.arrow { font-size: 18px; font-family: serif; font-weight: 900; } .readmore-link { margin-top: 20px; border-bottom: 1px solid gainsboro; margin-left: 250px; }
SELAMAT DATANG DI BLOG HOLONG MARINA COMPUTER/ INANG GROUP CORPORATION

RAJA MAKALAH

RAJA MAKALAH

Selasa, 06 Desember 2016

ASAS-ASAS HUKUM ACARA PERDATA





ASAS-ASAS HUKUM ACARA PERDATA

D
I
S
U
S
U
N
OLEH:

WILDAN HAKIM NASUTION            1410100048
ABDULLAH ZAMAN                          1410100035

DOSEN PENGAMPU
ERWIN HAMONANGAN


JURUSAN AKHWAL SYAKSIYAH
FAKULTAS
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
PADANGSIDIMPUAN
TAHUN 2016




KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT dan Shalawat beserta salam semoga dicurahkan kepada Rasullah Saw, keluarganya, sahabatnya, serta para pengikutnya.
Atas pertolongan Allah Swt, dan dengan kerja keras akhirnya penulis bisa menyelesaikan makalah yang bertema Asas-asas Hukum Acara Perdata, dimana makalah ini dibuat untuk memenuhui mata kuliah.
Penyusun tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada Pembimbing serta semua pihak yang terlibat dalam penyusunan makalah ini. Penyusun berharap semoga semua yang telah berjasa dalam penyusunan makalah ini mendapat balasan yang sebaik-baiknya dari Allah SWT.
Akhirnya penyusun menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna. Untuk itu  penyusun mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca, sehingga makalah ini bisa mencapai kesempurnaan.

                                                          Padangsidimpuan,   Oktober 2016




                                                                      Penyusun


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................. i
DAFTAR ISI................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................ 1
BAB II PEMBAHASAN............................................................................. 2
A.    Pengertian Hukum Acara Perdata..................................................... 2
B.     Asas-Asas Dalam Hukum Acara Perdata.......................................... 3
BAB III PENUTUP...................................................................................... 7
A.    Kesimpulan........................................................................................ 7
DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 8


BAB I
PENDAHULUAN

Dalam hidup, masing-masing orang kadang memiliki kepentingan yang berbeda antara yang satu dengan yang lainya. Adakalanya kepentingan mereka saling bertentangan, yang kadang menimbulkan sengketa, untuk menghindarkan gejala tersebut, mereka mencari jalan untuk mengadakan tata tertib, yaitu dengan membuat ketentuan atau kaidah hukum yang harus ditaati oleh setiap angota masyarakat. Sehingga kepentingan angota masyarakat lainya akan terjaga dan terlindungi, apabila kaidah hukum itu dilanggar, maka kepada yang bersangkutan akan diberikan sanksi atau hukuman. Yang dimaksud dengan kepentingan disini adalah hak-hak dan kewajiban perdata yang diatur dalam hukum perdata materiil atau lazim disebut sebagai hukum acara perdata.
Hukum acara perdata adalah sekumpulan peraturan yang membuat bagaimana caranya orang bertindak di depan pengadilan, bagaimana caranya pihak yang terserang kepentinganya mempertahankan diri, bagaimana hakim bertindak sekaligus memutus perkara dengan adil, bagaimana melaksanakan keputusan hakim yang kesemuanya bertujuan agar hak dan kewajiban yang telah diatur dalam hukum perdata materiil itu dapat berjalan dengan semestinya, sehingga terwujud tegaknya hukum dan keadilan.
Dengan demikian kedudukan hukum acara perdata amat penting, karena adanya hukum acara perdata, masyarakat merasa adanya kepastian hukum bahwa setiap orang berhak mempertahankan hak perdatanya dengan sebaik-baiknya dan setiap orang yang melakukan pelangaran terhadap hukum perdata yang mengakibatkan kerugian pada orang lain dapat dituntut melalui pengadilan. Selain itu hukum acara perdata juga berfungsi untuk menegakan, mempertahankan dan menjamin ditaatinya ketentuan hukum materiil dalam praktik melalui perantaraan peradilan. Dengan hukum acara perdata diharapkan akan tercipta ketertiban dan kepastian hukum dalam masyarakat.


