.arrow { font-size: 18px; font-family: serif; font-weight: 900; } .readmore-link { margin-top: 20px; border-bottom: 1px solid gainsboro; margin-left: 250px; }
SELAMAT DATANG DI BLOG HOLONG MARINA COMPUTER/ INANG GROUP CORPORATION

RAJA MAKALAH

RAJA MAKALAH

Selasa, 06 Desember 2016

Aqsam Al-Qur’an



KATA PENGANTAR

Puji syukur marilah kita panjatkan kehadirat Allah SWT  Yang Maha Esa atas segala limpahan Rahmat, Inayah, dan Taufik sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “ Pancasila Dalam Kode Politik Indonesia“.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga makalah ini bisa berguna bagi kita semua  khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca. Amin.

                                                          Padangsidimpuan,    Nopember 2016



                                                                      Penyusun


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................   i
DAFTAR ISI...............................................................................................   ii
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................   1
BAB II PEMBAHASAN............................................................................   2
A.    Pengertian Pancasila.........................................................................   2
B.     Pengertian Politik.............................................................................   3
C.     Pancasila dalam Kode Politik Indonesia..........................................   5
BAB III PENUTUP....................................................................................   7
A.    Kesimpulan......................................................................................   7
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................   8



BAB I
PENDAHULUAN

‘Ulumul Qur’an adalah ilmu yang mempelajari tentang hal – hal yang ada hubungannya dengan Al -Qur’an  Maka ilmu yang ada dalam Al Qur’an disebut Ulumul Qur’an. Ilmu tersebut diantaranya adalah Ilmu Aqsamul Qur’an yang berisi tentang sumpah di dalam alqur’an. Sumpah dalam konotasi bahasa Al Qur’an disebut qasam yang membicarakan tentang pengukuhan kalimat yang diselingi dengan bukti yang konkrit dan dapat menyeret lawan untuk mengakui apa yang di ingkarinya
Berbagai masalah yang dibicarakan dalam al-Qur’an diantaranya adalah sumpah Allah. Orang boleh saja heran, mengapa Allah banyak bersumpah dalam al-Qur’an. Keheranan tersebut muncul karena mereka tidak mengerti tentang idiom dalam al-Qur’an serta perbedaan kesiapan individu dalam menerima kebenaran firman Tuhan.
Kesiapan jiwa setiap individu dalam menerima kebenaran dan tunduk terhadap cahanya itu berbeda-beda. Jiwa yang jernih yang fitrahnya tidak ternoda kejahatan akan segera menyambut petunjuk dan membukakan pintu hati bagi sinarnya serta berusaha mengikutinya sekalipun petunjuk itu sampai kepadanya hanya sepintas kilas. Sedang jiwa yang tertutup awan kejahilan dan diliputi gelapnya kebatilan tidak akan tergoncang hatinya kecuali dengan pukulan peringatan dan bentuk kalimat yamg kuat lagi kokoh, sehingga dengan demikian barulah tergoncang keingkarannya itu. Qasam (sumpah) dalam pembicaraan, termasuk salah satu uslub pengukuhan kalimat yang diselingi dengan bukti konkrit dan dapat menyeret lawan untuk mengakui apa yang diingkarinya.
Makalah ini akan memberikan sedikit gambaran tentang pengertian aqsamul Qur’an, macam-macam qasam, unsur-unsur qasam Al-Qur’an, serta urgensi qasam dalam al-Qur’an.


