APLIKASI TASSAWUF DALAM DUNIA MODERN
D
I
S
U
S
U
N
OLEH :
KELOMPOK 11 (SEBELAS)
1.
TRIBELLA MENTARI
T 1540100241
2.
DEVI YANA PUTRI
DIARI 1540100266
3.
MUKLIS IBRAHIM 1540100252
DOSEN PENGAMPU
MUH. ARSAD, M.SI
JURUSAN PERBANKAN SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
PADANGSIDIMPUAN
TAHUN 2016
KATA
PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat
dan rahmat-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah Bahasa
Indonesia dengan judul “Aplikasi Tasawuf dalam Dunia Modren” tepat pada
waktunya. Terima kasih juga saya haturkan kepada Bapak dosen pengasuh mata
kuliah Bapak Mhd. Arsad, M.Si yang telah memberikan tugas mengenai makalah ini
sehingga pengetahuan saya dalam penulisan Makalah ini semakin bertambah dan
teman-teman yang telah membantu untuk menyelesaikan penyusunan makalah ini.
Tidak ada manusia yang sempurna, oleh karena itu saya
menyadari masih terdapat banyak kesalahan yang tanpa sengaja dibuat, baik kata
maupun tata bahasa di dalam makalah ini. Untuk itu saya mengharapkan kritik dan
saran yang membangun untuk kesempurnaan makalah ini . Semoga makalah ini
bermanfaat bagi kita semua.
Padangsidimpuan, November 2016
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................... i
DAFTAR ISI....................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................. 1
A.
Latar Belakang..................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................... 2
A.
Hakikat
Tasawuf.................................................................................. 2
B.
Tasawuf Dipraktekkan di Era Modern ............................................ 3
C.
Aplikasi
Tasawuf di Era Modern yang dipandang Relevan............ 10
BAB III PENUTUP.......................................................................................... 16
A.
Kesimpulan......................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 17
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Modernitas atau
modernity adalah produk dari modernisasi. Istilah modernisasi merupakan sebuah
istilah yang kabur, yang pada abad ke -19 dan permulaan abad 20 dipakai untuk
menunjukkan pertumbuhan rasionalisme dan sekulerisme. Pada proses ini manusia
berhasil melepaskan diri dari tirani kekuasaan pemerintahan dan belenggu
takhyu. Namun saat ini modernisasi lebih ditujukan sebagai kata ganti
pertumbuhan ekonomi semata, atau sebagai sinonim dari istilah yang lebih bersifat
tendensius, yaitu westernisasi.
Era modern
memang banyak memberi kemudahan dalam kehidupan ini, namun, bersamaan dengan
itu, persaingan yang ketat, ketatnya kehidupan, ataupun tawaran-tawaran yang
menggiurkan seringkali menimbulkan kegelisahan batin dan pergolakan jiwa yang
mengganggu. Kondisi ini masih ditambah oleh adanya keinginan hidup secara instan.
Di era sekarang,
mendengar kata tasawuf, yang terbetik dalam benak adalah sesuatu yang berat.
Sesuatu yang jauh, yang tidak terjangkau oleh akal awam kita. Berpakaian serba
putih, memelihara jenggot panjang dan menjauhi kehidupan dunia, hidup dalam
kekurangan ekonomi alias miskin dan berpakaian lusuh. Gambaran itulah yang
kerap dimunculkan, saat mendengar kata tasawuf, dan juga sufi (para pelaku tasawuf).
Ini masih
ditambah lagi dengan pernyataan-pertanyaan ganjil atau nyleneh yang seringkali
susah dipahami dan terkesan melanggar keyakinan umum kaum Muslim. Seperti
ucapan Al Hajjaj dan Ba Yazid Al-Busthami, misalnya `’Akulah Sang Kebenaran”
(ana Al-Haqq) atau `’Tak ada apapun dalam jubah-yang dipakai oleh
Busthami-selain Allah.”
Lalu, bagaimana
dengan pengalaman spiritual seseorang yang merasa dekat dengan Allah SWT
sehingga mengaku bertemu Malaikat Jibril pada masa modern saat ini? Mendapat
wahyu ataupun hal-hal gaib, pengalaman yang tak dialami oleh orang kebanyakan.
Apakah dia juga sufi dan merupakan hasil dari menekuni jalan tasawuf?
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Hakikat
Tasawuf
Hakikat tasawuf
adalah mendekatkan diri kepada Allah melalui penyucian diri dan amaliyah-amaliyah
Islam. Dan memang ada beberapa ayat yang memerintahkan untuk menyucikan diri
(tazkiyyah al-nafs) di antaranya:
ôs% yxn=øùr& `tB $yg8©.y ÇÒÈ
Artinya
: “Sungguh, bahagialah orang yang
menyucikan jiwanya” (Q.S. Asy-syam [91]:9);
ûÓÉëÅ_ö$# 4n<Î) Å7În/u ZpuÅÊ#u Zp¨ÅÊó£D ÇËÑÈ Í?ä{÷$$sù Îû Ï»t6Ïã ÇËÒÈ Í?ä{÷$#ur ÓÉL¨Zy_ ÇÌÉÈ
Artinya
: “Hai jiwa yang tenang, kembalilah
kepada Tuhanmu dengan hati yang tenang lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke
dalam jama’ah hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam surga-Ku” (QS. Al Fajr:
28-30).
