ANATOMI DAN DESAIN KURIKULUM
D
I
S
U
S
U
N
Oleh:
NAMA
NIM
1.
MARINI AMELIA
SUGESTI 1420100047
2.
UFAH CHAIRUNNISA 1420100070
Dosen Pengampu:
HAMDAN HASIBUAN, M.Pd
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
PADANGSIDIMPUAN
T.A 2016/2017
KATA PENGANTAR
Syukur
kehadirat Tuhan Yang Maha Esa senantiasa selalu memberikan taufiq dan hidayah
sehingga kita diberikan kesehatan maupun kesempatan dalam memberikan dorongan
dan motivasi sehingga terselesainya tugas ini.
Makalah
ini dibuat untuk memenuhi tugas dari bapak Hamdan Hasibuan, M.Pd. Sebagai salah
satu tugas mata kuliah Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum.
Melalui
makalah ini, kami mencoba menyajikan konsep dalam kurikulum dengan makalah yang
berjudul “Anatomi Dan Desain Kurikulum”. Isi makalah ini kami kutip dari
beberapa artikel di internet dan makalah yang berjudul “Konsep Pengembangan
Kurikulum “.
Ucapan terimakasih kami sampaikan kepada
bapak Hamdan hasibuan, M.Pd selaku dosen mata kuliah dasar-dasar Pengembangan
Kurikulum yang telah membimbing kami sehingga makala ini dapat kami selesaikan
denagn lancar. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kami khususnya dan bagi
pembaca pada umumnya.
Padangsidimpuan, Oktober 2016
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................ i
DAFTAR ISI............................................................................................... ii
BAB I
PENDAHULUAN.......................................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................................................ 1
BAB II
PEMBAHASAN............................................................................ 2
A. Anatomi
dan Desain Kurikulum...................................................... 2
B. Anatomi
Kurikulum......................................................................... 3
C. Komponen
Kurikulum..................................................................... 4
D. Desain
Kurikulum............................................................................ 11
BAB III PENUTUP.................................................................................... 17
A. Kesimpulan...................................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 18
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Dalam banyak
literatur kurikulum diartikan sebagai suatu dokumen atau rencana tertulis
mengenai kualitas pendidikan yang harus dimiliki oleh peserta didik melalui
suatu pengalaman belajar. Kurikulum juga dapat dartikan sebagai dokumen
tertulis dari suatu rencana atau program pendidikan (written curriculum), dan
juga sebagai pelaksanaan rencana diatas (actual curriculum).
Kurikulum
seperti pengertiannya ruang lingkupnya mencakup lingkup sempit maupun lingkup
luas. Kurikulum dalam cakupan luas yaitu sebagai program pengajaran pada satu
jenjang pendidikan, sedangkan kurikulum dalam cakupan sempit seperti program
pengajaran suatu mata pelajaran untuk beberapa jam mata pelajaran.
Desain kurikulum
akan sangat diperlukan. Desain kurikulum menggambarkan pola organisasi dari
komponen – komponen kurikulum dengan perlengkapan penunjangnya. Komponen kurikulum haruslah berjalan hierarkis dan
saling berhubungan antara yang satu dengan yang lain. Komponen kurikulum
tersebut bukan hanya menjadi wacana yang kita pelajari secara teoritis. Tetapi
harus diaplikasikan dalam dunia sesungguhnya.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Anatomi
dan Desain Kurikulum
Kurikulum
merupakan salah satu perangkat yang harus ada dalam suatu lembaga pendidikan.
Kurikulum memegang peranan yang cukup strategis dalam mencapai tujuan
pendidikan, baik itu pendidikan umum maupun pendidikan agama. Sedangkan Tujuan
kurikulum dirumuskan berdasarkan perkembangan tuntutan, kebutuhan dan kondisi
masyarakat serta didasari oleh pemikiran-pemikiran yang terarah pada pencapaian
nilai-nilai filosofis, terutama falsafah negara.
Sedangkan Tujuan
kurikulum dirumuskan berdasarkan perkembangan tuntutan, kebutuhan dan kondisi
masyarakat serta didasari oleh pemikiran-pemikiran dan terarah pada pencapaian
nilai-nilai filosofis, terutama falsafah negara. Kurikulum sebagai salah satu
komponen pendidikan sangat berperan dalam mengantarkan pada tujuan pendidikan
yang diharapkan. Untuk itu kurikulum merupakan kekuatan utama yang mempengaruhi
dan membentuk proses pembelajaran. Kesalahan dalam penyusunan kurikulum akan
menyebabkan kegagalan suatu pendidikan dan penzoliman terhadap peserta didik.[1]
Dalam hal
penyusunan kurikulum, Herman H. Horne[2]
memberikan dasar bagi penyusunan kurikulum menjadi tiga bahagian, diantaranya
adalah:
1.
