PEMBENTUKAN SIKAP DAN PERUBAHANNYA
D
I
S
U
S
U
N
OLEH :
KELOMPOK 13 (TIGA Belas)
1.
NURUL MASYITOH
2.
UMMU AIMAN
DOSEN PENGAMPU
REFLITA
JURUSAN BIMBINGAN KONSELING ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
PADANGSIDIMPUAN
TAHUN 2016
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi rabbil ‘aalamin puji syukur selalu kita
panjatkan kepada Allah SWT karena atas rahmat dan ni’mat beliaulah kita bisa
merasakan manis dan pahitnya hidup dan dengan ni’mat itu pula kita bisa
menyelesaikan tugas mata kuliah Psikologi Sosial ini dengan baik dan lancar.
Allahumma
Sholli ‘ala Sayyidina Muhammad. Mudah–mudahan tetap terhaturkan kepada Nabi
Muhammad SAW karena atas perjuangan beliaulah yang telah membawa kita dari
jalan kebodohan menuju jalan kecerdasan sehingga kita dapat menyelesaikan
dengan beberapa ilmu pengetahuan.
Penulisan
makalah ini adalah salah satu persyaratan untuk memenuhi tugas Psikologi
Sosial. Dan selanjutnya kami juga menyadari bahwa tugas ini masih banyak
kekurangan dan kesalahan, maka dari itu kami mengharap saran dan kritik yang
membangun dalam memperbaiki tugas ini, dan mudah–mudahan tugas ini dapat
bermanfaat bagi penulis khususnya dan para pembaca pada umumnya.
Padangsidimpuan, Nopember 2016
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................ i
DAFTAR ISI............................................................................................... ii
BAB I
PENDAHULUAN.......................................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................................................ 1
BAB II
PEMBAHASAN............................................................................ 2
A. Sikap................................................................................................ 2
B. Proses
Pembentukan Sikap.............................................................. 5
C. Hubungan
Sikap antara Perilaku...................................................... 8
D. Merubah
Sikap Melalui Komunikasi ............................................... 10
BAB III PENUTUP.................................................................................... 12
A. Kesimpulan...................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Manusia adalah
makhluk yang unik karena memilki perbedaan dengan individu lainnya. Sikap
(attitude) merupakan konsep paling penting dalam psikologi sosial yang membahas
unsur sikap baik sebagai individu maupun kelompok. Banyak kajian dilakukan
untuk merumuskan pengertian sikap,
proses terbentuknya sikap, maupun perubahan. Banyak pula penelitian telah
dilakukan terhadap sikap kaitannya denganefek dan perannya dalam pembentukan
karakter dan sistem hubungan antarkelompok.
Banyak sosiolog
dan psikolog memberi batasan bahwa sikap merupakan kecenderungan individu untuk
merespon dengan cara yang khusus terhadap stimulus yang ada dalam lingkungan
sosial. Sikap merupakan suatu kecenderungan untuk mendekat atau menghindar,
posotitif atau negative terhadap berbagai keadaan sosial, apakah itu institusi,
pribadi, situasi, ide, konsep dan sebagainya (Howard dan Kendler,
1974;Gerungan, 2000).
Oleh karena itu
kami akan membahas lebih spesifik lagi mengenai sikap. Untuk itu Dalam makalah ini penulis akan
menguraikan mengenai pengertian sikap, proses dan komponen sikap, faktor –
faktor yang mempengaruhi sikap, teori- teori tentang sikapdan hubungan sikap dengan perilaku.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Sikap
a. Pengertian
Sikap
Apakah sikap
itu? Meskipun sikap merupakan salah satu pokok bahasan yang penting dalam
psikologi, khususnya psikologi social, para ahli tidak selalu sepakat mengenai
pengertian atau definisinya. Jung mendefinisikan sikap (attitude) sebagai suatu
kecenderungan untuk beraksi atau bereaksi dalam sebuah arah karakter.Ia
bersikeras bahwa setiap orang memiliki kedua sisi sikap ekstrover dan introver,
walaupun hanya satu yang dapat aktif pada saat satu sikap lainnya tidak aaktif.