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Aqsam Al-Qur’an
Menurut bahasa, aqsam merupakan lafal jamak dari kata qasam. Sedangkan kata qasam sama artinya dengan kata halaf  dan yamin, karena memang satu makna yaitu berarti sumpah. Sumpah dinamakan dengan yamin karena orang Arab kalau bersumpah saling memegang tangan kanan masing-masing.
 Qasam dan yamin merupakan sinonim yang didefinisikan untuk memperkuat maksud sesuatu dengan menyebutkan sesuatu yang lain yang memposisikan posisi yang lebih tinggi.[1]
Menurut istilah qasam diberi definisi sebagai berikut: “Sumpah ialah mengikatkan jiwa untuk tidak melakukan sesuatu perbuatan atau untuk mengerjakannya, yang diperkuat dengan sesuatu yang diagungkan bagi orang yang bersumpah, baik secara nyata ataupun secara keyakinan saja.”
Allah berfirman dalam surat An-Nahl ayat 38 yang berbunyi ;
(#qßJ|¡ø%r&ur «!$$Î/ yôgy_ öNÎgÏZ»yJ÷ƒr&   Ÿw ß]yèö7tƒ ª!$# `tB ßNqßJtƒ 4 4n?t/ #´ôãur Ïmøn=tã $y)ym £`Å3»s9ur uŽsYò2r& Ĩ$¨Z9$# Ÿw šcqßJn=ôètƒ ÇÌÑÈ  
Artinya: “Mereka bersumpah dengan nama Allah dengan sumpahnya yang sungguh-sungguh: "Allah tidak akan akan membangkitkan orang yang mati". (tidak demikian), bahkan (pasti Allah akan membangkitnya), sebagai suatu janji yang benar dari Allah, akan tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui”.
Sumpah itu dalam ucapan sehari-hari merupakan salah satu cara menguatkan pembicaraan yang diselipi dengan persaksian/pembuktian yang mendorong lawan pembicara untuk bisa mempercayai/ menerimanya. Sebab, pembicaraan yang diperkuat dengan sumpah itu, berarti sudah dipersaksikan di depan Tuhan.
Bentuk sumpah itu tidak hanya terdapat dalam Al Quran saja, juga tidak hanya dalam bahasa Arab, melainkan umum dan terdapat dalam kitab suci serta dalam segala bahasa di dunia, baik Arab, Inggris, Perancis, Urdu dan sebagainya termasuk pula dalam bahasa Indonesia.
Dr. Bakri Syekh Amin dalam buku At Ta’birul Fanni Fil Quran menjelaskan beberapa bentuk sumpah yang biasa terjadi dikalangan orang Arab, sebagai berikut: Dengan bentuk salam-salaman tangan kanan mereka, dengan bentuk memercikkan minyak wangi ke tangan atau pakaian mereka, dengan bentuk saling mengikatkan tampar yang satu kepada yang lain, dengan bentuk tekad/nazar dan dengan bentuk-bentuk yang lain.[2]