Dasar Psikologis, digunakan untuk
memenuhi dan mengetahui kemampuan yang diperoleh dan kebutuhan peserta didik (the ability and need of children).
2.
Dasar sosiologis, digunakan untuk
mengetahui tuntutan masyarkat (the
legitimate demands of society) terhadap pendidikan.
3.
Dasar filosofis, digunakan untuk
mengetahui nilai yang akan dicapai (the
kind of universe in which we live).
Berdasarkan tiga dasar diataslah sebuah kurikulum
disusun dan dikembangkan kembali. Namun demikian dalam hal penyusunan kurikulum
pendidkan islam belumlah lengkap apabila hanya didasarkan pada tiga dasar
diatas, sebab dalam pendidikan islam ada usaha-usaha yang dilakukan untuk
mentransfer dan menanamkan nilai-nilai agama sebagai titik central tujuan dan
proses pendidikan islam.[3] Dengan
demikian usaha-usaha yang dilakukan untuk mencapai tujuan pendidikan islam akan
dapat dilaksanakan dengan baik, serta tidak mengurangi nilai-nilai islam dalam
kurikukulum tersebut. Usaha-usaha ini akan tercapai apabila adanya kesungguhan
dari para pendidik dan tanpa mengurangi dasar-dasar penyusunan kurikulum yang
sudah ada. Makalah ini akan dijelaskan tetang anatomi kurikulum,
komponen-komponen kurikulum, dan desain kurikulum.
B.
Anatomi
Kurikulum
Anatomi berasal
dari bahasa Yunani anatomia, dari anatemnein, yang berarti memotong atau
kemudian akan lebih tepat dalam pokok bahasan ini kita sebut atau kita artikan
dengan menggunakan arti struktur atau susunan atau juga bagian atau komponen.
Kurikulum merupakan salah satu komponen yang
memiliki peran penting dalam system pendidikan, sebab dalam kurikulum bukan
hanya dirumuskan tentang tujuan yang harus dicapai sehingga memperjelas arah
pendidikan, akan tetapi juga memberikan pemahaman tentang pengalaman belajar
yang harus dimiliki oleh setiap siswa. Oleh karena begitu pentingnya fungsi dan
peran kurikulum, maka setiap pengembangan kurikulum pada jenjang manapun harus
didasarkan pada azas-azas tertentu.[4]
Anatomi
kurikulum dapat dirumuskan menjadi empat bagian, yaitu, pertama, Tujuan yang
akan dicapai, kedua Proses dalam pembelajaran, ketiga Materi yang akan
disampaikan, keempat Evaluasi. Dari keempat rumusan ini salingketerkaitan
antara satu dengan yang lainnya. Tujuan yang akan dicapai harus sesuai dengan
dengan proses yang akan dilakukan, materi yang akan disampaikan juga tidak
terlepas dari proses dan tujuan akan akan dicapai dalam suatu kurikulum. Dengan
demikian evaluasi akhir dari rumusan tersebut terdapat timbal balik yang
relevan terhadap pengembangan kurikulum selanjutnya.
Tujuan Akan
mengarahkan semua kegiatan pengajaran dan mewarnai komponen-komponen kurikulum
lainnya. Sedangkan rumusan tujuan didasarkan kepada, pertama, Perkembangan
tuntutan, kebutuhan, dan kondisi masyarakat, kedua, Pencapaian nilai-nilai
filosofis terutama falsafah negara (Tujuan Pendidikan Nasional).
Lias Hasibuan[5]
mengemukakan beberapa prinsip dalam pengembangan kurikulum, yaitu:
1. Prinsip
berorientasi pada tujuan
2. Prinsip
Relevansi
3. Prinsip
Efesiensi.
4. Prinsip
Fleksibilitas.
5. Prinsip
Integritas.
6. Prinsip
Kontinuitas.
7. Prinsip
Sinkronisasi.
8. Prinsip
Obyektivitas.
9. Prinsip
Demokratis.
C.
Komponen
Kurikulum
Komponen adalah
bagian integral dan fungsional yang tidak bisa dipisahkan dari suatu system
kurikulum, karena komponen itu sendiri mempunyai peranan dalam pembentukan
system kurikulum. Sebagai sebuah system, kurikulum memiliki komponen-komponen.
Komponen-komponen kurikulum dari suatu sekolah dapat didentifikasi secara mudah
dengan mengkaji buku atau dokumen kurikulum itu sendiri. Dari isi dokumen
kurikulum dapat diketahui komponen-komponen apa saja yang membentuk system
kurikulum.[6]
Wina Sanjaya[7]
mengemukakan bahwa kurikulum merupakan suatu system yang memiliki
komponen-komponen tertentu. Manakala salah satu komponen yang membentuk system
kurikulum terganggu atau tidak berkaitan dengan komponen lainnya, maka system
kurikulumpun akan terganggu pula. Komponen-komponen yang membentuk system
kurikulum dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
-
Evaluasi
-
Isi
-
Tujuan
-
Metode
Dari penjelasan
diatas dapat jelaskan bahwa, komponen kurikulum terdiri dari empat bagian yang
saling terhubung dan terkait satu sama lainnya. Bagian tersebut adalah komponen
tujuan, isi kurikulum, motode atau strategi pencapaian kurikulum, dan komponen
evaluasi.