Atau
ayat yang memerintahkan untuk berserah diri kepada Allah,
ö@è% ¨bÎ) ÎAx|¹ Å5Ý¡èSur y$uøtxCur ÎA$yJtBur ¬! Éb>u tûüÏHs>»yèø9$# ÇÊÏËÈ
Artinya
: “Katakanlah: Sesungguhnya shalatku, ibadaku,
hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam, tiada sekutu
bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang
yang pertama menyerahkan diri (kepada) Allah” (QS. Al An’am: 162).[1]
B.
Tasawuf Dipraktekkan di Era Modern
Era modern yang
terjadi saat ini banyak memberikan kemudahan dalam segala aktifitas sehari-hari
manusia. Bisa dibilang apa yang disebut modernisasi itu seakan menjadi “dewa
penolong” diberbagai hal. Modernisasi telah memberikan kemudahan mulai dari
saat manusia membuka mata di pagi hari pertama hingga malam menutup mata.
Bahkan modernisasi telah membantu manusia sejak dilahirkan di dunia ini.
Di zaman modern
ini dapat dikatakan semua bidang menggunakan teknologi canggih. Hampir semua
aspek kehidupan sudah cenderung menggunakan teknologi canggih. Bahkan istilah high-end technology sudah
“mendarah daging” di dalam berbagai bidang kehidupan manusia. Mulai dari
teknologi untuk publik maupun kepentingan individu. Hasil karya dari teknologi
ini secara tidak langsung mempengaruhi gaya hidup manusia, kenapa? Karena
prinsip dasar diciptakannya teknologi adalah untuk memudahkan kehidupan manusia
dalam memenuhi berbagai kebutuhannya. Hal ini mendorong manusia untuk merubah
gaya hidupnya dari yang sebelumnya serba manual dan sederhana ke gaya hidup
yang instan dan praktis.[2] Hingga ujungnya, semua ini akan mempengaruhi
pola berpikir, dan gaya hidup kita dalam menjalani hidup.
Kekuatan
modernisasi dengan segala atribut perangkatnya memang sudah membantu manusia
dalam banyak hal. Teman dan saudara jauh tidak lagi terasa jauh, bahka sangat
dekat. Segala hal yang dikonsumsi, baik makanan, pakaian, rumah, kendaraan,
bahkan tempat ibadah saat ini kesemuanya tidak bisa dilepaskan dari corak
modernisasi. Jelmaan modernitas lalu menjelma menjadi gaya hidup adalah sebuah
pilihan dari kemudahan berbagai alat dan perngkat yang dihadirkan di era modern
saat ini.
Saat masuk era
modern ini, manusia akan dapat melakukan banyak hal dengan semudah-mudahnya.
Manusia dapat dengan mudah terhubung dengan “seluruh” manusia di bumi ini,
tanpa mengenal batasan dan perbedaan usia, suku, ras, agama bahkan teritori.
Dengan jaringan kabel atau nrikabel yang ada, masyarakat dunia telah
disambungkan.
Seseorang dengan
gaya hidup modern menangkap ini sebagai peluang, baik itu peluang untuk
kegiatan sosial, peluang untuk bisnis, peluang untuk kegiatan keagamaan,
peluang untuk pendidikan, bahkan peluang untuk mendapatkan pasangan dan
membangun kebahagiaan rumah tangga.
Jika manusia
ingin berperilaku secara modern, maka dipastikan manusia tersebut dapat
meringkas seluruh kehidupannya, baik untuk efisiensi waktu atau tenaga, baik
untuk kegiatan produktif maupun konsumtif. Pada kegiatan produktif, gaya hidup
modern telah menyumbang kekayaan berlimpah kepada banyak orang, kepada banyak
pebisnis, kepada banyak badan usaha, dan juga kepada banyak negara.
Kegiatan
produktif saat disandingkan dengan gaya hidup modern, maka dipastikan akan
menghadirkan kekuatan luar biasa yang meransang kegiatan produktif manusia
tersebut mengembang dan membesar. Kegiatan produktif tersebut tentu saja tidak
hanya dalam bidang bisnis saja.