B.     Perbedaan Aqsam Al-Qur’an Dengan Sumpah Manusi
Selain bersumpah dengan zat-Nya, di dalam Al-Qur’an, Tuhan pun bersumpah dengan menggunakan sebagian dari makhluk-Nya sebagai obyek-obyek sumpah, seperti waktu, tempat, Al-Qur’an, dan benda-benda tertentu. Jika yang menggunakan sumpah (al-muqsim) adalah manusia, maka sumpah yang menggunakan obyek makhluk Tuhan, terlarang, karena bisa membawa pada kekufuran atau kemusyrikan.[3] Dalam sebuah hadits, Rasulullah menegaskan : “Barang siapa yang bersumpah dengan (menyebut) selain Allah, maka ia musyrik.” Atas dasar hadits tersebut, di dalam bersumpah, seseorang dilarang menyebutkan muqsam bih selain Allah SWT.
Sering kali kita mendapat kesan bahwa antara sumpah manusia dan sumpah yang ada dalam Al-qur’an terdapat perbedaan yang sangat mendasar. Allah adalah maha benar dalam arti yang sesungguhnya dan seluas-luasnya, sedikitpun tidak ada kecurangan apalagi kebohongan dari pihak Allah. Maka dari itu konotasi dari perbedaan sumpah manusia dan sumpah Allah sangatlah berbeda.
Mengingat perbedaan yang sangat mendasar tersebut maka Tuhan dapat memakai apa dan siapa saja yang dikehendaki-Nya dalam bersumpah. Sebaliknya manusia tidak boleh bersumpah kecuali atas nama Allah, jika mereka bersumpah selain atas nama Allah maka hal tersebut dianggap syirik, dosa besar, suatu kekufuran, yang tak diampuni Allah.
Kita dapat menyimpulkan bahwa sumpah yang dimaksud dalam Al-Qur’a adalah wahyu dari Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW dalam bentuk kalimat sumpah. Dari pernyataan tersebut kita memperoleh dua kriteria pokok didalamnya. Pertama “wahyu Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad” yang kedua “dalam bentuk kalimat sumpah”. Kriteri pertama memberikan batasan bahwa semua wahyu yang dierima Rosul Allah baik melalui jibril seperti Al’Qur’an maupun yang langsung diterimanya dari Allah SWT, maupun yang diterimanya dari Allah tanpa melalui perantara jibril seperti hadist Qudsi. Tapi wahyu-wahyu yang tidak diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, melainkan kepada nabi-nabi lain seperti nabi Musa as.seperti kitab Taurat, nabi Isa as. seperti kitab Injil.[4]
Kriteria kedua menjelaskan bahwa wahyu yang diturunkan kepada Rosul itu tidak dapta disebut sumpah kecuali bila wahyu tersebut diturunkan dalam bentuk sumpah. Maka kesimpulannya ialah setiap wahyu Allah dalam Al-Qur’an atau hadist qudsi yang diungkapkan dalam bentuk kalimat sumpah. Maka apabila ditemui sumpah tetapi tidak diturunkan kepada nabi Muhammad SAW maka kalimat itu tidak disebut sumpah dalam Al-Qur’an. Sumpah yang ada dalam Al-Qur’an merujuk pada bentuk susunan kalimat yang mengandung kata-kata dan rukun sumpah yang lazim digunankan manusia dalam bersumpah jadi tidak memiliki konotasi atau maksud seperti yang terdapat dalam sumpah manusia tersebut, sebab dari sudut hakikat dan tujuannya sumpah Allah jauh berbeda dari sumpah manusia.[5]
Seperti dijelaskan sebelumnya, manusia biasanya bersumpah dengan sesuatu yang diagungkan dan dihormati, yakni sesuatu yang membuatnya bisa ditimpa suatu akibat buruk apabila ia melanggar sumpahnya. Hal itu tidak mungkin terjadi pada sumpah-sumpah Tuhan. Dengan sumpah-Nya Tuhan tidak akan menerima akibat apa pun.
C.    Unsur-unsur Pokok di dalam aqsam Al-Qur’an dan Bentuknya
Ada tiga unsur dalam sighat qasam :
1.      Fi’l qasam[6]
Tidak semua qasam dalam Al-Qur’an yang menggunakan fi’il qasam dalam sumpah, kadang kala diganti dengan huruf ba, waw dan ta. Khusus untuk ba biasanya disertai dengan fi’il qasam bahkan menurut Al Suyuti tidak terdapat qasam dalam al-quraan yang menggunakan huruf ba. Tanpa diikuti oleh fi’il qasam terdapat dalam surat An-Nahal ayat 38.
Namun karena sudah terbiasa dalam pembicaraa, maka fi’il qasam tersebut terkadang di hilangkan kemudian diganti dengan huruf waw seperti dalam surat Al-Lail ayat 1 yang berbunyi;
È@ø©9$#ur #sŒÎ) 4Óy´øótƒ ÇÊÈ  
Artinya: “Demi malam apabila menutupi (cahaya siang)”.
Atau diganti dengan huruf ta pada lafaz jalalah (Allah) meskipun lafaz tersebut jarang digunakan seperti yang terdapat dalam surat Al- Anbiyaa’ ayat 57 yang berbunyi;
«!$$s?ur ¨byÅ2V{ /ä3yJ»uZô¹r& y÷èt/ br& (#q9uqè? tûï̍Î/ôãB ÇÎÐÈ  
Artinya: “Demi Allah, Sesungguhnya aku akan melakukan tipu daya terhadap berhala-berhalamu sesudah kamu pergi meninggalkannya”.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa huruf ba berasal dari perangkat huruf qasam yang disebut atau dihilangkan, sedangkan huruf waw masuk kepada maqsam bih, sementara ta khusus untuk lafaz jalalah saja.