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Hukum Acara Perdata
Hukum acara atau hukum formal adalah peraturan hukum yang mengatur tentang cara bagaimana mempertahankan dan menjalankan peraturan hukum material. Fungsi menyelesaikan masalah yang memenuhi norma-norma larangan hukum material melalui suatu proses dengan berpedoman kepada peraturan yang dicantumkan dalam hukum acara. Artinya bahwa hukum acara itu baru berfungsi kalau ada masalah yang dihadapi individu-individu dan terhadap masalah itu perlu diselesaikan secara adil untuk memperoleh kebenaran.
Tugas hukum acara menjamin ditaatinya norma-norma hukum material oleh setiap individu. Dengan perkataan lain, hukum acara hanya di jalankan dalam keadaan istimewa, yaitu dalam hal hukum material / kewenangan yang oleh hukum material diberikan kepada yang berhak dan perlu dipertahankan.[1]
Hukum acara perdata adalah rangkaian-rangkaian peraturan-peraturan yang memuat cara bagaimana orang harus bertindak terhadap dan di muka pengadilan dan cara bagaimana pengadilan itu harus bertindak, satu sama lain untuk melaksanakan berjalannya peraturan-peraturan hukum perdata.[2]
Putusan hakim merupakan bagian dari hukum acara perdata yang meliputi arti putusan hakim, susunan, macam-macam dan putusan oleh karena itu penulis merasa tertarik untuk membahas dalam makalah ini.
Berikut adalah beberapa pengertian Hukum Acara Perdata menurut beberapa pakar, Pada dasarnya semua artian atau pengertian dari pada Hukum Acara Perdata memang searah, maksud dari searah itu nyaris sama karena memang satu tujuan/ untuk satu arti. Berikut pemaparannya:
1.      Menurut Sudikno Mertokusumo
Hukum Acara Perdata adalah peraturan hukum yg mengatur bagaimana caranya menjamin ditaatinya hukum perdata materiil dengan perantaraan hakim.[3]
2.      Menurut Retnowulan Sutantio
Hukum Acara Perdata disebut juga hukum perdata formil yaitu kesemuanya kaidah hukum yg menentukan dan mengatur cara bagaimana melaksanakan hak-hak dan kewajiban-kewajiban perdata sebagaimana yang diatur dalam hukum perdata materiil.
         Hukum formil atau hukum acara  adalah kumpulan  ketentuan-ketentuan  dengan tujuan memberikan pedoman  dalam usaha mencari  kebenaran dan keadilan  bila terjadi perkosaan atas suatu ketentuan hukum dalam hukum materiil yang berarti  memberikan kepada hukum dalam hukum acara suatu hubungan yang mengabdi  kepada  hukum materiil.
         Hukum Acara adalah serangkaian langkah yang harus diambil seperti yang dijelaskan oleh undang-undang pada saat suatu kasus akan dimasukkan ke dalam pengadilan dan kemudian diputuskan oleh pengadilan.
         Hukum Acara Perdata merupakan keseluruhan peraturan yang bertujuan melaksanakan dan mempertahankan atau menegakkan hukum perdata materiil dengan perantaraan kekuasaan negara. Perantaraan negara dalam mempertahankan dan menegakkan hukum perdata materiil itu terjadi melalui peradilan. Cara inilah yang disebut dengan Litigasi.