1. Komponen
Pengembangan tujuan kurikulum.
Komponen tujuan
merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam pengembangan kurikulum.
Kurikulum menurut Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang system pendidikan
nasional adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan dan isi atau
bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan
kegiatan belajar mengajar.[8]
Wina Sanjaya[9]
mengemukakan beberapa alasan mengapa tujuan perlu dirumuskan dalam kurikulum.
Pertama, Tujuan erat kaitannya dengan arah dan sasaran yang harus dicapai oleh
setiap upaya pendidikan. Kurikulum merupakan alat untuk mencapai tujuan
pendidikan, dengan demikian perumusan tujuan merupakan salah satu komponen yang
harus ada dalam sebuah kurikulum. Kedua, melalui tujuan yang jelas, maka dapat
membantu pengembang kurikulum dalam mendesain model kuriukulum yang dapat
digunakan bahkan akan membantu guru dalam mendesain system pembelajaran.
Ketiga, tujuan kurikulum yang jelas dapat digunakan sebagai control dalam
menentukan batas-batas dan kualitas pembelajaran.
Pencapaian
komponen tujuan kurikulum akan menjadi sangat penting karena pencapaian
komponen tujuan ini berakibat langsung terhadap pencapaian tujuan-tujuan
pendidikan selanjutnya.[10]
a) Klasifikasi
Tujuan.
Menurut
Bloom[11]
bentuk prilaku sebagai tujuan yang harus dirumuskandapat digolongkan kedalam
tiga klasifikasi atau tiga domain (bidang), yaitu domain kognitif, domain
afektif, dan domain psikomotor.
1) Domain
kognitif.
Domain kognitif adalah tujuan
pendidikan yang berhubungan dengan kemampuan intelektual atau kemampuan
berfikir seperti kemampuan mengingat dan kemampuan memecahkan masalah, domain
kognitif terdiri dari enam tingkatan yaitu:
-
Pengetahuan (knowledge).
-
Pemahaman.
-
Penerapan.
-
Analisa.
-
Sintesis.
-
Evaluasi.
2) Domain
afektif.
Domain afektif berkenaan dengan
sikap, nilai-nilai dan apresiasi. Domain ini merupakan kelanjutan dari domain
kognitif. Krathwohl[12]
mengemukakan bahwa domain afektif memiliki beberapa tingkatan, yaitu:
-
Penerimaan.
-
Merespon.
-
Menghargai.
-
Mengorganisasi.
-
Karakterisasi nilai.
3) Domain
psikomotor.
Domain psikomotor dalah tujuan yang
berhubungan dengan kemampuan keterampilan seseorang. Domain ini dapat dibagi
kedalam enam bangian, 1. Gerak reflex. 2. Keterampilan dasar. 3. Keterampilan
perceptual. 4. Keterampilan fisik. 5. Gerakan keterampilan. 6. Komunikasi
nondiskursif.
b) Hirarkis
Tujuan.
Dilihat
dari hirakisnya tujuan pendidikan terdiri atas tujuan yang sangat umum sampai
dengan tutjuan khusus yang bersifat spesifik dan dapat diukur. Tujuan yang
bersifat umum sampai dengan bersifat khusus dapat diklasifikasikan menjadi
emapat bagian yaitu: pertama, Tujuan Pendidikan Nasional (TPN), mencakup tujuan
jangka panjang, tujuan ideal pendidikan Bangsa Indonesia. Kedua, Tujuan
Institusional (TI), mencakup sasaran pendidikan sesuatu lembaga pendidikan.
Ketiga, Tujuan Kurikuler (TK), mencakup tujuan yang ingin dicapai oleh sesuatu
program studi. Keempat, Tujuan Instrkuksional atau tujuan pembelajaran (TP),
mencakup target yang harus dicapai oleh sesuatu mata pelajaran[13].
Hubungan tujuan umum sampai ke tujuan khusus dapat dilihat dibawah ini:
-
Tujuan Pendidikan Nasional
-
Tujuan Institusional
-
Tujuan Pembelajaran
-
Tujuan Kurikuler
-
Arah Pencapaian Tujuan
-
Arah Penjabaran Tujuan
2. Komponen
Pengembangan materi kurikulum.