2.      Maqsam Bih[7]
Yang di maksud dengan maqsam bih  adalah lafaz yang terletak sesudah adat qasam yang di jadikan sandaran dalam bersumpah.
    Ada tujuh macam maqsam bih dalam Al-Qur’an yaitu:
a.       Dengan zat alam atau sifat-sifatnya, terdapat dalam surat Maryam: 68, Al-Hijr: 92,Al-Ma’rij: 40 Al-Taghabun: 7, Saba’: 3 dan Yunus 53.
b.      Dengan kehidupan nabi Muhammad SAW terdapat dalam surat Al-Hijr 72
c.       Dengan hari kiamat terdapat dalam surat Al-Qiyamah: 1
d.      Dengan Al-Qur’an terdapat dalam surat Yasin : 1-3
e.       Dengan makhluk, berupa benda angkasa seperti bintang, bulan, fajar dan sebagainya seperti terdapat dalam surat Al-Najm : 1-2, Al-Syam; 1-2,Al-Fajr: 1-5 dan Al-Nazi’at: 1-6.
f.       Dengan makhluk yang berupa benda bumi seperti buah tin, zaitun, negara yang aman dan sebagainya, seperti buah dalam surat Al-Tin:1-4
g.      Dengan waktu dhuha, ashar, malam dan sebagainya seperti dalam surat Al-dhuha: 1-3 dan Al-Ashv: 1-2
Allah telah bersumpah dalam zat Nya sendiri dalam Al-Qur’an ada tujuh 7 tempat.
Orang  yang kafir menyangka bahwa mereka sekali-kali akan tidak akan dibangkitkan. Katakanla : tidak demikian, demi tuhanku, benar-benar kamu akan dibangkitkan . “ At-Tagabun (64:7 )
Dan orang kafir berkata ; hari berbangkit itu tidak akan datang kepada kami. Katakanlah : pasti datang, demi tuhanku, sungguh kiamat itu pasti akan datang kepadamu.” Saba’ (34:3 )
Dan mereka menanyakan kepadamu : Benarkah azab yang dijanjikan itu ? Katakanlah : ya, demi tuhanku, sesungguhnya azab itu pasti benar. “ Yunus (10:53 )
Dalam ketiga ayat ini  Allah memerintahkan Nabi agar bersumpah dengan zat-Nya.
Demi tuhanmu, sungguh kami akan membangkikan mereka bersama syetan. “Maryam (19:68 )
Maka demi Tuhanmu, kami pasti akan menanyai mereka semua. “ Al-hijir (15:92 )
Maka demi Tuhanmu mereka pada hakekatnya tidak beriman hingga mereka menjadikan mu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan. “ An-nisa’ (4:65 )
Maka aku bersumpah dengan Tuhan yang memiliki timur dan barat. “ Al-Ma’arij (70;40)
3.      Muqsam 'alaih[8]
Muqsam 'alaih (jawab qasam) adalah suatu ungkapan yang karenanya sumpah di ucapkan. Jawab qasam tersebut haruslah berupa hal-hal yang layak untuk di munculkan suatu qasam terhadapnya, misalnya hal-hal gaib untuk menetapkan keberadaannya.
Didalam Al-Qur’an secara garis besar Allah bersumpah tentang hal-hal sebagai berikut:
a.       Pokok-pokok keimanan dan ketauhidan dalam surat Asyaffat 1-4
ÏM»¤ÿ¯»¢Á9$#ur $yÿ|¹ ÇÊÈ   ÏNºtÅ_º¨9$$sù #\ô_y ÇËÈ   ÏM»uŠÎ=»­G9$$sù #·ø.ÏŒ ÇÌÈ   ¨bÎ) ö/ä3yg»s9Î) ÓÏnºuqs9 ÇÍÈ  
Artinya: 1. Demi (rombongan) yang ber shaf-shaf dengan sebenar-benarnya, 2. Dan demi (rombongan) yang melarang dengan sebenar-benarnya (dari perbuatan-perbuatan maksiat), 3. Dan demi (rombongan) yang membacakan pelajaran, 4. Sesungguhnya Tuhanmu benar-benar Esa.
Yang menjadi muksam alaihi dalam ayat ini adalah sesungguhnya tuhanmu benar-benar Esa’’ jawab qasam atau muksam alaihi terletak sesudah fi'il qasam dan muqsambih.
b.      Penegasan bahwa rasulullah benar-benar utusan Allah terdapat dalam surat yasin: 1-3.
c.       Penegasan bahwa Al-Qur’an benar-benar mulia terdapat dalam sural Al-Wakiah: 75-76
d.      Penegasan tentang balasan, janji dan ancaman yang benar-benar terlaksana dalam surat      Azzariat: 1-6.
e.       Keterangan tentang ihwal manusia terdapat dalam surat Al-Lail : 1-4.
Disamping itu terdapat juga dalam surat Al-Qur’an yang muqsam allaih dihilangkan, hal ini disebabkan:
Untuk menjawab kondisi kasam seprti ayat diatas memerlukan maqsam ‘alaih.
Karena jawab qasamnya sudah ditunjukkan oleh ayat yang tertera sesudahnya, seperti dalam surat Al-Qiyamaah ayat 3-4.yang berbunyi;
Ü=|¡øtsr& ß`»|¡RM}$# `©9r& yìyJøgªU ¼çmtB$sàÏã ÇÌÈ   4n?t/ tûïÍÏ»s% #n?tã br& yÈhq|¡S ¼çmtR$uZt/ ÇÍÈ  
Artinya: 3. Apakah manusia mengira, bahwa Kami tidak akan mengumpulkan (kembali) tulang belulangnya? 4. Bukan demikian, sebenarnya Kami Kuasa menyusun (kembali) jari jemarinya dengan sempurna.
Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa kebanyakan jawab qasam tidak disebutkan apabila dalam muqsam bih sudah terdapat indikasi yang menunjukkan depda muklsam alaih  dapat pula di pahami bahwa qasam bertujuan untuk mengukuhkan dan mewujudkan muqsam alaih.