Begitupun untuk
urusan konsumsi. Saat ini manusia mulai melupakan bagaimana cara pemenuhan
konsumsi yang kuno. Saat ini hampir keseluruhan produk konsumsi, manusia tidak
perlu keluar rumah untuk membelinya. Mulai dari sayuran, makanan, pakaian,
pernik-pernik alat rumah tangga, sepeda motor, mobil, tiket perjalanan, dan
banyak hal lagi. Manusia hanya butuh perangkat modern yang tergenggam erat di
tangan , dengan ketersediaan dana di rekening, maka segala kebutuhan konsumtif
di atas dapat dihadirkan di hadapan , tanpa merepotkan atau mengganggu kegiatan
produktif yang sedang harus manusia kerjakan.
Dengan segala
kemudahan yang dirasakan, tidak bisa dipungkuri modernisasi juga akan
mengakibatkan hal-hal yang tidak diinginkan. Modernisasi tidak selamanya
membuat hidup kita menjadi bahagia. Ketauhilah bahwa kebahagiaan tiap-tiap
sesuatu ialah bila kita merasa ni’mat kesenangan dan kelezatannya, dan
kelezatan itu ialah menurut tabi’at kejadian masing-masing. Maka kelezatan mata
ialah melihat rupa yang indah, keni’matan telinga mendengar suara yang merdu,
demikian pula segala anggota yang lain ditubuh manusia.[3]
Tidak adil
rasanya jika berbagai perangkat modern yang telah menghadirkan kemudahan bagi
manusia dalam banyak hal dianggap sebagai pengganggu. Barangkali manusia
sedemikian lemahnya sehingga segala hal kemudahan yang telah dinikmati di
tengah-tengah suguhan modernitas bahkan dianggap sebagai ancaman.
Akan tetapi
rasanya juga sama-sama tidak adil jika gaya hidup modern kemudian menjelma
menjadikan manusia satu dengan manusia lain semakin berjauhan, karena
konsentrasi kehidupan tidak lagi dengan sesama antar manusia, akan tetapi lebih
terfokus kepada manusia dan perangkat alat-alat modern. Ini adalah ancaman pada
kehidupan sosial manusia.
Barangkali saja
ini terjadi saat titik klimaks dari dua kutub modern dan kuno, saat kedua kutub
ini menjadi bersingkuran. Tidak ada lagi sambang sanak family, karena cukup
berinteraksi dengan telepon atau sofware yang mampu bercengkrama seperti di
hadapannya langsung. Tidak ada lagi menyapa tetangga, karena sudah tidak bisa
ketemu lagi. Jangan bertemu, keluar rumah saja sudah ada dalam mobil.
Sikap hidup yang
mengutamakan materi (materialistik) memperturutkan kesenangan dan kelezatan
syahwat (hedonistik) ingin menguasai semua aspek kehidupyan (totaliteristik)
hanya percaya pada rumus – rumus pengetahuan empiris saja, serta paham hidup
positivistis yang bertumpu pada kemampuan akal pikiran manusia tampak lebih
menguasai manusia yang memegang ilmu pengetahuan dan teknologi. Di tangan
mereka yang berjiwa dan bermental demikian itu, ilmu pengetahuan dan teknologi
modern memang sangat mengkhawatirkan.[4]
Mereka akan
menjadi penyebab kerusakan di muka bumi, sebagaimana firman Allah SWT :
tygsß ß$|¡xÿø9$# Îû Îhy9ø9$# Ìóst7ø9$#ur $yJÎ/ ôMt6|¡x. Ï÷r& Ĩ$¨Z9$# Nßgs)ÉãÏ9 uÙ÷èt/ Ï%©!$# (#qè=ÏHxå öNßg¯=yès9 tbqãèÅ_öt ÇÍÊÈ
Artinya
: “Telah
nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan
manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat)
perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)” .(QS al-Rum:
41).[5]
Dari sikap
mental yang demikian itu kehadiran ilmu pengetahuan dan teknologi telah
melahirkan sejumlah problematika masyarakat modern sebagai berikut ;
1.
Desintegrasi Ilmu Pengetahuan
Kehidupan
moden antara lain ditandai oleh adanya spesialisasi di bidang ilmu pengetahuan.
Masing-masing ilmu pengetahuan memiliki paradigma sendiri dalam memecahkan
masalah yang dihadapi. Bila seseorang menghadapi masalah, lalu berkonsultasi
kepada teolog, ilmuwan, politisi, psikiater, dan ekonom, misalnya, mereka akan
memberi jawaban yang berbeda-beda dan terkadang saling bertolak belakang. Hal
ini pada akhirnya membingungkan manusia.[6]
2.
Kepribadian yang terpecah (Split personality)
Karena
kehidupan manusia modern dipolakan oleh ilmu pengetahuan yang coraknya kering
nilai-nilai spiritual dan berkotak-kotak itu, maka manusianya menjadi pribadi
yang terpecah (split personality). Jika proses keilmuan yang berkembang itu
tidak berada di bawah kendali agama, maka proses kehancuran pribadi manusia
akan terns bedalan. Dengan berlangsungnya proses tersebut. Semua kekuatan yang
lebih tinggi untuk mempertinggi derajat kehidupan manusia menjadi hilang,
sehingga bukan hanya kehidupan kita yang mengalami kemerosotan tetapi juga
kecerdasan dan moral kita.