Pengembangan
materi kurikulum pada hakikatnya adalah mengembangkan materi pembelajaran yang
diarahkan untuk mencari tujuan pembelajaran. Materi pembelajaran merupakan
perangkat untuk mempermudah pemahaman suatu materi pembelajaran. Kekeliruan
dalam memilih materi pembelajaran dapat menghamabt proses pembelajaran dan
pencapaian tujuan pembelajaran. Dengan demikian komponen pengembangan materi
kurikulum sangat berpengaruh kepada tujuan pembelajaran yang akan dilakukan
dalam kelas. Pemilihan materi ajar dalam kurikulum merupakan hal mutlak dalam
komponen ini.
Materi
pembelajaran (instructional materials) adalah pengethuan, sikap, dan
keterampilan yang harus diketahui dan dimiliki peserta didik dalam rangka
mencapai kemampuan atau kompetensi yang telah ditentukan.[14]
Wina Sanjaya[15]
mengemukakan bahwa bahan atau materi kurikulum (curriculum materials) adalah
isi atau muatan kurikulum yang harus dipahami siswa dalam uapay mencapai tujuan
kurikulum. Komponen materi merupakan bahan-bahan kajian yang terdiri dai ilmu
pengetahuan, nilai, pengalaman, dan keterampilan yang dikembangkan kedalam
proses pembelajaran guna mencapai komponen tujuan.[16]
Kompenen pengembangan materi yang akan dikembangkan dalam bahan ajar merupakan
factor penting dalam mencapai tujaun yang telah ditentukan. Ini bertujuan untuk
memberikan pemahaman terhadap siswa tentang apa yang disampaikan oleh seorang
guru dalam mencapai tujuan pembelajaran yang terdapat didalam kurikulum yang
sudah tersusun.
Dalam mengembangkan
komponen materi, perlu diperhatikan sumber-sumber pengembangan materi yang
dimaksudkan dalam suatu kurikulum.
1) Sumber-sumber
materi kurikulum.
a) Masyarakat
sebagai sumber kurikulum.
Sekolah berfungsi untuk
mempersiapkan anak didik agar dapat hidup ditenagah-tengah masyarakat.
Kebutuhan masyarakat yang harus diperhatikan dalam pengembangan kurikulum
meliputi masyarakat dalam lingkungan sekitar (local), masyarakat dalam tatanan
nasional dan masyarakat global. Sumber-sumber materi kurikulum selain bersumber
dari tatanan kehidupan global dan nasional, materi juga harus bersumber dari
masyarakat sekitar. Secara khusus masyarakat local memiliki budaya (kearifan
local) tersendiri dimana kurikulum tersebut diberlakukan. Hal ini cukup
penting, karena bagaimanapun juga kearifan local merupakan bahagian penting
dalam memajukan proses pendidikan yang akan diselenggarakan. Disamping itu juga
mengajarkan kepada peserta didik akan pentingnya kearifan local sebagai Soko
Guru kebudayaan nasional.[17]
b) Siswa
sebagai sumber kurikulum.
Ada beberapa hal yang harus
diperhatikan dalam perumusan isi kurikulum yang berkaitan dengan siswa, yakni:
-
Kurikulum sebabaiknya disesuaikan dengan
perkembangan anak.
-
Isi kurikulum sebaikanya mencakup
keterampilan, pengetahuan dan sikap yang dapat digunakan siswa dalam
pengalamannya sekarang dan juga berguna menghadapi kebutuhannya pada masa yang
akan datang.
-
Siswa hendakany didorong untuk belajar
berkat kegiatannya sendiri.
-
Apa yang dipelajari siswa hendaknya
sesuai dengan minat dan keinginan siswa.[18]
c) Ilmu
pengetahuan sebagai sumber kurikulum.
2) Tahap
penyeleksian materi kurikulum.
Penyeleksian
merupakan langkah-langkah yang harus dilaksanakan dalam pengembangan materi kurikulum.
Penyeleksian dimaksud mencakuap, Pertama, Identifikasi kebutuhan (need
assesement), Kedua, mendapatkan bahan kurikulum (assess the curriculum
materials), Ketiga, Analisis bahan (analyze the materials), Keempat, penilaian
bahan kurikulum (appraisal of curriculum materials), Kelima, membuat keputusan
mengadopsi bahan (make anadoption decision).
3) Jenis-jenis
materi kurikulum.
Jenis materi
kurikulum yang haru sdipelajari siswa terdiri dari fakta, konsep, prinsip,
hokum, dan keterampilan. Fakta adalah sifat atau suatu gejala, peristiwa,
benda, yang wujudnya dapat ditangkap oleh panca indra, sedangkan fakta
merupakan pengetahuan yang berhubungan dengan data-data spesifik (tunggal) baik
yang telah maupun yang sedang terjadi yang dapat diuji atau diobservasi.
4) Kriteria
Penetapan materi kurikulum.
