ASAS-ASAS HUKUM ACARA PERDATA
D
I
S
U
S
U
N
OLEH:
WILDAN HAKIM NASUTION 1410100048
ABDULLAH ZAMAN 1410100035
DOSEN PENGAMPU
ERWIN HAMONANGAN
JURUSAN AKHWAL SYAKSIYAH
FAKULTAS
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
PADANGSIDIMPUAN
TAHUN 2016
KATA PENGANTAR
Puji
dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT dan Shalawat beserta salam semoga
dicurahkan kepada Rasullah Saw, keluarganya, sahabatnya, serta para
pengikutnya.
Atas
pertolongan Allah Swt, dan dengan kerja keras akhirnya penulis bisa menyelesaikan
makalah yang bertema Asas-asas Hukum
Acara Perdata, dimana makalah ini dibuat untuk memenuhui mata kuliah.
Penyusun
tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada Pembimbing serta semua pihak yang
terlibat dalam penyusunan makalah ini. Penyusun berharap semoga semua yang
telah berjasa dalam penyusunan makalah ini mendapat balasan yang sebaik-baiknya
dari Allah SWT.
Akhirnya
penyusun menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna. Untuk itu penyusun mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari para pembaca, sehingga makalah ini bisa mencapai kesempurnaan.
Padangsidimpuan, Oktober 2016
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................. i
DAFTAR ISI................................................................................................. ii
BAB I
PENDAHULUAN............................................................................ 1
BAB II
PEMBAHASAN............................................................................. 2
A. Pengertian Hukum Acara
Perdata..................................................... 2
B. Asas-Asas Dalam Hukum
Acara Perdata.......................................... 3
BAB III PENUTUP...................................................................................... 7
A. Kesimpulan........................................................................................ 7
DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 8
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam
hidup, masing-masing orang kadang memiliki kepentingan yang berbeda antara yang
satu dengan yang lainya. Adakalanya kepentingan mereka saling bertentangan,
yang kadang menimbulkan sengketa, untuk menghindarkan gejala tersebut, mereka
mencari jalan untuk mengadakan tata tertib, yaitu dengan membuat ketentuan atau
kaidah hukum yang harus ditaati oleh setiap angota masyarakat. Sehingga
kepentingan angota masyarakat lainya akan terjaga dan terlindungi, apabila
kaidah hukum itu dilanggar, maka kepada yang bersangkutan akan diberikan sanksi
atau hukuman. Yang dimaksud dengan kepentingan disini adalah hak-hak dan
kewajiban perdata yang diatur dalam hukum perdata materiil atau lazim disebut
sebagai hukum acara perdata.
Hukum
acara perdata adalah sekumpulan peraturan yang membuat bagaimana caranya orang
bertindak di depan pengadilan, bagaimana caranya pihak yang terserang
kepentinganya mempertahankan diri, bagaimana hakim bertindak sekaligus memutus
perkara dengan adil, bagaimana melaksanakan keputusan hakim yang kesemuanya
bertujuan agar hak dan kewajiban yang telah diatur dalam hukum perdata materiil
itu dapat berjalan dengan semestinya, sehingga terwujud tegaknya hukum dan
keadilan.
Dengan
demikian kedudukan hukum acara perdata amat penting, karena adanya hukum acara
perdata, masyarakat merasa adanya kepastian hukum bahwa setiap orang berhak
mempertahankan hak perdatanya dengan sebaik-baiknya dan setiap orang yang
melakukan pelangaran terhadap hukum perdata yang mengakibatkan kerugian pada
orang lain dapat dituntut melalui pengadilan. Selain itu hukum acara perdata
juga berfungsi untuk menegakan, mempertahankan dan menjamin ditaatinya
ketentuan hukum materiil dalam praktik melalui perantaraan peradilan. Dengan
hukum acara perdata diharapkan akan tercipta ketertiban dan kepastian hukum
dalam masyarakat.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Hukum
Acara Perdata
Hukum acara atau hukum formal adalah peraturan hukum
yang mengatur tentang cara bagaimana mempertahankan dan menjalankan peraturan
hukum material. Fungsi menyelesaikan masalah yang memenuhi norma-norma larangan
hukum material melalui suatu proses dengan berpedoman kepada peraturan yang
dicantumkan dalam hukum acara. Artinya bahwa hukum acara itu baru berfungsi
kalau ada masalah yang dihadapi individu-individu dan terhadap masalah itu
perlu diselesaikan secara adil untuk memperoleh kebenaran.
Tugas hukum acara menjamin ditaatinya norma-norma
hukum material oleh setiap individu. Dengan perkataan lain, hukum acara hanya
di jalankan dalam keadaan istimewa, yaitu dalam hal hukum material / kewenangan
yang oleh hukum material diberikan kepada yang berhak dan perlu dipertahankan.[1]
Hukum acara perdata adalah rangkaian-rangkaian
peraturan-peraturan yang memuat cara bagaimana orang harus bertindak terhadap
dan di muka pengadilan dan cara bagaimana pengadilan itu harus bertindak, satu
sama lain untuk melaksanakan berjalannya peraturan-peraturan hukum perdata.[2]
Putusan hakim merupakan bagian dari hukum acara
perdata yang meliputi arti putusan hakim, susunan, macam-macam dan putusan oleh
karena itu penulis merasa tertarik untuk membahas dalam makalah ini.