Seperti kekuatan psikologis analitis lainnya, introversi dan ekstroversi
menyumbangkan hubungan satu dengan yang lainnya.
Warren (1931)
dan juga Cantril (1931) merumuskan sikap sebagai disposisi atau predisposisi
untuk bereaksi. Baldwin (1905) dan juga Allport (1975) merumuskan sebagai
kesiapan. Sedangkan Allport menyebut sebagai berfungsinya disposisi (dalam
Muhadjir, 1992).[1]
Ada sejumlah
pendapat lain yang sangat mendasar mengenai sikap. Berikut ini adalah garis
besar pandangan-pandangan sikap yang disusun oleh pengamat Eiser (1986, dalam
Ross, 1994):
(1) Sikap
merupakan pengalaman subjektif. Asumsi ini menjadi dasar untuk
definisi-definisi pada umumnya, meskipun beberapa penulis, terutama Bem (1967),
menganggap bahwa berbagai pernyataan seseorang mengenai sikapnya merupakan
kesimpulan dari pengamatannya atas perilakunya sendiri.
(2) Sikap
adalah pengalaman tentang suatu objek atau persoalan. Rumusan ini belum pernah
didukung secara tegas. Tidak semua pengalaman memenuhi syarat untuk disebut
sebagai sikap. Sikap bukan sekadar “suasana hati” atau “reaksi afektif” yang
disebabkan oleh stimulus dari luar. Suatu persoalan atau objek dikatakan
merupakan bagian dari pengalaman
(3) Sikap
ialah pengalaman tentang suatu masalah atau objek dari sisi dimensi penilaian.
Jika kita memiliki sikap pada suatu objek, kita tidak cuma mengalaminya, tetapi
mengalaminyasebagai sesuatu yang hingga batas tertentu diiinginkan, atau lebih
baik, atau lebih buruk. Walaupun terdapat kesepakatan bahwa ada unsur penilaian
dalam sikap, belum ada kesepakatan tentang apakah sikap itu hanya mengandung
unsur penilaian saja. Bahkan, diantara para peneliti yang mendefinisikan sikap
secara lebih sempit, masih ada yang bersedia mengukur sikap dengan tolok ukur
unsur penilaian dalam suatu kontinum.[2]
Menurut Allport,
sikap merupakan kesiapan mental, yaitu suatu proses yang berlangsung dalam diri
seseorang, bersama dengan pengalaman individual masing-masing, mengarahkan dan
menentukan respon terhadap objek dan situasi. Sikap adalah penilainan terhadap
suatu objek yang terdapat dalam kehidupan kita, termasuk diri kita sendiri.
Sikap diperoleh melalui pembelajaran sosial, perolehan informasi serta perilaku
dan sikap melalui orang lain. Pengertian sikap menurut para ahli meliputi:[3]
1. Reaksi
evaluative yang disukai tau tidak disukai terhadap sesuatu atau seseorang
menunjukkan kepercayaa, perasaan, atau kecenderungan perilaku seseorang (Zanna
dan Rempel, 1988, dalam Voughn dan Hoog, 2002)
2. Sikap
adalah tendensi psikologis yang diekspresikan dengan mengevaluasi entitas
tertentu dengan beberapa derajat kesukaan dan ketidaksukaan (Eagly dan
Chaiken,1993)
3. Evaluasi terhadap beberapa aspek perkataan
sosial (Baron dan Byrne, 2006)
Sikap merupakan konsep yang
dibentuk beberapa komponen, yaitu :
1. Komponen
Kognitif berisi semua pemikiran serta
ide-ide yang berkenaan dengan objek sikap.
2. Komponen
Afektif sikap meliputi perasaan atau emosi seseorang terhadap objek sikap.