B.     Asas-Asas Dalam Hukum Acara Perdata
Dalam mengajukan gugatan ke pengadilan ada beberapa hal yang menjadi dasar dalam mengajukan gugatan. Adapun asas-asas dalam hukum acara perdata adalah sebagai berikut:
1.      Asas Hakim Aktif
          Hakim sebagai tempat pelarian bagi para pencari keadilan, dianggap bijaksana dan tahu akan hukum, bahkan menjadi tempat bertanya segala macam soal bagi rakyat. Seorang hakim diharapkan dapat memberi pertimbangan sebagai orang yang tinggi pengetahuan dan martabatnya serta berwibawa, dan juga memiliki sifat yang bijaksana.
Dalam peradilan perdata tugas hakim adalah mempertahankan tata hukum perdata (burgelijke rechtsorde), menetapkan apa yang ditentukan oleh hukum dalam suatu perkara. Berhubung dengan tugas tersebut oleh ahli hukum sering kali dipersoalkan mengenai seberapa jauh hakim harus mengejar kebenaran (waarheid) di dalam memutus perkara.[4]
2.      Asas Hakim Pasif
Selain hakim memiliki sifat aktif, juga memilik sifat pasif, akan tetapi hanya dalam arti kata bahwa dalam ruang lingkup atau luas pokok sengketa yang diajukan kepada hakim untuk diperiksa pada asasnya ditentukan oleh para pihak yang berperkara dan bukan oleh.[5]
Pengertian pasif diatas adalah yang dianut oleh sistem hukum acara perdata dalam HIR/RBg, akan tetapi pengertian pasif menurut regelement rechtsvordering agak berbeda, yaitu bahwa proses beracara adalah soal kedua belah pihak yang berperkara, yang memakai proses itu sebagai alat untuk menetapkan saling hubungan hukumnya dikemudian hari, baik posistif maupun negatif, sedangkan hakim hanya mengawasi supaya peraturan-peraturan acara yang ditetapkan dengan undang-undang dituruti oleh kedua belah pihak.[6]
3.      Asas Terbukanya Pengadilan
Peraturan hukum acara perdata seperti yang termuat dalam HIR mempunyai sifat yang fleksibel dan terbuka, sebab HIR itu diciptakan untuk golongan bumiputera yang hukum perdata materiilnya adalah hukum adat. Hukum adat selalu berdasarkan kenyataan yang hidup dalam masyarakat.[7]
Menurut K. Wantjik Saleh, dalam mencontoh lembaga hukum itu, pengadilan menerapkan suatu “ciptaan sendiri” sehingga merupakan suatu “hukum yurisprudensi”, jadi tanpa menyebutkan pasal-pasal dari regelement tersebut. Asas terbukanya sidang pengadilan telah diatur dalam undang-undang kekuasaan kehakiman, yang menentukan: sidang pemeriksaan pengadilan adalah terbuka untuk umum kecuali Undang-Undang menentukan lain (Pasal 18 ayat 1 UU No. 5 tahun 2004).
4.      Asas Mendengarkan Kedua Belah Pihak
Di dalam hukum acara perdata, kedua belah pihak haruslah diperlakukan sama, tidak memihak dan didengarkan bersama-sama. Asas kedua belah pihak harus didengar dikenal dengan asas “audi et alteram partem atau Eines Mannes Rede ist keines Mannes Rede, man soll sie horen alle beide”. Hal ini berarti bahwa hakim tidak boleh menerima keterangan dari salah satu pihak sebagai benar, bila pihak lawan tidak didengar atau diberi kesempatan untuk mengeluarkan pendapatnya. Hal ini berarti juga pengajuan alat bukti harus dilakukan di muka sidang yang dihadiri oleh kedua belah pihak (Pasal 121, 132 HIR/145, 157 RBg).[8]
5.      Asas Tidak Ada Keharusan Mewakilkan
HIR/RBg tidak mewajibkan para pihak untuk mewakilkan kepada orang lain, sehingga pemeriksaan di persidangan terjadi secara langsung terhadap para pihak yang langsung berkepentingan. Akan tetapi para pihak dapat dibantu atau diwakili oleh kuasanya kalau dikehendakinya (Pasal 123 HIR/147 RBg). Dengan demikian hakim tetap memeriksa sengketa yang diajukan, meskipun para pihak tidak mewakilkan kepada seorang kuasanya.[9]
Setiawan menyebutkan ada 8 asas yaitu :
1.      Asas kesederhanaan. Pasal 4 (2), 5 (2) UU No. 4/2004
2.      Pengadilan mengadili menurut Hukum dengan tidak membedakan orang, Pasal 5 (1) UU No. 4/2004.
3.      Hakim aktif memimpin proses. Pasal 132 HIR, Pasal 156 RBg.
4.      Memberikan perlakuan yang sama kepada para pihak yang berperkara.
5.      Para pihak memiliki kedudukan yang sama.
6.      Suatu putusan Pengadilanharus diberi suatu pertimbangan yang cukup.
7.      Penyelesaian perkara dalam waktu yang pantas.
8.      Hukum acara itu sendiri bukan tujuan.