3.
Penyalahgunaan ilmu pengetahuan dan
teknologi karena terlepas dari spriritualitas.
Sebagai
akibat dari terlepasnya ilmu pengetahuan dan teknologi dari ikatan spiritual,
maka iptek telah disalah gunakan dengan segala implikasi negatifnya sebagaimana
disebutkan diatas. Kemampuan membuat senjata telah diarahkan untuk tujuan
menjajah bangsa lain dan menindas yang lemah. Seperti yang ada kawasan timur
tengah, seperti Libya, Suriah, Palestina, Irak, dan lain sebagainnya.
4.
Pendangkalan iman.
Lebih
mengutamakan keyakinan kepada akal pikiran dari pada keyakinan religius. Akibat
lain dari pola pikiran keilmuan tersebut di atas, khususnya ilmu yang hanya
bersifat empirik menyebabkan manusia dangkal imannya. Ia tidak tersentuh
informasi yangdiberikan wahyu, bahkan informasi yang diberikan wahyu itu
menjadi bahan tertawaan dandianggap tidak ilmiah dan kampungan. Contohnya
pornografi dan budaya hidup liberal menyergap generasi muda.
5.
Pola hubungan materialistik.
Memilih
pergaulan atau hubungan yang saling menguntungkan secara materi. Semangat
persaudaraan dan rasa saling gotong royong yang didasarkan iman sudah tidak nampak
lagi, karena imannya sudah dangkal. Pola hubungan satu dan lainnya ditentukan
oleh seberapa jauh dapat memberikan keuntungan yang bersifat material. Demikian
juga penghormatan yang diberikan atas orang lain banyak diukur oleh sejauh mana
orang tersebut dapat memberikan manfaat secara material. Akibatnya ia
menempatkan pertimbangan material diatas pertimbangan akal sehat, hati nurani,
kemanusiaan dan imannya.
6.
Menghalalkan segala cara
Sebagai
akibat lebih jauh dari dangkalnya iman dan pola hidup materialistik,
makamanusia dengan mudah dapat menggunakan prinsip menghalalkan segala cara
dalam mencapaitujuan. Jika hal ini terjadi maka terjadilah kerusakan akhlak
dalam segala bidang, baik ekonomi, politik, sosial, dan lain sebagainya.
7.
Stress dan frustasi.
Jika
tujuan tidak tercapai, sering berputus asa bahkan tidak jarang yang depresi.
Kehidupan modern yang demikian kompetitif menyebabkan manusia harus mengerahkan
seluruh pikiran, tenaga dan kemampuan. Mereka terus bekerja dan bekerja tanpa
mengenal batasdan kepuasan. Hasil yang dicapai tak pernah disyukurinya dan
selalu merasa kurang. Apalagi jika usaha atau proyeknya gagal, maka dengan
mudah ia kehilangan pegangan, karena tidak lagi memiliki pegangan yang kokoh
yang berasal dari Tuhan. Mereka hanya berpegang atau bertuhan pada hal-hal yang
bersifat material yang sama sekali tidak dapat membimbingnya. Akibatnya iastres
dan frustasi yang jika hal ini terus berlanjut akan menjadikan ia gila atau
hilang ingatan.
8.
Kehilangan harga diri dan masa depan.
Jika
kontrol nilai agama telah terlepas dari kehidupan, maka manusia tidak lagi
punya harga diri dan masa depan. Terdapat sejumlah orang yang terjerumus atau
salah memilih jalan kehidupan. Masa mudanya dihabiskan untuk memperturutkan
hawa nafsu dan segala daya dan cara telah ditempuhnya. Namun ada suatu saat
dimana ia sudah tua renta, fisiknya sudah tidak berdaya, tenaganya sudah tidak
mendukung dan berbagai kegiatan sudah tidak dapat ia lakukan. Manusia yang
demikian ini merasa kehilangan harga diri dan masa depannya, kemana ia harus
berjalan, ia tidak tahu. Mereka perlu bantuan dari kekuatan yang berada diluar dirinya,
yaitu bantuan Tuhan.
Masyarakat
modern mengalami kehampaan dan ketidakbermaknaan hidup. Keberadaannya
tergantung kepada pemilikan dan penguasaan simbol kekayaan, keinginan
mendapatkan harta yang berlimpah melampaui komitmennya terhadap solidaritas
sosial. Hal ini didorong oleh pandangan, bahwa orang yang banyak harta merupakan
manusia unggul.[7]
Berdasarkan
penjelasan mengenai problem modernisasi diatas, sudah jelas bahwa manusia
modern membutuhkan sesuatu hal yang bisa membuat dirinya nyaman dan tentram.
Jawabannya adalah dengan mengikuti ajaran tasawuf. tasawuf sebagai inti ajaran
Islam muncul dengan memberi solusi dan terapi bagi problem manusia dengan cara
mendekatkan diri kepada Allah yang Maha Pencipta.
