KELEMBAGAAN DAKWAH DALAM MASYARAKAT
DAN NILAI-NILAI DASAR DAKWAH
D
I
S
U
S
U
N
OLEH :
KELOMPOK 3
NAMA : SITI KHOLIJAH
NIM : 14 304 0009
DOSEN PEMBIMBING :
Dr. SHOLEH FIKRI, M.Ag
NIP. 196606 06 200212 1
003
JURUSAN KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS DAKWAK DAN ILMU HUKUM
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
PADANGSIDIMPUAN
2016
KATA PENGANTAR
Puji dan puji
syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas rahmat, hidayah, dan
inayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah bahasa Indonesia
ini sesuai dengan batas waktu yang telah ditentukan. Tak lupa pula, penulis
kirimkan salam dan salawat kepada junjungan kita semua, Rasulullah Muhammad
SAW, keluarga, dan seluruh sahabatnya.
Makalah yang kami
susun ini berjudul Kelembagaan Dakwah dalam
Masyarakat dan niai-nilai dasar dakwah. Makalah ini hadir untuk
memenuhi tugas bahasa Indonesia yang diberikan oleh Dosen di kampus. Banyak
pihak yang telah membantu dalam proses penyelesaian makalah ini. Olehnya itu,
kami ucapkan banyak terimakasih. Kami menyadari, bahwa makalah ini masih jauh
dari kesempurnaan, olehnya itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari
para pembaca sekalian.
Besar harapan kami,
dengan hadirnya makalah ini dapat memberikan sumbangsih yang berarti demi
kemajuan ilmu pengetahuan bangsa.
Padangsidimpuan,
Oktober 2016
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................. i
DAFTAR ISI.............................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN......................................................................... 1
A.
Latar Belakang................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN........................................................................... 2
A. Nilai-Nilai Dasar Dakwah................................................................ 2
B. Pelembagaan
Dakwah...................................................................... 3
C. Peran
Lembaga Dakwah dalam Masyarakat ................................... 8
D. Konsep
dan Tujuan Dakwah Pengembangan Masyarakat Islam .... 9
BAB III PENUTUP................................................................................... 11
A.
Kesimpulan...................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Dakwah merupakan
suatu yang sangat urgen bagi keberlangsungan agama Islam sebab dakwah Islamiyah
telah dilaksanakan oleh Nabi dan diteruskan oleh para sahabat beliau wafat,
khalifah, dan akhirnya diikuti oleh para ulama yang notabenenya pewaris Nabi.
Berkembangnya Islam sampai saat ini, tidak dapat dipungkiri bahwa itu semua
berkat adanya aktivitas dakwah Islamiyah yang dilakukan oleh para juru dakwah
dan para ulama yang dengan semangat dan keikhlasannya mengembangkan agama Islam
kepada mereka yang belum memeluk agama Islam.
Menyiarkan suatu
agama harus dilakukan dengan sebaik-baiknya sehingga kegiatan dakwah untuk
menyiarkan agama tersebut dapat diterima dan dipeluk oleh umat manusia dengan
kemauan dan kesadaran hatinya, bukan dengan paksaan dan ikut-ikutan saja. Suatu
agama tak akan tegak tanpa adanya dakwah, suatu ideologi atau aliran tidak akan
tersebar dan tersiar tanpa adanya kegiatan untuk menyiarkannya. Rusaknya suatu
agama adalah karena pemeluknya meninggalkan dakwah.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Nilai-Nilai Dasar Dakwah
a. Definisi
Dakwah
