakan metode yang paling unggul dan paling jitu dibandingkan
metode-metode lainnya. Melalui metode ini para orang tua, pendidik atau dai
memberi contoh atau teladan terhadap anak/peserta didiknya bagaiman cara
berbicara, berbuat, bersikap, mengerjakan sesuatu atau cara beribadah, dsb.
Melalui
metode ini maka anak atau peserta didik dapat melihat, menyaksikan dan meyakini
cara sebenarnya sehingga mereka dapat melaksanaknnya dengan lebih baik dan
lebih mudah. Metode keteladanan ini sesuai dengan sabda Rosulullah:
اِبْدَأْ بِنَفْسِكَ
“Mulailah dari diri
sendiri”
Maksud
hadist ini adalah dalam hal kebaikan dan kebenaran, apabila kita menghendak
orang lain juga mengerjakannya, maka mulailah dari diri kita sendiri untuk
mengerjakannya.
Dalam
pengajaran keimanan dengan menggunakan metode teladan ini, yaitu meneladani
kisah –kisah para nabi, rasul ataupun para sahabat. Misalnya saja pada masa
Nabi Ibrahim, yang mana nabi Ibrahim mencari tuhannya. Dengan cerita itu, maka
dapat menambah keyakinan makna adanya Allah.
Keteladanan
berasal dari kata teladan yang memiliki arti yang patut ditiru atau di
contoh.atau dapat di artikkan keteladanan adalah hal hal yang patut ditiru atau
di contoh oleh seseorang dari orang lain.namun keteladanan yang dimaksud disini
adalah keteladanan keteladanan yang dapat dijadikan sebagai alat pendidikan
keimanan.
7. Metode
Nasihat
Metode
inilah yang paling sering digunakan oleh para orang tua, pendidik dan da’i
terhadap peserta didik dalam proses pendidikannya. Memberi nasihat sebenarnya
merupakan kewajiban kita selaku muslim seperti tertera antara lain dalam Q.S
al- Ashar ayat 3, yaitu agar kita senantiasa memberi nasihat dalam hal
kebenaran. Rasulullah bersabda :
الدِّيْنُ النَّصِيْحَةُ
“Agama itu adalah
nasihat.”
Maksudnya
adalah agama itu berupa nasihat dari Allah bagi umat manusia melalui para nabi
dan rasul-Nya agar manusia hidup bahagia, selamat dan sejahtera di dunia serta
akhirat. Selain itu menyampaikan ajaran agama pun –bisa-dilakukan melalui
nasihat. Supaya nasihat ini dapat terlaksana dengan baik, maka dalam
pelaksanaannnya perlu memperhatikan beberapa hal, sebagai berikut :
a. Gunakan
kata dan bahasa yang baik dan sopan serta mudah dipahami.
b. Jangan
sampai menyinggung perasaan orang yang dinasehati atau orang disekitarnya.
c. Sesuaikan
perkataan kita dengan umur sifat dan tingkat kemampuan/ kedudukan anak atau orang
yang kita nasehati.
d. Perhatian
saat yang tepat kita memberi nasihat. Usahakan jangan menasehati ketika kita
atau orang yang dinasehati sedang marah.
e. Perhatikan
keadaan sekitar ketika memberi nasihat. Usahakan jangan dihadapan orang lain
atau-apalagi dihadapan orang banyak (kecuali ketika memberi ceramah/tausiyah.).
f. Beri
penjelasan, sebab atau kegunaan mengapa kitaperlu memberi nasihat.
g. Agar
lebih menyentuh perasaaan dan hati nuraninya, sertakan ayat-ayat al-qur’an,
hadist rasulullah atau kisah para nabi/ rasul, para sahabatnya atau orang-orang
yang shalih.
Metode pemberian
nasihat yang dijadikan sebagai metode dalam pengajaran keimanan, mempunyai
peran yang sangat penting. Nasihat-nasihat yang diberikan oleh guru dengan
memperhatikan kondisi dan situasi anak didiknya akan lebih meresap di hati.
Apalagi ketika guru menyelipkan ayat-ayat atau kisah-kisah orang shalih yang
sesuai dengan apa yang dialami anak didik. Hal ini dapat memupuk rasa keimanan
dalam diri anak.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Iman adalah
dasar seseorang menganut suatu agama. Dengan keimanan yang mengakar kuat pada
dirinya, orang tersebut mengakui keberadaan Tuhannya dan berperilaku sesuai dengan
apa yang dikehendaki agamanya. Inti dari Pendidikan agama Islam adalah
penanaman keimanan. Seorang guru agama harus menguasai metode-metode yang dapat
digunakan untuk meningkatkan keimanan peserta didik.
Ada beberapa
metode yang dapat diterapkan guru agama dalam mengajarkan materi agama Islam
yang menumbuhkan keimanan. Metode-metode tersebut antara lain :
1. Metode kisah Qur’ani Nabawi
2. Metode Amtsal
3. Metode Ibrah dan Mauizah
4. Metode targhib dan tarhib
5. Metode pembiasaan
6. Metode keteladanan
7. Metode nasehat
Apabila seorang
guru dapat menerapkan metode-metode tersebut dengan baik, maka insya Allah akan
dapat menumbuhkan keimanan dalam diri peserta didik.
DAFTAR
PUSTAKA
Abdul Fatah Abu Ghuddah. 2009. 40 Metode Pendidikan Dan Pengajaran Rosullulah. Bandung : Irsyad
Baitus Salam
Ahmad Tafsir. 2003. Metodologi Pengajaran Agama Islam. Bandung : PT Remaja Rosda Karya
Binti Maunah. 2009. Metodologi Pengajaran Agama Islam. Yogyakarta : Teras
Heri Jauhari Muchtar. 2005. Fikih Pendidikan. Bandung : PT Remaja Rosda Karya
Musman. 2009. Orientasi
Pendidikan Islam Dalam Berbagai Aspek Kehidupan.
Sukoharjo : Centre for developing academic quality
(CDAQ)
R. M. A. Hanafi. 2001. Pendidikan Agama Islam. Yogyakarta : Philosophy Pres
[1]
R. M. A. Hanafi. Pendidikan Agama Islam.
(Yogyakarta : Philosophy Press, 2001), hal. 98
[2]
Heri Jauhari Muchtar. Fikih Pendidikan.
(Bandung : PT Remaja Rosda Karya, 2005), hal. 87
[3]
Musman. Orientasi Pendidikan Islam Dalam
Berbagai Aspek Kehidupan. (Sukoharjo : Centre for developing academic
quality (CDAQ), 2009), hal. 65
[4]
Heri Jauhari Muchtar., Op. Cit, hal.
16
[5]
Musman, Op. Cit., hal. 4
[6]
Binti Maunah. Metodologi Pengajaran Agama
Islam. (Yogyakarta : Teras, 2009), hal. 71
[7]
Ibid., hal. 72
[8]
Heri Jauhari Muchtar, Op. Cit., hal.
220
[9]
Binti Maunah, Op. Cit., hal. 76
[10]
Abdul Fatah Abu Ghuddah. 40 Metode
Pendidikan Dan Pengajaran Rosullulah. (Bandung : Irsyad Baitus Salam,
2009), hal. 201-205
Tidak ada komentar:
Posting Komentar