Ada beberapa pertimbangan dalam
menetapkan materi kurikulum yang ditinjau dari sudut siswa, yakni: Pertama,
Tingkat kematangan siswa, Kedua, Tingkat pengamalan anak, Ketiga, tahap
kesulitan materi.[19]
3. Komponen
Metode.
Komponen
metode dapat dibagai kedalam dua bahaagian, (a). metode dalam pengertian luas
tidak hanya sekedar metode mengajar saja akan tetapi menyangkut strategi
pembelajaran, serta membangun nilai, pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan
pada diri anak didik, (b). metode dalam pengertian sempit adalah berupa
penggunaan salah satu cara dalam mengajar atau belajar.[20]
4. Komponen
Evaluasi.
Evaluasi adalah
tindakan yang dilakukan untuk mengetahui hasil pengajaran pada khususnya dan
hasil pendidikan pada umumnya. Selain itu evaluasi juga berguna bagi perbaikan
pengajaran (evaluasi sebagai feed back).[21]
Untuk melihat
sejauh mana keberhasilan dalam pelaksanaan kurikulum diperlukan evaluasi.
Komponen evaluasi merupakan satu komponen yang berhubungan erat dengan komponen
lainnya, maka cara penilaian atau evaluasi akan menentukan tujuan kurikulum,
materi atau bahan, serta proses belajar mengajar.
Penilaian sangat
penting, tidak hanya untuk memperlihatkan sejauh mana tingkat prestasi anak
didik, tetapi juga suatu sumber input dalam upaya perbaikan dan pembaharuan
kurikulum. Penilaian dalam arti luas, tidak hanya dapat dilakukan oleh
pendidik, namun juga kalangan masyarakat luas.
D.
Desain
Kurikulum
Desain kurikulum
adalah rancangan, pola atau model. Mendesain kurikulum berarti menyusun
rancangan atau menyusun model kurikulum sesuai dengan visi dan misi sekolah.
Mendesain kurikulum tidak terlepas dari perencanaa yang matang dan baik
sehingga tujuan yang akan direncanakan dapat dicapai dengan baik pula. Mike
Threlfall menyebutkan, bahwa: “aim of
planning across the curriculum is to balance the needs of children and those of
staff with the necessary systems, procedures and policies in relation to
planning. I have indicated a need to plan thoroughly and carefully but you will
also need to find a place for flexibility, spontaneity and imagination”.[22]
Dengan demikian,
desian kurikulum tidak terlepas dari tujuan perencanaan kurikulum yang
menyeimbangkan kebutuhan anak dan orang-orang yang terlibat dengan sistem yang
diperlukan, prosedur dan kebijakan dalam kaitannya dengan perencanaan. Saya
telah menunjukkan kebutuhan untuk merencanakan teliti dan hati-hati tetapi Anda
juga akan perlu menemukan tempat untuk fleksibilitas, spontanitas dan
imajinasi.
Dalam mendesain
kurikulum, ada beberapa model desain kurikulum yang dapat diutarakan dalam
makalah ini, yaitu:
1. Desain
Kurikulum Disiplin Ilmu.
Longstreet[23]
mendefinisikan desain kurikulum merupakan desain kurikulum yang berpusat kepada
pengetahuan (the knowledge centered desain) yang dirancang berdasarkan struktur
disiplin ilmu, oleh karena itu model desain ini jiga dinamakan model kurikulum
subjek akademis yang penekananny diarahkan untuk pengembangan intelektual
siswa.
Ada tiga bentuk
organisisi kurikulum yang berorientasi pada disiplin ilmu, yaitu: subject
centered desain, learned centered desain, problem centered desain. Setiap
desain kurikukum memberikan teknik atau cara yang efektif dalam proses
pembelajaran agar berjalan dengan efektif dan efisien. Tetapi tidak setiap
desain kurikulum dapat dijadikan pedoman dalam melaksanakn proses pembelajaran,
karena setiap desain kurikulum memiliki kelebihan dan kekurangan dalam
pelaksanannya.
a. Subject Centered Curriculum.
Pada subjek ini, bahan atau isi
kurikulum disusun dalam bentuk mata pelajaran yang terpisah, mata
pelajaran-mata pelajaran tersebut tidak berhubungan antara satu dengan yang
lainnya. Organisasi bahan atau isi kurikulum pada subjek ini berpusat pada mata
pelajaran secara terpisah, kurikulum ini juga dinamaka separated subject
curriculum.[24]
b. Subject
Correlated Curriculum.
Pada organisasi kurikulum ini mata
pelajaran tidak disajikan secara terpisah, akan tetapi mata pelajaran-mata
pelajaran yang memiliki kedekatan atau mata pelajaran sejenis dikelompokkan
sehingga menjadi suatu bidang studi (broadfield). Mengkorelasikan bahan atau
isi materi kurikulum dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan, yaitu; 1).