Definisi
mengenai dakwah, telah banyak dibuat para ahli, di mana masing-masing definisi
tersebut saling melengkapi. Walaupun berbeda susunan redaksinya, namun maksud
dan makna hakikinya sama.[1]
Secara harfiah
(etimologi) kata dakwah mengandung arti antara lain: ajakan, panggilan, seruan,
permohonan (do’a), pembelaan, dan lain sebagainya.[2]
Secara konseptual, dakwah diarahkan pada usaha merubah sikap beragama dari
masyarakat penerima dakwah dan dalam pelaksanaannya dakwah dilakukan dengan
jiwa tulus serta ikhlas. Dalam Al-Qur’an terdapat ayat-ayat Al-Qur’an yang
menggambarkan idealisme dakwah yang bertujuan agar manusia mengikuti jalan
lurus yang telah digariskan oleh Allah SWT, sehingga mereka selamat dalam
kehidupan dunia dan akhirat.[3]
b. Elemen-elemen
Dakwah
Dalam suatu
aktivitas dakwah yang berupa ajakan, melahirkan suatu proses penyampaian,
paling tidak terdapat beberapa elemen yang harus ada. Elemen-elemen atau
unsur-unsur dakwah tersebut adalah:
-
Subjek Dakwah
-
Metode Dakwah
-
Media Dakwah
-
Materi Dakwah
-
Objek Dakwah[4]
-
Urgensi Dakwah
Setiap
penyelenggaraan dakwah harus mempunyai tujuan. Tanpa adanya tujuan tertentu
yang harus diwujudkan, maka penyelenggaraan dakwah tidak mempunyai arti
apa-apa.[5]
Secara umum tujuan dakwah adalah terwujudnya kebahagiaan dan kesejahteraan
hidup manusia di dunia dan di akhirat yang diridhai oleh Allah. Adapun tujuan
dakwah, pada dasarnya dapat dibedakan dalam dua macam tujuan, yaitu:
1. Tujuan
Umum, meliputi: nilai-nilai atau hasil akhir yang ingin dicapai atau diperoleh
oleh keseluruhan aktivitas dakwah.
2. Tujuan
Khusus, meliputi: mengajak umat manusia yang telah memeluk Islam untuk selalu
meningkatkan taqwanya kepada Allah; membina mental agama (Islam) bagi kaum yang
masih muallaf; dll.
c. Materi
Ajaran Dakwah
Banyak hal yang
dapat dimasukkan dalam materi ajaran Islam, namun dalam pengertian ini materi
ajaran Islam memiliki kesamaan dengan struktur ajaran Islam itu sendiri yaitu
akidah, syariat dan akhlak. Hal ini menandakan bahwa Islam merupakan ajaran
yang universal dan komprehensif, dibandingkan dengan ajaran yang lampau.
-
Akidah
-
Nilai, Moral, dan Etika
-
Syariat
-
Hubungan Akidah, Syariat, dan Akhlak
-
Akhlak[6]
B.
Pelembagaan
Dakwah
Lembaga adalah
badan (organisasi) yang tujuannya melakukan suatu penyelidikan keilmuan atau
melakukan suatu usaha.[7]
Sedangkan pengorganisasian adalah seluruh proses pengelompokan orang-orang,
alat-alat, tugas-tugas, tanggung jawab dan wewenang sedemikian rupa sehingga
tercipta suatu organisasi yang dapat digerakkan sebagai suatu kesatuan dalam
rangka mencapai suatu tujuan yang telah ditentukan.
Pengorganisasian
atau al-thanzhim dalam pandangan Islam bukan semata-mata merupakan wadah, akan
tetapi lebih menekankan bagaimana pekerjaan dapat dilakukan secara rapi,
teratur, dan sistematis. Hal ini sebagaimana diilustrasikan dalam surat
Ash-Shaff: 4
¨bÎ) ©!$# =Ïtä úïÏ%©!$# cqè=ÏG»s)ã Îû ¾Ï&Î#Î6y $yÿ|¹ Oßg¯Rr(x. Ö`»u÷Yç/ ÒÉqß¹ö¨B ÇÍÈ
Artinya :4. Sesungguhnya Allah menyukai orang yang
berperang dijalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti
suatu bangunan yang tersusun kokoh.
Pada proses
pengorganisasian ini akan menghasilkan sebuah rumusan struktur organisasi dan
pendelegasian wewenang dan tanggung jawab. Jadi, yang ditonjolkan adalah
wewenang yang mengikuti tanggung jawab, bukan tanggung jawab yang mengikuti
wewenang.