Kehadiran
tasawuf di dunia modern ini sangat diperlukan, guna membimbing manusia agar
tetap merindukan Tuhannya, dan bisa juga untuk orang-orang yang semula hidupnya
glamour dan suka hura-hura menjadi orang yang asketis (Zuhud pada dunia).
Disamping itu juga, tasawuf modern juga sebagai terapi penyembuhan bagi
kegundahan hati dalam merindukan tuhannya.
Banyak cara yang
diajukan para ahli untuk mengatasi masalah tersebut, dan salah satu cara yang
hampir disepakati para ahli ialah dengan mengembangkan kehidupan yang beraklak
dan bertasawuf. Menurut Husein Nahr, paham sufisme mulai mendapat tempat di
kalangan orang masyarakat termasuk kalangan barat, karena mereka mulai
merasakan kekeringan batin. Mereka mulai mencari-cari dimana sufisme yang dapat
menjawab sejumlah masalah tersebut di atas.
Menurut
Komaruddin Hidayat terdapat tiga tujuan perlunya sufisme dimasyarakatkan pada
mereka. Pertama, turut serta terlibat dalam berbagai peran dalam menyelamatkan
kemanusiaan dari kondisi kebingungan akibat hilangnya nilai-nilai
spiritual. Kedua, memperkenalkan
literatur atau pemahaman tentang aspek esoteris (kebatinan islam), baik
terhadap masyarakat islam yang mulai melupakan maupun non Islam, khususnya
terhadap masyarakat barat. Dalam hal ini Nashr menegaskan “tarikat” atau “jalan
rohani” yang biasa dikenal sebagai tasawuf atau sufisme adalah merupakan
dimensi kedalaman dan kerahasiaan (esoteric) dalam islam, sebagaimana syariat
berasal dari Al-Quran dan Al-Sunnah. Ia menjadi jiwa risalah islam, seperti
hati yang ada pada tubuh, tersembunyi jauh dari pandangan luar. Betatpapun ia
tetap merupakan sumber kehidupan yang paling dalam, yang mengatur seluruh organisme
keagamaan dalam islam.[8]
C.
Aplikasi
Tasawuf di Era Modern yang dipandang Relevan
Cara pengamalan
tasawuf di era modern ini sudah berbeda dengan pengamalan tasawuf di era
sebelumnya, pada masa sebelumnya tasawuf diamalkan dengan cara mendirikan
tarikat” yang berbeda pendapat antara satu dengan yang lainnya. Sedangkan tasawuf
pada saat ini yaitu pada saat era modern lebih menekankan terhadap akhlak.
Tasawuf pada
dasarnya merupakan jalan atau cara yang ditempuh oleh seseorang untuk
mengetahui tingkah laku nafsu dan sifat-sifat nafsu, baik yang buruk maupun
yang terpuji. Karena itu kedudukan tasawuf dalam Islam diakui sebagai ilmu
agama yang berkaitan dengan aspek-aspek moral serta tingkah laku yang merupakan
substansi Islam. Dimana secara filsafat sufisme itu lahir dari salah satu
komponen dasar agama islam, yaitu Iman, Islam dan Ihsan. Kalau iman melahirkan
ilmu teologi (kalam), Islam melahirkan ilmu syari’at, maka ihsan melahirkan
ilmu akhlaq atau tasawuf. (Amin Syukur, 2002:112).
Meskipun dalam
ilmu pengetahuan wacana tasawuf tidak diakui karena sifatnya yang Adi Kodrati,
namun eksistensinya di tengah-tengah masyarakat membuktikan bahwa tasawuf
adalah bagian tersendiri dari suatu kehidupan masyarakat; sebagai sebuah
pergerakan, keyakinan agama, organisasi, jaringan bahkan penyembuhan atau
terapi.
Tasawuf atau
sufisme diakui dalam sejarah telah berpengaruh besar atas kehidupan moral dan
spiritual Islam sepanjang ribuan tahun yang silam. Selama kurun waktu itu
tasawuf begitu lekat dengan dinamika
kehidupan masyarakat luas, bukan sebatas kelompok kecil yang eksklusif dan terisolasi
dari dunia luar. Maka kehadiran tasawuf di dunia modern ini sangat diperlukan,
guna membimbing manusia agar tetap merindukan Tuhannya, dan bisa juga untuk
orang-orang yang semula hidupnya glamour dan suka hura-hura menjadi orang yang
asketis (Zuhudpadadunia). Proses modernisasi yang makin meluas di abad modern
kini telah mengantarkan hidup manusia menjadi lebih materealistik dan
individualistic. Perkembangan industrialisasi dan ekonomi yang demikian pesat,
telah menempatkan manusia modern ini menjadi manusia yang tidak lagi memiliki
pribadi yang merdeka, hidup mereka sudah diatur oleh otomatisasi mesin yang
serba mekanis, sehingga kegiatan sehari-hari pun sudah terjebak oleh alur
rutinitas yang menjemukan. Akibatnya manusia sudah tidak acuh lagi, kalau peran
agama menjadi semakin tergeser oleh kepentingan materi duniawi.