Pendekatan struktural, yaitu pendekatan kajian suatu pokok bahasan ditinjau
dari berapa mata pelajaran sejenis. 2). Pendekatan Fungsional, yaitu pendekatan
yang didasarkan pada pengkajian masalah yang berarti dalam kehidupan
sehari-hari, dan 3). Pendekatan Daerah, yaitu pendekatan mata pelajaran
ditentukan berdasarkan lokasi atau tempat.
c. Integreted
Curriculum.
Model organisasi kurikulum ini
tidak lagi menampakkan nama-nama mata pelajaran atau bidang studi, tetapi
belajar berangkat dari suatu pokok masalah yang harus dipecahkan, selanjutnya
masalah tersebut dinamakan unit. Subject Correlated Curriculum berfungsi untuk
mengembangkan siswa dari segi intelektual dan seluruh aspek yang berkaitan
dengan sikap, emosi, dan keterampilan. Organisasi kurikulum ini berfungsi untuk
mengembangkan proses kognitif atau pengembangan kemampuan berfikir siswa
melalui latihan menggunakan gagasan dan melakukan proses penelitian ilmiah.
2. Desain
Kurikulum Berorientasi pada Masyarakat.
Beauchamp[25]
merumuskan desian kurikulum yang berorientasi pada masyarakan merupakan sebuah
desian kelompok social untuk dijadikan pengalaman belajar anak didalam
kelompok. Artinya, permasalahan yang dihadapi dan dibutuhkan oleh suatu
kelompok social, harus menjadi bahan kajian anak didik di sekolah.
Ada
tiga perspektif desain kuriukulum yang berorientasi pada kehidupan masyarakat,
yaitu:
a. Perspektif
Status Quo (the status quo perspective).
Rancangan kurikulum ini diarahkan
untuk melestarikan nilai-nilai budaya masyarakat
b. Perspektif
Pembaharuan (the reformist perspective).
Kurikulum dikembangkan untuk lebih
meningkatkan kwalitas masyarakat itu sendiri.
c. Perspektif
Masa Depan (the futurist perspective).
Perspektif ini sering dikaitkan
dengan kurikulum rekonstruksi social, yang menekankan kepada proses mengembangkan
hubungan antara kurikulum dan kehidupan social, politik, dan ekonomi
masyarakat. Model kurikulum ini lebih mengutamakan kepentingan social dari pada
kepentingan individu.
3. Desain
Kurikulum Berorientasi pada Siswa.
Hal
yang mendasari desain ini adalah bahwa pendidikan diselenggarakan untuk
membantu anak didik. Selanjutnya Muhaimin[26] menyebutkan
bahwa sebagai objek utama dalam pendidikan, terutama dalam proses belajar
mengajar, peserta didik memegang peranan yang sangat dominan. Dalam proses
belajar mengajar, peserta didik dapat menentukan keberhasilan belajar melalui
penggunaan intelegensia, daya motorik, pengelaman, kemauan dan komitmennya yang
timbul dalam diri mereka tanpa paksaan. Jadi kurikulum harus dapat menyesuaikan
dengan irama perkembangan anak didik. Dalam mendesain kurikulum yang
berorientasi pada siswa perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. Kurikulum
haru sdisesuaikan dengan perkembangan anak.
b. Isi
kurikulum harus mencakup keterampilan, pengetahuan dan sikap yang dianggab
berguna untuk masa sekarang dan masa yang akan datang.
c. Anak
hendaknya ditempatkan sebagai subjek belajar yang berusaha untuk belajar
sendiri. Artinya siswa harus didorong untuk melakukan berbagai aktivitas
belajar, bukan hanya sekedar menerima informasi dari guru.
d. Diusahakan
apa yang dipelajari siswa sesuai dengan minat, bakat dan tingkat perkembangan
mereka. Artinya, apa yang seharusnya dupelajari bukan ditentukan dan dipandang
baik dari sudut guru atau dari sudut lain akan tetapi ditentukan dari sudut
anak didik itu sendiri.
Desain kurikulum
yang berorientasi pada siswa, dapat dilihat dalam dua perspektif, yaitu:
a. Perspektif
kehidupan anak dimasyarakat.
Siswa sebagi
sumber kurikulum percaya bahwa hakikat belajar bagi siswa adalah apabila siswa
belajar secara riil dari kehidupan mereka di masyarakat. Kurikulum yang
berorientasi pada anak didik dalam perspektif kehidupan di masyarakat,
mengharapkan materi kurikulum yang dipelajari disekolah serta pengalaman
belajar, disesain sesuai dengan kebutuhan anak anak sebagai persiapan agar
mereka dapat hidup ditengah masyarakat.
b. Perspektif
Psikologis.