Tugas bagi para
da’i adalah merancang sebuah struktur organisasi yang memungkinkan mereka untuk
mengerjakan program dakwah secara efektif dan efisien untuk mencapai
sasaran-sasaran dan tujuan-tujuan organisasi. Ada dua poin yang harus
diperhatikan dalam pengorganisasian, yaitu:
1. Organizational
Design [desain organisasi]
2. Organizational
structure [struktur organisasi
Struktur
organisasi [organizational structure] adalah kerangka kerja formal organisasi
yang dengan kerangka itu tugas-tugas jabatan dibagi-bagi, dikelompokkan, dan
dikoordinasikan. [The way in which an organization’s activities are divided
organized, and coordinated].
Jadi,
pengorganisasian dakwah itu pada hakikatnya adalah sebagai tindakan
pengelompokan, seperti subjek, objek dakwah, dan lain-lain.[8]
a. Pola-Pola
Lembaga Dakwah
Dakwah
senantiasa berhadapan dengan berbagai tantangan yang tidak ringan. Karena itu,
agar dakwah dapat berjalan dan tujuan dakwah tercapai, maka diperlukan strategi
yang tepat demi kelancaran dan keberhasilan usaha dakwah tersebut.[9]
Berikut bentuk
atau pola organisasi dakwah yang dapat diterapkan demi kelancaran dan
keberhasilan dakwah.
1) Spesialisasi Kerja
Manajemen
spesialisasi kerja diartikan sebagai tingkat kemampuan seseorang dalam
melakukan pekerjaan yang ditekuninya, dan tugas-tugas organisasi dibagi menjadi
pekerjaan-pekerjaan terpisah. “pembagian kerja”. Hakikat spesialisasi kerja
adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh seorang individu akan menjadi lebih
baik jika pekerjaan tersebut dipecah-pecah menjadi sejumlah langkah, dan tiap
langkah diselesaikan oleh seorang individu yang berlainan. [10]
Di
samping itu, yang juga penting adalah pelatihan bagi para da’i untuk
memperjelas spesialisasinya agar lebih efisien dan lebih mudah dalam melatih
dan mengarahkannya untuk melakukan tugasnya dari sudut pandang organisasi.
Spesialisasi kerja ini juga merupakan sebuah mekanisme pengorganisasian
sekaligus merupakan sumber produktivitas para da’i.[11]
2) Departementalisasi Dakwah
Setelah
unit kerja dakwah dibagi-bagi melalui spesialisasi kerja, maka selanjutnya
diperlukan pengelompokan pekerjaan-pekerjaan yang diklasifikasikan melalui
spesialisasi kerja, sehingga tugas yang sama atau mirip dapat dikelompokkan
secara bersama-sama, sehingga dapat dikoordinasikan. Namun perlu
diperhatikan, bahwa masing-masing kegiatan individu tersebut saling mengisi dan
berhubungan sebagai suatu tim yang sama pentingnya dan masing-masing tidak
lepas dari kerja sam tim [team work].
Pada
tataran ini, secara historis pengelompokan kegiatan kerja dakwah adalah menurut
fungsi yang dilakukan atau departementalisasi fungsional. Kelebihan atau
keuntungan dari departementalisasi dakwah adalah akan memperoleh efisiensi dan
mempersatukan orang-orang yang memiliki keterampilan-keterampilan, pengetahuan,
dan orientasi yang sama ke dalam unit-unit yang sama.[12]
3) Rantai Komando
Rantai
komando adalah sebuah gariss wewenang yang tidak terputus yang membentang dari
tingkat atas organisasi terus sampai tingkat paling bawah dan menjelaskan hasil
kerja dakwah ke departemen masing-masing. Rantai ini akan memberikan sebuah
kemudahan bagi para da’i untuk menentukan siapa yang harus dituju jika mereka
menemui permasalahan dan juga kepada siapa da’i tersebut bertanggung jawab.
Dalam rantai komando ini tidak terlepas dari tiga konsep, yaitu:
-
Wewenang
-
Tanggung jawab; dan
-
Komando
4) Rentang Kendali
Rentang
kendali merupakan konsep yang merujuk pada jumlah bawahan yang dapat
disupervisi oleh seorang manajer secara efisien dan efektif. Urgensinya, konsep
rentang kendali dalam pengorganisasian dakwah ini karena dapat menentukan
jumlah tingkatan dan kuantitas manajer yang dimiliki oleh organisasi dakwah
tersebut.