3. Komponen
Perilaku dapat diketahui melalui respon subjek yang berkenaan dengan objek
sikap.
Komponen sikap
menciptakan nuansa tertentu yang dapat menjelaskan perbedaan sikap, orang-orang
terhadap objek sikap yang sama. Sebagai suatu sistem, maka ketiga komponen
sikap tersebut memiliki hubungan yang erat dan konsisten. Keeratan dan
konsistensi hubungan antar ketiga komponen itu menggambarkan sikap individu
terhadap stimulus yang dihadapinya. Hal in dikarenakan apa yang dipikirkan akan
berhubungan dengan apa yang dirasakan dan hal itu akan menentukan apa yang akan
dilakukannya terhadap suatu obyek sikap. Didalam sikap terdapat sumber yang
menjadikan seseorang bersikap terhadap objeknya. Tiga sumber ialah:[4]
1) Pengalaman
pribadi. Sikap merupakan hasil yang menyenangkan atau yang menyakitkan dengan
objek sikap.
2) Sumber
sikap dalam hal ini, sikap negatif adalah pemindahan perasaan yang menyakitkan
(terutama permusuhan) jauh dari objek yang sebenarnya pada objek lain yang
“lebih aman”.
3) Pengaruh
sosial. Banyak dari sikap kita menjadi terlalu lunak kalau didasari permusuhan
yang tidak disadari, dan banyak lagi sikap itu tidak berkaitan sama sekali
dengan objek sikap itu.
Berdasarkan
definisi-definisi di atas, tampak bahwa meskipun terdapat perbedaan, semuanya
sependapat bahwa ciri khas dari sikap adalah mempunyai objek tertentu (orang,
perilaku, konsep, situasi, benda, dan sebagainya) dan mengandung penilaian
(suka – tidak suka,setuju –tidak setuju).
B.
Proses
Pembentukan Sikap
Sikap setiap
orang sama dalam perkembangannya, tetapi berbeda dalam pembentukannya (Krech,
Crutchfield, dan Ballachey (1965:180). Hal ini menyebabkan adanya perbedaan
sikap seseorang atau individu dengan sikap temannya, familinya, dan
tetangganya. Banyak hal yang perlu kita ketahui
untuk menegetahui karakteristik sikap. Umpamanya, jika kita meramalkan
tingkah laku seseorang dalam waktu tertentu atau jika kita ingin mengontrol
tindakannya, kita harus mengetahui cara sikap itu berkembang dan berubah.
Masalah
pembentukan sikap ini, menurut Krech dan kawan-kawan, tidak hanya ditujukan
untuk ilmu social saja, tetapi juga penting bagi semua orang yang ingin
mempengaruhi kegiatan social, seperti orang tua, pendidik, pemimpin, pembaharu,
politikus, pedagang, dan orang-orang yang tertarik untuk mengetahui cara
mengembangkan sikap-sikap baru dan cara menguatkan atau melemahkan sikap. Ada
orang atau sekelompok orang yang ingin mempertahankan sikap tertentu, ada pula
sementara orang yang ingin menhilangkan sikap; umpamanya, ingin menghilangkan
sikap diskriminatif.
Bagaimana sikap
itu terbentuk?Sebagian orang berpendapat bahwa ada factor-faktor genetic yang
berpengaruh pada terbentuknya sikap (Waller dkk, 1990; Keller dkk, 1992).
Meskipun begitu, sebagian besar ahli psikologi social berpendapat bahwa sikap
terbentuk dari pengalaman, melalui proses Belajar. Pandangan ini mempunyai
dampak terapan, yaitu bahwa berdasarkan pendapat ini, bisa disusun sebagai
upaya (pendidikan, pelatihan, komunikasi, penerangan, dan sebagainya) untuk
mengubah sikap seseorang.[5]
Terbentuknya
sikap seseorang pada dasarnya dilandasi oleh norma-norma yang sebelumnya (telah
dihayatinya), sehingga dengan “kacamata” norma-norma ini beserta pengalamannya
di masa lalu, ia akan menentukan sikap , bahkan bertindak. Dengan demikian,
sikap terjadi setelah individu mengadakan internalisasi dari hasil-hasil:[6]
1.