BAB III
PENUTUP

Hukum formil atau hukum acara  adalah kumpulan  ketentuan-ketentuan  dengan tujuan memberikan pedoman  dalam usaha mencari  kebenaran dan keadilan  bila terjadi perkosaan atas suatu ketentuan hukum dalam hukum materiil yang berarti  memberikan kepada hukum dalam hukum acara suatu hubungan yang mengabdi  kepada  hukum materiil.
Hukum acara adalah serangkaian langkah yang harus diambil seperti yang dijelaskan oleh undang-undang pada saat suatu kasus akan dimasukkan ke dalam pengadilan dan kemudian diputuskan oleh pengadilan.
Hukum Acara Perdata merupakan keseluruhan peraturan yang bertujuan melaksanakan dan mempertahankan atau menegakkan hukum perdata materiil dengan perantaraan kekuasaan negara. Perantaraan negara dalam mempertahankan dan menegakkan hukum perdata materiil itu terjadi melalui peradilan. Cara inilah yang disebut dengan Litigasi.
Hukum acara perdata  yang berlaku saat ini sifatnya luwes, terbuka dan sederhana (tidak formalistis). Para hakim mendapat kesempatan yang seluas-luasnya  untuk mempergunakan hukum yang tidak tertulis disamping juga hukum yang tertulis sepanjang tidak bertentangan dengan UUD 1945.


DAFTAR PUSTAKA

Asyhadie, H . Zaeni. 2013. Pengantar Ilmu Hukum. PT. Rajagrapindo persada: jakarta,2013.
Djamali, Abdul. 1996.  Pengantar Hukum Indonesia. Raja Grafindo:: Jakarta.
Makarao, Mohammad taufik. 2010. Hukum Acara Pidana. Bogor: Ghalia Indonesia.
Mertokusumo, Sudikno. 2006.  Hukum Acara Perdata Indonesia. Yogyakarta : Liberty. Edisi VII.



[1] Abdul djamali, Pengantar Hukum Indonesia, (Raja Grafindo:, Jakarta, 1996), hAL. 173
[2] H . Zaeni Asyhadie, Pengantar Ilmu Hukum, (PT. Rajagrapindo persada, jakarta,2013), hal 135
[3] Mertokusumo, Sudikno, Hukum Acara Perdata Indonesia, (Yogyakarta : Liberty. Edisi VII, 2006), hal. 12
[4] Makarao, Mohammad taufik, Hukum Acara Pidana, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), hal. 21
[5] Mertokusumo, Sudikno., Op.cit., hal. 13
[6] Makarao, Mohammad taufik, Op.cit., hal. 22
[7] Mertokusumo, Sudikno., Op.cit., hal. 14
[8] Ibid., hal. 15
[9] Ibid., hal. 16


Tidak ada komentar:

Posting Komentar