Para
manajer dakwah perlu memperhatikan mengenai rentang kendali yang lebih luas
manakala para pelaku dakwah [da’i] dapat professional mengenal profesi mereka
lebih mendalam dan intens. Penggunaan rentang kendali yang lugas dan konsisten
ini dapat mengurangi pembengkakan biaya, menekan overhead, mempercepat
pengambilan keputusan, meningkatkan keluwesan, dan mendekatkan mad’u.[13]
5) Sentralisasi dan Desentralisasi
Sentralisasi
diartikan sebagai kadar sampai di mana pengambilan keputusan terkonsentrasi
pada hierarki/ tingkat atas organisasi. Konsep ini hanya menyangkut pada
wewenang formal, yaitu hak-hak yang inhern dalam posisi seseorang.
Sementara desentralisasi adalah pengertian terbalik dalam artian pengalihan
wewenang untuk membuat keputusan ke tingkat yang lebih rendah dalam suatu
organisasi.
Kedua
konsep tersebut secara aplikatif bersifat relative dan absolut, sehingga dapat
diterjemahkan bahwa sebuah organisasi itu tidak sepenuhnya tersentralisasi dan
terdesentralisasi. Karena fungsi organisasi secara efektif akan terhambat jika
semua keputusan hanya diambil oleh segelintir manajemen puncak dan mereka pun
tidak dapat berfungsi secara efektif apabila semua keputusan dilimpahkan pada
anggota-anggota lainnya [tingkat bawah].[14]
Agar organisasi dakwah lebih fleksibel dan tanggap terhadap realitas yang
terjadi dalam masyarakat [mad’u], maka para pelaku dakwah [da’i] lebih
cenderung untuk melakukan desentralisasi pengambilan keputusan. Karena secara
aplikatif mereka lebih dekat dan mengetahui kondisi mad’u, dengan kata
lain, para da’i berdasarkan pengamatan lapangan yang bersifat empiris lebih
mengetahui secara mendetail mengenai problem yang berkembang dan cara terbaik
untuk pemecahannya daripada atasan.[15]
6) Formalisasi Dakwah
Formalisasi
dakwah adalah sejauh mana pekerjaan atau tugas-tugas dakwah dalam sebuah
organisasi dakwah dibakukan dan sejauh mana tingkah laku, skill, dan
keterampilan para da’i dibimbing dan diarahkan secara procedural oleh
peraturan. Jika suatu pekerjaan diformalkan, maka pelaksanaan pekerjaan
tersebut memiliki kualitas keluasan yang minim mengenai apa yang harus
dikerjakan. Hal ini dimaksudkan agar para da’i diharapkan senantiasa melakukan
aktivitas dakwah secara aktif dan konsisten sesuai prosedural.
Dalam
sebuah organisasi dengan tingkat formalisasi yang tinggi, terdapat uraian
pekerjaan yang tegas, banyak peraturan organisasi, serta prosedur yang telah
dirumuskan secara jelas pula. Dari formalisasi yang tinggi ini terdapat job-description
yang eksplisit, banyak aturan organisasi yang terdefinisi secara jelas yang
meliputi proses kerja dalam organisasi. Sebaliknya jika formalisasi itu rendah,
maka perilaku kerja cenderung untuk tidak terprogram dan para anggota lebih
banyak memiliki keluasan dalam menjalankan kerja.[16]
Apabila
dalam formalisasi sangat terbatas, maka aktivitas da’i akan cenderung relative
tidak terstruktur dan para da’i juga akan lebih banyak memiliki kebebasan untuk
berimprovisasi tentang bagaimana cara mereka melakukan pekerjaan. Betapa tidak,
kebebasan seseorang untuk berekspresi dan berimprovisasi dalam tugas-tugasnya
itu berbanding terbalik dengan porsi aktivitas dalam tugas yang telah
terprogram sebelumnya oleh organisasi tersebut. Karena semakin besar standar
sebuah organisasi, maka semakin kecil masukan yang dimiliki oleh anggota
mengenai bagaimana pekerjaan itu harus diselesaikan. Pada intinya, para da’i
memiliki kebebasan untuk berekspresi, berinisiatif dan berimprovisasi sepanjang
masih dalam koridor aturan organisasi tersebut.[17]
C.