Observasi (terhadap kelompok dan
kejadian) serta pengalaman partisipasinya dengan kelompok yang dihadapi.
2.
Perbandingan pengalamannya yang mirip
dengan respons atau reaksi yang diberikannya, serta hasil dan reaksi terhadap
dirinya.
3.
Apakah pengalaman yang mirip telah
melibatkan emosinya atau tidak, karena suatu kejadian yang telah menyerap
perasaannya lebih sulit dilupakannya sehingga reaksinya akan merupakan reaksi
berdasarkan usaha menjauhi situasi yang tidak diharapkannya.
4.
Mengadakan perbandingan antara sesuatu
yang dihadapinya dan pengalaman orang lain yang
dianggap lebih berpengalaman, lebih ahli, dan sebagainya.
Semua unsur tersebut
diperlukan guna penyesuaian diri untuk memperoleh situasi yang paling
favourable untuk manusia maka terdapatlah kesediaan untuk menerima norma-norma
kelompok, bahkan kadang-kadang kesediaan untuk menyeragamkan diri.
Ada berbagai
factor yang mempengaruhi proses pembentukan sikap seseorang.[7]
1.
Adanya akumulasi pengalaman dari
tanggapan-tanggapan tipe yang sama.
Seseorang mungkin berinteraksi dengan pelbagai pihak yang mempunyai
sikap yang sama terhadap suatu hal.
2.
Pengamatan terhadap sikap lain yang berbeda.
Seseorang dapat menentukan sikap pro atau anti terhadap gejala tertentu.
3.
Pengalaman (buruk atau baik) yang pernah
dialami.
4.
Hasil peniruan terhadap sikap pihak lain
(secara sadar atau tidak sadar).
Efektivitas
pengendalian sangat bergantung pada kesiapan seseorang dan penyerasiannya
dengan keadaan mental yang bersangkutan. Pada dasarnya, pembentukan sikap tidak
terjadi dengan sembarangan.Pembentukannya senantiasa berlangsung dalam
interaksi manusia dan berkenaan dengan objek tertentu.Interaksi social di dalam
kelompok maupun diluar kelompok bisa mengubah sikap atau membentuk sikap yang
baru. Yang dimaksud dengan interaksi diluar kelompok ialah interaksi dengan
hasil kebudayaamn manusia yang santai padanya melalui alat-alat komunikasi,
seperti surat kabar, radio, televisi, buku, risalah, dan lain-lainnya. Namun,
pengaruh dari luar diri manusia karena interaksi diluar kelompoknya itu sendiri
belum cukup untuk menyebabkan berubahnya sikap atau terbentuknya sikap
baru.Factor yang turut memegang peranan ialah faktor intern didalam diri
pribadi manusia itu, yakni selektivitasnya sendiri, daya pilihannya sendiri,
atau minat perhatiannya untuk menerima dan mengolah berbagai pengaruh yang
datang dari luar dirinya.Jadi, dalam pembentukan dan perubahan sikap itu, terdapat
factor intern dan factor ekstern pribadi individu yang memegang peranan.
Sikap, utamanya
sikap social, terbentuk dari adanya interaksi social yang dialami oleh
individu.Interaksi social mengandung arti lebih dari sekedar adanya kontak
social dan hubungannya antar individu sebagai anggota kelompok manusia. Dalam
interaksi social, terjadi hubungan saling memengaruhi antara individu yang satu
dan yang lain; terjadi hubungan timbal balik yang turut memengaruhi pola
prilaku masing-masing individu sebagai anggota masyarakat. Lebih lanjut,
interaksi social itu meliputi hubungan antara individu dengan lingkungan fisik
maupun lingkungan psikologis di sekelilingnya.