Berikut adalah beberapa pengertian Hukum Acara
Perdata menurut beberapa pakar, Pada dasarnya semua artian atau pengertian dari
pada Hukum Acara Perdata memang searah, maksud dari searah itu nyaris sama
karena memang satu tujuan/ untuk satu arti. Berikut pemaparannya:
1.
Menurut Sudikno
Mertokusumo
Hukum
Acara Perdata adalah peraturan hukum yg mengatur bagaimana caranya menjamin
ditaatinya hukum perdata materiil dengan perantaraan hakim.[3]
2.
Menurut
Retnowulan Sutantio
Hukum
Acara Perdata disebut juga hukum perdata formil yaitu kesemuanya kaidah hukum
yg menentukan dan mengatur cara bagaimana melaksanakan hak-hak dan
kewajiban-kewajiban perdata sebagaimana yang diatur dalam hukum perdata
materiil.
•
Hukum formil
atau hukum acara adalah kumpulan ketentuan-ketentuan dengan tujuan memberikan pedoman dalam usaha mencari kebenaran dan keadilan bila terjadi perkosaan atas suatu ketentuan
hukum dalam hukum materiil yang berarti
memberikan kepada hukum dalam hukum acara suatu hubungan yang
mengabdi kepada hukum materiil.
•
Hukum Acara
adalah serangkaian langkah yang harus diambil seperti yang dijelaskan oleh
undang-undang pada saat suatu kasus akan dimasukkan ke dalam pengadilan dan
kemudian diputuskan oleh pengadilan.
•
Hukum Acara
Perdata merupakan keseluruhan peraturan yang bertujuan melaksanakan dan
mempertahankan atau menegakkan hukum perdata materiil dengan perantaraan
kekuasaan negara. Perantaraan negara dalam mempertahankan dan menegakkan hukum
perdata materiil itu terjadi melalui peradilan. Cara inilah yang disebut dengan
Litigasi.
B.
Asas-Asas Dalam
Hukum Acara Perdata
Dalam mengajukan gugatan ke pengadilan ada beberapa
hal yang menjadi dasar dalam mengajukan gugatan. Adapun asas-asas dalam hukum
acara perdata adalah sebagai berikut:
1.
Asas Hakim Aktif
Hakim sebagai tempat pelarian bagi
para pencari keadilan, dianggap bijaksana dan tahu akan hukum, bahkan menjadi
tempat bertanya segala macam soal bagi rakyat. Seorang hakim diharapkan dapat
memberi pertimbangan sebagai orang yang tinggi pengetahuan dan martabatnya
serta berwibawa, dan juga memiliki sifat yang bijaksana.
Dalam
peradilan perdata tugas hakim adalah mempertahankan tata hukum perdata (burgelijke rechtsorde), menetapkan apa
yang ditentukan oleh hukum dalam suatu perkara. Berhubung dengan tugas tersebut
oleh ahli hukum sering kali dipersoalkan mengenai seberapa jauh hakim harus
mengejar kebenaran (waarheid) di
dalam memutus perkara.[4]
2.
Asas Hakim Pasif
Selain
hakim memiliki sifat aktif, juga memilik sifat pasif, akan tetapi hanya dalam
arti kata bahwa dalam ruang lingkup atau luas pokok sengketa yang diajukan
kepada hakim untuk diperiksa pada asasnya ditentukan oleh para pihak yang
berperkara dan bukan oleh.[5]
Pengertian
pasif diatas adalah yang dianut oleh sistem hukum acara perdata dalam HIR/RBg,
akan tetapi pengertian pasif menurut regelement rechtsvordering agak berbeda,
yaitu bahwa proses beracara adalah soal kedua belah pihak yang berperkara, yang
memakai proses itu sebagai alat untuk menetapkan saling hubungan hukumnya
dikemudian hari, baik posistif maupun negatif, sedangkan hakim hanya mengawasi
supaya peraturan-peraturan acara yang ditetapkan dengan undang-undang dituruti
oleh kedua belah pihak.[6]
3.
Asas Terbukanya
Pengadilan
Peraturan
hukum acara perdata seperti yang termuat dalam HIR mempunyai sifat yang
fleksibel dan terbuka, sebab HIR itu diciptakan untuk golongan bumiputera yang
hukum perdata materiilnya adalah hukum adat. Hukum adat selalu berdasarkan
kenyataan yang hidup dalam masyarakat.[7]
Menurut
K. Wantjik Saleh, dalam mencontoh lembaga hukum itu, pengadilan menerapkan
suatu “ciptaan sendiri” sehingga merupakan suatu “hukum yurisprudensi”, jadi
tanpa menyebutkan pasal-pasal dari regelement tersebut. Asas terbukanya sidang
pengadilan telah diatur dalam undang-undang kekuasaan kehakiman, yang
menentukan: sidang pemeriksaan pengadilan adalah terbuka untuk umum kecuali
Undang-Undang menentukan lain (Pasal 18 ayat 1 UU No. 5 tahun 2004).