Menurut Amin
Syukur, tasawuf bagi manusia sekarang
ini, sebaiknya lebih ditekankan pada tasawuf sebagai akhlak, yaitu
ajaran-ajaran mengenai moral yang hendaknya diterapkan dalam kehidupan
sehari-hari guna memperoleh kebahagiaan optimal. Tasawuf perilaku baik,
memiliki etika dan sopan santun baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun
terhadap Tuhannya.
Okok-pokok
ajaran tasawuf yang dipandang penting dan relefan untuk diamalkan pada era
modern saat ini
a.
Tasawuf Akhlaq
Sikap
istimewa kaum sufi adalah dalam memberikan makna terhadap institusi-institusi
Islam ajaran Agama Islam mereka pandang dari dua aspek, yaitu aspek lahiriyah
(luar) dan aspek bathiniyah (dalam). Pendalaman dan pengamalan aspek “dalamnya”
adalah yang paling utama tanpa mengabaikan aspek “luarnya” yang dimotifasikan
untuk embersihkan jiwa. Tanggapan perenungan mereka lebih berorientsi pada
aspek “dalam”, yaitu cara hidup yang lebih mengutamakan rasa dan rencana, lebih
mementigkan keagungan tuhandan bebas dari egoisme. Sebagai perilaku perorangan
yang terbaik dalam mengontrol diri, kesetiaan dan realisasi kehadiran Tuhan
yang tetap dalam segala peilaku dan perasaan seseorang.
Bagian
terpenting dari tujuan tasawuf adalah memperoleh hubungan lansung dengan tuhan,
sehingga merasa dan sadar berada di “hadirat” Tuhan. Keberadaan itu dirasakn
sebagai nikmat dan kebahagiaan yang hakiki.
Sufisme
perlu dimasyarakatkan pada kehidupan modern yang sekarang karena terdapat 3
(tiga) tujuan penting, yaitu:[9]
1)
Turut serta berperan menyelamatkan
kemanusiaan dari kondisi kebingungan akibat hilangnya nilai-nilai spiritual.
2)
Memperkenalkan literature atau pemahaman
tentang aspek esoterik (kebatinan) Islam, baik terhadap masyarakat Muslim yang
mulai melupakannya maupun non Muslim.
3)
Untuk menegaskan kembali, bahwa aspek
esoterik Islam, yakni sufisme merupakan jantung dari ajaran Islam sehingga bila
wilayah ini kering dan tidak berdenyut, maka keringlah aspek-aspek lain ajaran
Islam.
Tasawuf sekarang
ini dibutuhkan untuk memperbaiki akhlak seseorang sebagai pembentuk diri dalam
hal spiritual, sikap mental dan perbuatan luhur yang sangat penting diisikan ke
hati mereka dan dibiasakan dalam perbuatan untuk pembentukan manusia paripurna,
antara lain :[10]
a) At-taubah
Menurut
Qamar kailany dalam bukunya “Fi at-tasawuf al-Islami” yang dimaksud taubat
adalah: rasa penyesalan yang sungguh-sungguh dalam hati dengan disertai
permohonan ampun serta meninggalkan segala perbuatan yang dapat menimbulkan
dosa”. Tekanan dan penyesalan itu adalah terhadap seluruh aspek kehidupan
kecuali Allah.
Oleh
karena itu, arti taubat itu diperdalam, yaitu melupakan segala sesuatu kecuali
Allah. Hanya Allah yang ada dalam ingatan dan jiwanya, itulah taubat.
b) Cemas
dan harap
Sikap
mental rasa cemas dan harap, atau yang dalam sitilah tasawuf khouf dan raja’,
adalah salah satu ajaran tasawuf yang selalu dikaitkan kepada hasan basri.
Karena, secara hitoris memang dialah yang pertama kali memunculkan ajaran ini
sebagai ciri kehidupan sufi.
Dengan
adanya rasa takut ini akan menjadi pendorong bagi seseorang untuk mempertinggi
nilai dan kadar pengabdiannya dengan harap (raja’), amunan dan anugerah Allah,
oleh karena itu ajaran khouf dan raja’ ini adalah sikap mental yang bersifat
introspeksi, mawas diri dan selalu memikirkan kehidupan yang akan datang yaitu
kehidupan yang abadi.
c) Az-zuhud
Sesuai
dengan pandangan sufi, abhwa hawa nafsu duniawilah yang menjadi sumber
kerusakan moral manusia. Sikap kecenderungan seseorang kepada hawa nafsunya,
mengakibatkan kebrutalan tindakan manusia dalam mengejar kepuasan nafsunya.