Untuk mengubah
suatu sikap, kita harus ingat bagaimana sikap dengan pola-polanya
dibentuk.Sikap bukanlah diperoleh karena keturunan, sebagaimana telah
disinggung, tetapi dari pengalaman, lingkungan, orang lain, terutama dari
pengalaman dramatis yang meninggalkan kesan yang sangat mendalam.Kita,
misalnya, mengubah sikap karyawan dengan memberikannya “pengalaman baru” dengan
kepuasan kerja.Tugas kita bukanlah menghukumnya karena perilakunya yang
negative, tetapi mengubah sikapnya yang merupakan penyebab perilakunya itu.
Sikap seseorang
sering kali mengikuti semacam logika internal, tetapi tidak selalu logika
formal yang kaku.Memang inilah sejenis psiko-logika, dan psiko-logika inilah
yang diteliti ahli psikologi social dalam label konsistensi kognitif.Pendapat
dasar konsistensi kognitif adalah kita semua berjuang agar konsisten dalam
keyakinan, sikap, dan perilaku, dan bahwa inkosistensi bertindak sebagai iritan
atau stimulus yang memotivasi kiata untuk memodifikasi atau mengubahnya sampai
mereka membentuk pakat yang koheren, bila kita dikatakan logis.Sepanjang tahun
ahli teori konsistensi telah menemukan banyak bukti pendapat dasar ini.[8]
C.
Hubungan
Sikap antara Perilaku
Terdapat 4 teori
yang membahas tentang hubungan sikap dengan perilaku. Diantaranya adalah:[9]
1. Teori
perilaku beralasan (theory of reason
action-Fishbein dan Ajzen, 1980)
Fisbein
dan Ajzen berpendapat bahwa keputusan untuk melakukan sebuh perilaku tertentu
merupakan hasil dari proses yang bersifat rasional. Teori ini juga berpendapat
bahwa tingkah laku individu dapat diramalkan dari tujuan tingkah laku yang
terbentuk dari attidute towardsthe behavior yaitu sejauh mana individu menilai
posiif atau negative mengenai konsekuensi tingkah laku tertentu, dan norma
subyektif yaitu sejauh mana individu percaya bhwa significant others menyetujui
atau menolak tingkah tersebut. Contohnya adalah individu akan melakukan tingkah
laku apabila tingkah laku tersebut berdampak positif pada dirinya dan orang
lain menyuki atau menyetujui tingkah lakunya tersebut.
2. Teori
perilaku berencana (theory of planned
behavior_Azjen,1991)
Teori
ini hamper sama dengan teori perilaku beralasan. Namun pda teori ini azjen
menambahkan satu determinan perilaku yang disebut sebagai Perceived Behavior
Control (PBC) atau kendali perilaku yang dipersepsikan. PBC merupakan persepsi
terhadap tingkat kesulitan sebuah perilaku untuk dapat dilaksanakan. PBC juga
merefleksikan pengalaman masa lalu dan antisipasi terhadapa hambatan yang
mungkin terjadi ketika kita melakukan sebuah perilaku. Menurut teori ini
periaku dipengaruhi oleh tiga hal yaitu: sikap, norma subyektif dan PBC.
Intensi dapat memengaruhi perilaku seseorang secara langsung dan juga dapat
menentukan apakah tingkah laku akan ditampilkan atau tidak.
3. Attitude to Behavior Process Model
(Fazio,1989)
Menurut teori
ini huungan sikap dan perilaku adalah spontan. Jadi, apabila kita dihadapkan
pada sebuah kejadian atau peristiwa yang berlangsung secara cepat, maka secara
spontan sikap yang terdapat pada diri kita akan mengarah pada perilaku.
Beberapa kejadian tersebut juga dapat mengaktifkan pengetahuan kita tentang
norma sosial dan sikap sehingga keduanya akan membentuk define kita tentang
situasi (persepsi) yang akan menentukan tingkah laku yang akan kita tampilkan.