4.
Asas Mendengarkan
Kedua Belah Pihak
Di
dalam hukum acara perdata, kedua belah pihak haruslah diperlakukan sama, tidak
memihak dan didengarkan bersama-sama. Asas kedua belah pihak harus didengar
dikenal dengan asas “audi et alteram partem atau Eines Mannes Rede ist keines
Mannes Rede, man soll sie horen alle beide”. Hal ini berarti bahwa hakim tidak
boleh menerima keterangan dari salah satu pihak sebagai benar, bila pihak lawan
tidak didengar atau diberi kesempatan untuk mengeluarkan pendapatnya. Hal ini
berarti juga pengajuan alat bukti harus dilakukan di muka sidang yang dihadiri
oleh kedua belah pihak (Pasal 121, 132 HIR/145, 157 RBg).[8]
5.
Asas Tidak Ada
Keharusan Mewakilkan
HIR/RBg
tidak mewajibkan para pihak untuk mewakilkan kepada orang lain, sehingga
pemeriksaan di persidangan terjadi secara langsung terhadap para pihak yang
langsung berkepentingan. Akan tetapi para pihak dapat dibantu atau diwakili
oleh kuasanya kalau dikehendakinya (Pasal 123 HIR/147 RBg). Dengan demikian
hakim tetap memeriksa sengketa yang diajukan, meskipun para pihak tidak
mewakilkan kepada seorang kuasanya.[9]
Setiawan
menyebutkan ada 8 asas yaitu :
1.
Asas
kesederhanaan. Pasal 4 (2), 5 (2) UU No. 4/2004
2.
Pengadilan mengadili
menurut Hukum dengan tidak membedakan orang, Pasal 5 (1) UU No. 4/2004.
3.
Hakim aktif
memimpin proses. Pasal 132 HIR, Pasal 156 RBg.
4.
Memberikan
perlakuan yang sama kepada para pihak yang berperkara.
5.
Para pihak
memiliki kedudukan yang sama.
6.
Suatu putusan
Pengadilanharus diberi suatu pertimbangan yang cukup.
7.
Penyelesaian
perkara dalam waktu yang pantas.
8.
Hukum acara itu
sendiri bukan tujuan.
BAB III
PENUTUP
Hukum
formil atau hukum acara adalah
kumpulan ketentuan-ketentuan dengan tujuan memberikan pedoman dalam usaha mencari kebenaran dan keadilan bila terjadi perkosaan atas suatu ketentuan
hukum dalam hukum materiil yang berarti
memberikan kepada hukum dalam hukum acara suatu hubungan yang mengabdi kepada
hukum materiil.
Hukum
acara adalah serangkaian langkah yang harus diambil seperti yang dijelaskan
oleh undang-undang pada saat suatu kasus akan dimasukkan ke dalam pengadilan
dan kemudian diputuskan oleh pengadilan.
Hukum
Acara Perdata merupakan keseluruhan peraturan yang bertujuan melaksanakan dan
mempertahankan atau menegakkan hukum perdata materiil dengan perantaraan kekuasaan
negara. Perantaraan negara dalam mempertahankan dan menegakkan hukum perdata
materiil itu terjadi melalui peradilan. Cara inilah yang disebut dengan
Litigasi.
Hukum
acara perdata yang berlaku saat ini
sifatnya luwes, terbuka dan sederhana (tidak formalistis). Para hakim mendapat
kesempatan yang seluas-luasnya untuk
mempergunakan hukum yang tidak tertulis disamping juga hukum yang tertulis
sepanjang tidak bertentangan dengan UUD 1945.
DAFTAR PUSTAKA
Asyhadie, H . Zaeni. 2013. Pengantar Ilmu Hukum. PT. Rajagrapindo persada: jakarta,2013.
Djamali, Abdul.
1996. Pengantar Hukum Indonesia.
Raja Grafindo:: Jakarta.
Makarao, Mohammad
taufik. 2010. Hukum Acara Pidana. Bogor: Ghalia Indonesia.
Mertokusumo, Sudikno.
2006. Hukum Acara Perdata Indonesia.
Yogyakarta : Liberty. Edisi VII.
[1]
Abdul djamali, Pengantar Hukum Indonesia, (Raja Grafindo:, Jakarta, 1996),
hAL. 173
[3]
Mertokusumo, Sudikno, Hukum Acara Perdata Indonesia, (Yogyakarta : Liberty.
Edisi VII, 2006), hal. 12
[4]
Makarao, Mohammad taufik, Hukum Acara Pidana, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010),
hal. 21
[5]
Mertokusumo, Sudikno., Op.cit., hal.
13
[6]
Makarao, Mohammad taufik, Op.cit., hal.
22
[7]
Mertokusumo, Sudikno., Op.cit., hal.
14
[8]
Ibid., hal. 15
[9]
Ibid., hal. 16
Tidak ada komentar:
Posting Komentar