Dorongan jiwa yang ingin menikmati kehidupan duniawi akan menimbulkan
kesenjangan manusia dengan Allah. Agar manusia terbebas dari godaan dan
pengaruh hawa nafsunya, manusia harus bersikap hati-hatiterhadap dunia. Manusia
haruslah zuhud terhadap dunia, yaitu meninggalkan kehidupan duniawi dan
melepaskan diri dari pengaruh materi.
d) Al-faqr
Kata ini berarti
tidak menuntut lebih banyak dari apa yang telah dipunyai. Merasa puas dan
bahagia dengan apa yang sudah dimilikinya. Sehingga tidak meminta sesuatu yang
lain walaupun sesuatu itu belum dimiliki. Sikap mental faqir ini merupakan
benteng pertahanan yang kuat dalam menghadapi pengaruh kehidupan materi. Sebab,
apabila sikap mental ini dimiliki, akan menghindarkan seseorang dari
keserakahan. Orang tdak akan berbuat nekatwalaupun tidak punya, karena sudah
merasa puas akan apa yang telah ia dapatkan. Dengan demikian, pada prinsipnya
sikap mental faqir ini merupakan rentetan dari sikap zuhud. hannya saja zuhud
lebih keras menghadapi kehidupan duniawi, sedangkan faqir hanya sekedar
pendisiplinan diri dalam mencari dan memanfaatkan fasilitas diri dalam mencari
dan memanfaatkan fasiltas hidup dalam kehidupan.
e) As-shobru
Salah satu sikap
yang fundamental bagi sufi dalam usahanya mencapai sasaran, adalah sabar. Sabar
mereka artikan sebagai satu keadaan jiwa yang kokoh, stabil dan konsekwendalam
pendirian. Jiwanya tidak tergoyahkan , pendiriannya tidak lebih walau
bagaimanapun beratnya tantangan yang dihadapi. Pantang mundur dan tak kenal
menyerah, karena sufi beranggapan bahwa segala sesuatu yang terjadi merupakan
irodah Tuhan dan mengandung uian.
Sikap mental
sabar diperlukan dalam segala situasi dan sepanjang waktu. Waktu senang juga
diperlukan kesabaran agar tidak sombong dan lupa daratan. Pada saat susah,
kesabaran tetap dibutuhkan agar tidak bergeser dari prinsip yang dipedomani.
Agaimanapun pahitnya kehidupan yang dialami, ketetapan hati harus
dipertahankan. Itulah yang dikehendaki sikap mental sabar.
f) Ridho
Sikap mental
ridho adalah kelanjutan dari rasa cinta atau perpaduan dari mahabbah dan sabar.
Term ini mengandung pegertian menerima dengan lapang dada dan hati terbuka apa
saja yang ada dari Allah, baik dalam menerima serta melaksanakan ketentuan-ketentuan
agama maupun yang berkenaan dengan masalah nasib dirinya.
Dengan tumbuhnya
rasa cinta yang diperkuat dengan ketabahan hati, maka terbinalah kelapangan
hati dan kesediaan yang tulus untuk berkorban, berbuat apa saja yang
diperintahkan oleh yang dicintainya.
g) Muroqabah
Seorang calon
sufi sejak awal sudah diajarkan kepadanya bahwa ia tidak pernah lepas dari
pengawasan Allah. Sebaliknya, seluruh aktivitas hidupnya ditujukan untuk
mendapat berada sedekat mungkin dengan Allah. Ia tahu dan sadar bahwa Allah “memandang”
kepadanya, maka kesadaran itu membawanya kepada satu sikap mawas diri atau
muroqobah kata ini mempunyai arti yang mirip dengan introspeksi diri. Dengan
kalimat yang lebih populer muroqobah dapat dikatakan adalah setiap saat siap
dan siaga meneliti keadaan diri sendiri.
Kecerdasan
rohaniah mampu membekalkan semangat, kekentalan, kesabaran, keikhlasan,
kejujuran, integriti, dsb. Seseorang yang merasakan dirinya dekat dengan Tuhan
akan sentiasa berbuat baik, berbakti kepada masyarakat demi mencapai keridhaan
Sang Kekasih dan mengharapkan ganjaran-Nya di akhirat kelak. Kecerdasan
rohaniah menghasilkan taqwa (self-restrain) yang dapat menghalang seseorang
Muslim daripada melakukan perbuatan maksiat, jahat dan tercela walaupun tiada
pengawasan dan kawalan luaran.
Tasawuf tidak
memundurkan seseorang. Seseorang yang dekat dengan Allah Swt. adalah orang yang
banyak berbuat dan bukan hanya berharap. Ungkapan yang menggambarkan
keperibadian para sahabat di zaman Rasulullah s.a.w. adalah mereka itu seperti
para rahib di waktu malam dan pasukan berkuda pada waktu siang “ruhbanun fi
al-layl wa fursanun bi al-nahar.” Inilah gambaran sebenar seorang Muslim yang
benar-benar mengikuti ajaran Islam. Seorang yang dekat dengan Tuhan tetapi juga
seorang yang beraksi dan bukan hanya penonton. Seorang Muslim sejati adalah
yang memainkan peranan sebagai aktivis, reformis, pengurus, pentadbir, pemikir,
pendidik dsb. Mereka adalah golongan yang dirasakan akan kehadiran mereka oleh
umat ini dan merasa kehilangan dengan ketiadaan mereka.