Contohnya adalah ketika kita melihat kecelakaanlalu lintas di jalan, norma
sosial kita mengenai tolong menolong yang telah diajarkan dari sejak kecil akan
mendorong kita untuk menolong korban kecelakaan tersebut.
4.
Balance
Theory dan Cognitive Dissonance Theory (Festinger)
Menurut
teori ini tingkah laku dapat memengaruu sikap begitupun sebaliknya sikap dapat
memengaruhi tingkah laku. Menurut teori ini, kita sering menyadari bahwa ada
hal-hal yang tidak sejalan dengan diri kita yang memuat kita tidak nyaman, dan
kita akan berusaha untuk membuatnya balance dengan dua pilihan, yaitu dengan
cara mengubah sikap dan mengubah perilaku. Jadi, apabila kita berada dalam
sebuah situasi yang menekan atau menuntut keseragaman, maka tingkah laku akan
merubah sikapa dan apabila kita berada pada situasi yang tidak menekan, maka
sikap akan merubah tingkah laku.
Contoh
sikap yang merubah tingkah laku: ketika kita menyukai seseorang, dan mau
berpacaran dengannya, tetapi karena mengetahui bahwa dia adalah seorang perook
dan kita tidak menyuki rokok, maka kita tidak jadi berpacaran dengannya.
D.
Merubah
Sikap Melalui Komunikasi
Komunikasi
adalah prasyarat kehidupan. Kehidupan manusia akan tampak hampa atau tiada
kehidupan sama sekali apabila tidak ada komunikasi. Karena tanpa komunikasi,
interaksi manusia baik perorangan, kelompok ataupun organisasi tidak mungkin
dapat terjadi. Dua orang dikatakan
melakukan interaksi apabila masing-masing melakukan aksi dan reaksi. Aksi dan
reaksi yang dilakukan manusia (baik secara perorangan, kelompok ataupun
organisasi) dalam ilmu komunikasi disebut sebagai tindakan komunikasi.[10]
Tindakan
komunikasi dapat dilakukan dengan berbagai macam cara baik secara verbal (dalam
bentuk kata-kata baik lisan dan atau tulisan) ataupun non verbal(tidak dalam
bentuk kata-kata misalnya dalam gestur, sikap, tingkah laku, gambar-gambar dan
bentuk-bentuk lainnya yang mengandung arti). Tindakan komunikasi dapat
dilakukan secara langsung dan tidak langsung.
Berbicara
secara tatap muka, berbicara melalui telepon, menulis surat kepada seseorang,
sekelompok orang atau organisasi adalah contoh-contoh dari tindakan komunikasi
langsung. Sementara yang termasuk komunikasi tidak langsung adalah tindakan
komunikasi yang dilakukan tidak secara perorangan, tetapi melalui medium atau
alat perantara tertentu. Misalnya penyampaian informasi melalui surat kabar,
majalah, radio, TV, film, pertunjukan kesenian dsbnya.
Pada
dasarnya manusia telah melakukan tindakan komunikasi sejak ia lahir ke dunia.
Tindakan komunikasi ini terus menerus terjadi selama proses kehidupannya.