Peran
Lembaga Dakwah dalam Masyarakat
Diketahui bahwa
ruang lingkup dakwah dan sasarannya itu amat luas, sebab ia meliputi semua
aspek kehidupan umat manusia, baik kehidupan jasmani maupun rohani dalam
mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan hidup di dunia maupun akhirat.
Maka untuk
melaksanakan tugas mulia dan besar itu diperlukan kumpulan para da’i dalam
suatu wadah organisasi dakwah agar menjadi mudah pelaksanaannya. Hal ini
disebabkan karena tindakan-tindakan atau kegiatan-kegiatan dakwah dalam tugas
yang lebih terperinci, serta diserahkan pelaksanaannya kepada beberapa orang
yang akan mencegah timbulnya akumulasi pekerjaan hanya pada diri seseorang
pelaksana saja.
Selanjutnya
dengan pengorganisasian, kegiatan-kegiatan dakwah yang dirinci akan memudahkan
pemilihan tenaga-tenaga yang diperlukan untuk melaksanakan tugas-tugas tersebut,
serta sarana atau alat yang dibutuhkan. Pengorganisasian tersebut akan
mendatangkan keberuntungan berupa terpadunya berbagai kemampuan dan keahlian
dari pada pelaksana dakwah dalam satu kerangka kerjasama dakwah yang semuanya
diarahkan pada sasaran yang telah ditentukan.[18]
Adapun peran
lainnya sebagai lembaga dakwah adalah:
-
Menebar pemikiran dan dakwah
-
Mengembangkan kemampuan SDM para kader
dakwah
-
Pelembagaan yang professional dan
kompeten pada bidangnya
-
Menghimpun tokoh dan pakar yang siap
memberikan kontribusi dan pemikiran serta pengaruh bagi kepentingan dakwah
-
Mencetak kader-kader yang kredibel
-
Pemerkuat basis social
-
Melayani, melindungi, serta
memberdayakan masyarakat.
D.
Konsep
dan Tujuan Dakwah Pengembangan Masyarakat Islam
Ada beberapa
konsep dan tujuan pengembangan masyarakat Islam yang dinukilkan Ibnu Khaldun di
dalam karya tulisnya yaitu:
1) Individu:
Dalam pemikiran sosiologis, Ibnu Khaldun menjelaskan bahwa manusia itu secara
individu diberikan kelebihan. Namun secara qudroti manusia memiliki kekurangan
dan kelemahan di samping kelebihan yang dimiliki. Sehingga kelebihan itu perlu
dibina agar dapat mengembangkan potensi peribadi untuk dapat membangun.
2) Ashabiyah:
atau yang bisa juga disebut kekeluargaan merupakan sebuah kekuatan atas
pertalian darah. Setiap patriotisme (solidaritas kekeluargaan). Sikap
kekeluargaan ini jika dibina dan diarahkan kepada penanaman jiwa keagamaan maka
akan menghasilkan sikap yang positif mengarah kepada sikap religius untuk
menjalankan amar ma'ruf dan nahi munkar.
3) Masyarakat
Ijtima' al-Insani: dengan sikap saling membutuhkan, tolong menolong dan
solidaritas maka terciptalah sistem sosial masyarakat yang tergabung dalam
al-ijtima' al insani.Berkaitan dengan pengembangan masyarakat Islam maka
masyarakat di sini diarahkan kepada terbentuknya masyarakat yang Islami.
4) Negara:
Negara dalam konteks ini adalah merupakan suatu wadah dan alat baik melalui
pemimpin, konstitusi ataupun undang-undang untuk menciptakan tatanan masyarakat
yang ideal sesuai dengan ajaran Islam.