Perspektif ini
adalah desain kurikulum yang didasarkan atas pertimbangan terhadap jiwa peserta
didik. Desain kurikulum ini ditujukan untuk kepentingan peserta didik, karena
itu pertimbangan-pertimbangan terhadap kejiwaan peserta didik diabadikan
sebagai salah satu yang penting untuk dipahami dalam proses pelaksanaan
kurikulum[36]. Dalam persepktif psikologis, desain kurikulum yang berorientasi
pada siswa, sering juga diartikan sebagai kurikulum yang bersifat humanistic,
yang muncul sebagai reaksi terhadap proses pendidikan yang hanya mengutamakan
segi intelektual. Kurikulum humanistic sanagt menekankan kepada adanya hubungan
emosional yang baik antara guru dan siswa. Guru harus mampu membangun suasana
yang hangat dan akrab yang memungkinkan siswa dapat mencurahkan segala
perasannya dengan penuh kepercayaan[37]. Sedangkan dalam sudut pandang
Pendidikan Agama Islam pendekatan humanistic dalam pengembangan kurikulum
bertolak dari ide “memanusiakan manusia”. Penciptaan konteks yang akan member
peluang manusia untuk menjadi lebih human, untuk mempertinggi harkat manusia
merupakan dasar filosofi, dasar teori, dasar evaluasi dan dasar pengembangan
program pendidikan
4. Desain
Kurikulum Teknologis.
Pendekatan
teknologis dalam menyusun kurikulum atau program pendidikan bertolak dari
analisis kompetensi yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugas-tugas tertentu.
Materi yang diajarkan, criteria evaluasi sukses, dan strategi belajarnya
ditetapkan sesuai dengan analisis tugas (job analysis)[39]. Model desain
kurikulum teknologi difokuskan kepada efektivitas program, metode, dan
bahan-bahan yang dianggab dapat mencapai tujuan. Teknologi mempengaruhi
kurikulum dapat dilihat dari dua sisi, yaitu sisi penerapan hasil-hasil
teknologi dan penerapan teknologi sebagai suatu system.
Kurikulum
teknologi, banyak dipengaruhi oleh psikologi belajar behavioristik. Salah satu
cirri dari belajar ini adalah menekankan pada pola tingkah laku yang bersifat
mekanis seperti yang digambarkan dalam teori Stimulus Respon. Kurikulum ini
memiliki karakteristuk sebagai berikut:
a. Belajar
dipandang sebagai proses respons terhadap rangsangan.
b. Belajar
diatur berdasarkan langkah-langkah tertentu dengan jumlah tugas yang harus
dipelajari.
c. Secara
khusus siswa belajar secara individual, meskipun dalam hal-hal tertentu, bisa
saj belajar secara kelompok.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Makalah yang
berjudul Anatomi dan Desain Kurikulum ini mendeskripsikan secara terperinci
tentang komponen yang harus ada pada setiap kurikulum serta desain kurikulum
yang dapat digunankan untuk proses pembelajaran. Wacana tersebut menyebutkan
bahwa dalam kurikulum itu terdapat beberapa komponen, diantaranya adalah tujuan
kurikulum, bahan ajar atau materi atau isi dari kurikulum tersebut, strategi
mengajar atau metode mengajar, media mengajar dan evaluasi pengajaran serta
penyempurnaan pengajaran. Komponen-komponen tersebut saling berhubungan satu
dengan yang lainnya. Setiap komponen mempunyai isi yang sangat penting sekali
bagi kelangsungan kurikulum.
Desain kurikulum
merupakan rencana pembelajran yang harus dilaksanakan oleh guru dan siswa dalam
proses pembelajaran. Desain kurikulum yang dapat digunakan diantaranya adalah
subject centered design, learned centered design, problem centered design.
Setiap design kurikukum memberikan teknik atau cara yang efektif dalam proses
pembelajaran agar berjalan dengan efektif dan efisien. Tetapi tidak setian
design kurikulum dapat dijadikan sebagai salah satu pedoman dalam melakukan
proses pembelajaran. Jadi setiap design kurikulum memiliki kelebihan dan
kekurangan dalam pelaksanannya.
DAFTAR
PUSTAKA
Al-Syaibani, Oemar Muhammad Al-Toumy. Filsafat Pendidikan Islam. diterjemahkan
Hasan Langgulung. Jakarta: Bulan Bintang, 1979
Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian
Pendidikan Nasional, 2010.
Beauchamp. Curriculum Theory. dalam Wina Sanjaya. Kurikulum dan Pembelajaran, Teori dan
Praktek Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarata:
Kencana Media Group, 2010.
Bloom, Benajamin S. Taxonomy of Education Objective: Cognitive Domain. New York: David
McKay, 1964.
Hasibuan, Lias. Kurikulum
dan Pemikiran Pendidikan. Jakarta: Gaung Persada Press, 2010.
Idi, Abdullah. Pengembangan
Kurikulum Teori dan Praktek. Jogjakarta: Arruzz Media, 2007.