Dengan demikian, komunikasi dapat diibaratkan sebagai urat nadi kehidupan
manusia. Kita dapat membayangkan bagaimana bentuk dan corak kehidupan manusia
didunia ini seandainya saja jarang atau hampir tidak ada tindakan komunikasi
antara satu orang/sekelompok orang dengan orang/kelompok orang lainnya.[11]
Komunikasi juga
merupakan salah satu fungsi dari kehidupan manusia. Fungsi komunikasi dalam
kehidupan menyangkut banyak aspek. Melalui komunikasi seseorang menyampaikan
apa yang ada dalam benak pikirannya, dan perasaan hati nuraninya kepada orang
lain baik secara langsung ataupun tidak langsung. Melalui komunikasi seseorang
dapat membuat dirinya untuk tidak terasing/terisolasi dari lingkungan
disekitarnya. melalui komunikasi seseorang dapat mengenali orang lain. melalui
komunikasi seseorang dapat mengurangi atau menghilangkan perasaan tegang karena
berbagai permasalahan yang dihadapinya. Melalui komunikasi seseorang dapat
mengisi waktu luang. Melalui komunikasi seseorang dapat menambah pengetahuan
dan mengubah sikap serta perilaku kebiasaanya. Melalui komunikasi seseorang
juga dapat berusaha untuk membujuk dan atau memaksa orang lain agar
berpendapat, bersikap atau berperilaku sebagaimana yang diharapkan. Singkat
kata, komunikasi mempunyai banyak kegunaan dalam kehidupan manusia.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Sikap ialah
penilaian terhadap suatu objek yang terdapat dalam kehidupan kita (termasuk
diri kita sendiri). Sikap terdiri dari tiga komponen yaitu kognitif, afektif
(muatan emosi dan perasaan), konasi. Sikap mempunyai cirri-ciri antara lain
sikap tidak dibawa sejak lahir, sikap itu berhubungan dengan objek sikap dan
lain sebagainya. Sikap memiliki fungsi yaitu fungsi pengetahuan, fungsi
identitas, fungsi harga diri dan masih banyak lainnya. Sikap tidak selalu
meramalkan perilaku.
Pembentukan dan
Perubahan sikap dibentuk dan berubah melaui pengkondisian klasik, pengkondisian
instrumental dan ada factor internal maupun eksternal. Sikap seseorang dapat
diukur melalui tingkatannya yaitu mulai dari menerima sampai bertanggung jawab.
Semua hal itu didukung oleh teori sikap yaitu teori belajar, konsistensi kognif
dimana dalam teori ini terdapat teori disonansi kognitif dimana kita selalu
menjumpai hal ini dalam kehidupan sehari-hari serta teori Respon kognitif.
DAFTAR
PUSTAKA
Sobur, Alex.
2003. Psikologi Umum. Pustaka Setia:Bandung
Santoso, Slamet. 2010. Teori-Teori Psikologi
Sosial. Surabaya: Aditama
Sarwono, Sarlito W dan Eko A.Meinarno. 2011. Psikologi
Sosial. Jakarta: Salemba Humanika
Walgito, Bimo. 1990. Psikologi Sosial (Suatu
Pengantar) Edisi Revisi.Yogyakarta: Andi Yogyakarta
Sobur, Alex.
2003. Psikologi Umum. Pustaka Setia:Bandung
Feist, Jess dan
Gregory J. Feist. 2010. Teori Kepribadian. Salemba Humanika:Jakarta
[1]
Slamet Santoso, Teori-Teori Psikologi Sosial. (Surabaya: Aditama, 2010),
hal. 65
[2]
Feist, Jess dan Gregory J.
Feist. Teori Kepribadian. (Salemba Humanika:Jakarta, 2010), hal. 76
[3]
Ibid., hal. 77
[4]
Sarwono, Sarlito W dan Eko A.Meinarno. Psikologi Sosial. (Jakarta:
Salemba Humanika, 2011), hal. 98
[5]
Alex Sobur, Psikologi Umum.
(Pustaka Setia:Bandung, 2003), hal. 102
[6]
Ibid., hal. 103
[7]
Slamet Santoso, Op. Cit., hal. 101
[8]
Slamet Santoso, Op. Cit., hal. 104
[9]
Bimo Walgito. Psikologi Sosial (Suatu Pengantar) Edisi Revisi. (Yogyakarta:
Andi Yogyakarta, 1998), hal. 98
[10]
Alex Sobur, Psikologi Umum.
(Pustaka Setia:Bandung, 2003), hal. 65
[11]
Ibid., hal. 66
Tidak ada komentar:
Posting Komentar