5) Peradaban:
tujuan akhir dari pengembangan masyarakat Islam adalah terwujudnya masyarakat
madani (civil society), dengan nilai-nilai peradaban yang tinggi, menjunjung
tinggi nilai-nilai keadilan, demokratisasi, inklusivisme, independent, makmur
dan sejahtera.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Keberlangsungan
peradaban Islam di dunia sangat ditentukan oleh aktivitas dakwah. Seiring
dengan meluasnya wilayah Islam dan dengan bertambah banyaknya umat Islam, maka
kegiatan dakwah perlu diorganisir dengan baik. Hal ini terbukti dengan
tumbuhnya lembaga-lembaga dakwah yang turut mensuksekan penyebaran agama Islam.
Apabila dakwah
tidak terorganisir dengan baik, bukan tidak mungkin proses penyebaran Islam
akan menjadi kacau. Karena setiap kemampuan dan kaehlian yang dimiliki oleh
kader dakwah tidak mendapatkan tempat yang tepat. Dengan adanya lembaga dakwah,
yang terdiri dari organisasi-organisasi dakwah, akan memudahkan mencapai tujuan
dari dakwah itu sendiri, yakni memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat.
DAFTAR
PUSTAKA
Amin, Samsul Munir. 2009. Ilmu Dakwah. Jakarta: Amzah.
Hasanah, Hasyim. 2013. Pengantar Studi Islam.
Yogjakarta: Penerbit Ombak.
Munir, M. dan Wahyu Ilaihi. 2009. Manajemen
Dakwah. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Pimay, Awaludin. 2005. Paradigma Dakwah Humanis.
Semarang: RaSAIL.
Tim Redaksi KBBI. 2005. Kamus Besar Bahasa
Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Balai Pustaka
[1]
Drs. Samsul Munir Amin, M.A., Ilmu Dakwah, (Jakarta: Amzah, 2009), hlm.
2
[2]
Dr. H. Awaluddin Pimay, Lc., M.Ag., Paradigma Dakwah Humanis, (Semarang:
RaSAIL. 2005), hlm. 13
[3]
Ibid., hlm. 19
[4]
Drs. Samsul Munir Amin, M.A., Op. Cit, hlm. 15
[5]
Drs. Samsul Munir Amin, M.A., Op. Cit, hlm. 58
[6]
Hasiym Hasanah, M.S.I., Pengantar Studi Islam, (Yogjakarta: Penerbit
Ombak, 2013), hlm vii
[7]
Tim Redaksi KBBI, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Departemen
Pendidikan Nasional Balai Pustaka, 2005), hlm. 655
[8]
M. Munir, S.Ag, M.A. dan Wahyu Ilaihi, S.Ag, M.A., Manajemen Dakwah, (Jakarta:
Kencana Prenada Media Group, 2009), hlm. 119
[9]
Dr. H. Awaluddin Pimay, Lc., M.Ag., Op. Cit., hlm. 149
[10]
M. Munir, S.Ag, M.A. dan Wahyu Ilaihi, S.Ag, M.A., Op. Cit, hlm. 121
[11]
M. Munir, S.Ag, M.A. dan Wahyu Ilaihi, S.Ag, M.A., Op. Cit, hlm. 122
[12]
M. Munir, S.Ag, M.A. dan Wahyu Ilaihi, S.Ag, M.A., Op. Cit, hlm. 126
[13]
M. Munir, S.Ag, M.A. dan Wahyu Ilaihi, S.Ag, M.A., Op. Cit, hlm. 129
[14]
M. Munir, S.Ag, M.A. dan Wahyu Ilaihi, S.Ag, M.A., Op. Cit, hlm. 129
[15]
M. Munir, S.Ag, M.A. dan Wahyu Ilaihi, S.Ag, M.A., Op. Cit, hlm. 129
[16]
M. Munir, S.Ag, M.A. dan Wahyu Ilaihi, S.Ag, M.A., Op. Cit, hlm. 130
[17]
M. Munir, S.Ag, M.A. dan Wahyu Ilaihi, S.Ag, M.A., Op. Cit, hlm. 132
[18]
Drs. Samsul Munir Amin, M.A., Ilmu Dakwah, (Jakarta: Amzah, 2009), hlm.
134
Tidak ada komentar:
Posting Komentar