Krathwohl, dkk. Taxonomy
of Education Objectives: Affective Domain. dalam Wina Sanjaya. Kurikulum
dan Pembelajaran, Teori dan Praktek Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP). Jakarata: Kencana Media Group, 2010.
Longstreet, Harold G., dkk. Curriculum for
Millenium. dalam Wina Sanjaya. Kurikulum dan Pembelajaran, Teori dan Praktek
Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarata: Kencana
Media Group, 2010.
Maunah, Binti. Metodologi
Pengajaran Agama Islam. Jogjakarta: Teras, 2009.
Munir. Kurikulum
Berbasis Teknologi Informasi dan komunikasi. Bandung: Alfabeta, 2008.
Muhaimin. Pengembangan
Kurikulum Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2010.
Norne, Herman H. dalam. Ramayulis dan Samsul Nizar. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta:
Kalam Mulia, Cet. 2, 2010.
Ramayulis dan Samsul Nizar. Filsafat Pendidikan
Islam. Jakarta: Kalam Mulia, Cet. 2, 2010.
Sanjaya, Wina. Kurikulum Pembelajaran, Teori dan
Praktek Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta:
Kencana Prenada Media Group, cet, 3, 2010.
Threfall, Mike. Planning Across the Curriculum.
dalam Kate Ashcroft and David Palacio. Implementing the Primary Curriculum, A
Teachers Guide. Washington DC: The Falmer Press, 1997.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Jakarta: Sinar Grafika.
[1]
Ramayulis dan Samsul Nizar, Filsafat
Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, Cet. 2, 2010), 194.
[2]
Herman H. Norne, dalam Ramayulis dan Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, Cet. 2, 2010), hal.
195.
[3]
Oemar Muhammad Al-Toumy Al-Syaibani, Filsafat
Pendidikan Islam, diterjemahkan Hasan Langgulung, (Jakarta: Bulan Bintang,
1979), hal. 485
[4]
Wina Sanjaya, Kurikulum Pembelajaran,
Teori dan Praktek Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP),
(Jakarta: Kencana Prenada Media Group, cet, 3, 2010), hal. 31
[5]
Lias Hasibuan, Kurikulum dan Pemikiran
Pendidikan, (Jakarta: Gaung Persada Press, 2010), hal. 86-87.
[6]
Ibid, hal. 37
[7]
Wina Sanjaya, Op. Cit,hal. 99
[8]
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional (Sisdiknas), (Jakarta: Sinar Grafika).
[9]
Wina Sanjaya, Op. Cit, hal. 101
[10]
Lias HasibuanOp. Cit, ha. 38
[11]
Benajamin S. Bloom, Taxonomy of Education
Objective: Cognitive Domain, (New York: David McKay, 1964), hal. 89.
[12]
Krathwohl, dkk, Taxonomy of Education
Objectives: Affective Domain, dalam, Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran,
Teori dan Praktek Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP),
(Jakarata: Kencana Media Group, 2010), hal. 104
[13]
Wina Sanjaya, Op. Cit, Hal. 106-113
[14]
Munir, Kurikulum Berbasis Teknologi
Informasi dan komunikasi, (Bandung: Alfabeta, 2008), hal. 61
[15]
Wina Sanjaya, Op. Cit, Hal. 114
[16]
Lias Hasibuan, Op. Cit, hal. 39
[17]
Al Musanna, Revitalisasi Kurikulum Muatan
Lokal untuk Pendidikan Karakter Melalui Evaluasi Responsif, dalam Jurnal
Pendidikan dan Kebudayaan, (Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian
Pendidikan Nasional, 2010), hal. 245
[18]
Wina Sanjaya, Op. Cit, ha.116
[19]
Wina Sanjaya, Op. Cit, hal. 121
[20]
Binti Maunah, Metodologi Pengajaran Agama
Islam, (Jogjakarta: Teras, 2009), hal. 50.
[21]
Abdullah Idi, Pengembangan Kurikulum
Teori dan Praktek, (Jogjakarta: Arruzz Media, 2007), 57
[22]
Mike Threfall, Planning Across the
Curriculum, dalam, Kate Ashcroft and David Palacio, Implementing the Primary
Curriculum. A Teachers Guide, (Washington DC: The Falmer Press, 1997), hal.
28.
[23]
Harold G. longstreet, dkk, Curriculum for
Millenium, dalam, Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran, Teori dan Praktek
Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), (Jakarata: Kencana
Media Group, 2010), hal. 64
[24]
Wina Sanjaya, Op. Cit, hal. 65
[25]
Beauchamp, Curriculum Theory, dalam, Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran, Teori dan Praktek Pengembangan Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), (Jakarata: Kencana Media Group, 2010), hal.
67
[26]
Muhaimin, Pengembangan Kurikulum
Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2010), hal. 121
Tidak ada komentar:
Posting Komentar