Jadi tasawuf
modern ini, lebih mengutamakan ihsan yang bersifat konkret yang menyentuh
langsung dengan kehidupan social kemasyarakatan, bukan dengan sesuatu yang
bersifat abstrak, karena ibadah itu adalah hal yang wajib bagi setiap hamba,
tetapi hanya menyangkut hubungan seseorang dengan sangg khalik yang tentunya
tidak berdampak apa-apa bagi orang lain, sebab itu hanyalah untuk kebahaggiaan
akhirat saja. Sedangkan dalam tasawuf modern, harus ada keseimbangan antara
dunia dengan akhirat, sehingga akan tercapailah apa yang dinamakan dengan
kebahagiaan dunia dan kebahagiaan akhirat.[11]
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berkembangnya
ilmu pengetahuan dan teknologi di masa modern ini, memberikan manfaat besar
pada msyarakat, baik dibidang teknologi maupun yang lainnya, sehingga dapat
mempermudahkan segala intraksi dan komunukasi dalam msyarakat. Namun dengan
semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi ini, perilaku masyarakat
semakin rusak dan tidak jarang masyarakat kehilangan jatidirinya. Untuk mengatasi
permasalahan tersebut, cara yang hampir disepakati para ahli terutama para
ilmuan islam adalah dengan cara mengembangkan kehidupan berahlak dan
bertasawuf.
Jadi, fungsi
tasawuf dalam kehidupan sehari-hari pada era modern ini ialah membentuk kepribadian
diri yang sholih serta berperilaku mulia dan ibadahnya berkualitas. Dalam
kehidupan modern, tasawuf menjadi obat yang mengatasi krisis kerohanian manusia
modern yang telah lepas dari pusat dirinya, sehingga ia tidak mengenal lagi
siapa dirinya, arti dan tujuan dari hidupnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Al
Quraan dan Terjemahnya, (Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Pentafsir Al Quraan)
Syukur,
Amin. Tasawuf Kontekstual:Problem Manusia Modern, Pustaka
Pelajar:Yogyakarta, 2003
Hamka,
Tasauf Modern, Pustaka Panjimas, Jakarta Tahun : 1990.
Kuntowijoyo,
Paradigma Islam Interprestasi unutk Aksi, Bandung: Mizan, 1991.
Nashr
, Husein, Tasawuf Dulu dan Sekarang, (terj.) Abdul Hadi W.M., dari judul
asli, Living Sufisme, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1985.
Nata,
Abuddin, Akhlak Tasawuf, Jakarta Utara: Rajawali Press, 2011.
Said,
Usman, Pengantar Ilmu Tasawuf, Medan: IAIN Sumatera Utara, 1982.
Syukur,
M. Amin, Menggugat Tasawuf: Sufisme dan Tanggung Jawab Sosial Abad 21,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999
[1]
Sayid Husein Nasr. Tasawuf Dulu dan
Sekarang. Pustaka Firdaus. Jakarta. cet.I,1985,hal.205
[2]
M. Amin Syukur, Menggugat Tasawuf:
Sufisme dan Tanggung Jawab Sosial Abad 21, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
1999), hlm. 18
[3]
Hamka, Tasauf Modern, (Pustaka
Panjimas, Jakarta Tahun : 1990). Hal 25
[4]
Moh. Al-Badir, Ilmu dan Persepektif
Tasawuf (Jakarta: Kharisma, 1996),
hlm. 10
[5]
Al Quraan dan Terjemahnya, (Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Pentafsir Al
Quraan) hlm. 647
[6]
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf (Jakarta
Utara: Rajawali Press, 2011), cetakan ke-10, hlm. 289-290
[7]
Moh. Al-Badir, Op. Cit. hlm. 30
[8]
Husein Nashr, Tasawuf Dulu dan Sekarang,
(terj.) Abdul Hadi W.M., dari judul asli, Living Sufisme, (Jakarta: Pustaka
Firdaus, 1985), cet.I, hlm.181;
[9]
M. Quraish Shihab, Wawasan al-Quran,
(Bandung: Mizan, 1996), cet.III,
hlm.376-377.
[10]
] Kuntowijoyo, Paradigma Islam
Interprestasi unutk Aksi, (Bandung: Mizan, 1991), cet.I, hlm.159
[11]
Jalaluddin Rahmat, Islam Alternatif,
(Bandung: Mizan, 1991), cet.IV, hlm.158
Tidak ada komentar:
Posting Komentar