D.    Tujuan Keberadaan Aqsam Al-Qur’an
Sumpah dilakukan untuk memperkuat pembicaraan agar dapat diterima atau dipercaya oleh pendengarnya. Sementara sikap pendengar sesudah mendengar qasam akan bersikap salah satu dari beberapa kemungkinan di bawah ini:[9]
1.      Pendengar yang netral, tidak ragu dan tidak pula mengingkarinya. Maka pendengar yang seperti ini akan diberi ungkapan ibtida’ (berita yang diberi penguat taukid ataupun sumpah) contohnya dalam Q.S Al Hadid ayat 8. Penguat dalam ayat ini hanya diperkuat oleh lafadz Qod.
2.      Pendengar mengingkari berita yang didengar. Oleh karenanya berita harus berupa kalam ingkari (diperkuat sesuai kadar keingkarannya). Bila kadar keingkarannya sedikit, cukup dengan satu taukid saja. Contoh surat An Nisa’ : 40. Sedang apabila kadar keingkarannya cukup berat, maka menggunakan dua taukid (penguat). Seperti surat Al-Maidah:72.
Dalam ayat di atas diberi dua taukid berupa lafadz Qod dan Lam taukid. Dan apabila kadar keingkarannya sangat berat, ditambah dengan beberapa taukid.
3.      Apabila berita itu sampai pada pendengar dan dia tidak menolak, tentunya berita tersebut dapat diterima dan dipercaya. Karena telah diperkuat dengan sumpah apalagi dengan menggunakan kata Allah swt.
4.      Bahwa pembawa berita akan merasa lega, karena telah menyampaikan berita dengan diperkuat sumpah atau dengan beberapa taukid (penguat). Hal ini sangat berbeda apabila membawa berita dengan tidak menggunakan qasam.
Dengan bersumpah memakai nama Allah atau sifat-sifat-Nya, maka hal ini sama dengan mengagungkan Allah swt karena telah menjadikan namanya selaku dzat yang diagungkan sebagai penguat sumpah.


BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Dari pembahasan dapat ditarik kesimpulan bahwa Sumpah ialah mengikatkan jiwa untuk tidak melakukan sesuatu perbuatan atau untuk mengerjakannya, yang diperkuat dengan sesuatu yang diagungkan bagi orang yang bersumpah, baik secara nyata ataupun secara keyakinan saja.
Manusia biasanya bersumpah dengan sesuatu yang diagungkan dan dihormati, yakni sesuatu yang membuatnya bisa ditimpa suatu akibat buruk apabila ia melanggar sumpahnya. Hal itu tidak mungkin terjadi pada sumpah-sumpah Tuhan. Dengan sumpah-Nya Tuhan tidak akan menerima akibat apa pun.
Unsur-Unsur dari Qasam yaitu
    1.     fi’il qasam
    2.     Al-Muqsam bihi
    3.     Muqsam ‘alaih
Tujuan keberadaan Aqsam Al-Qur’an:
1.      Pendengar yang netral, tidak ragu dan tidak pula mengingkarinya.
2.      Pendengar mengingkari berita yang didengar. Oleh karenanya berita harus berupa kalam ingkari (diperkuat sesuai kadar keingkarannya).
3.      Apabila berita itu sampai pada pendengar dan dia tidak menolak, tentunya berita tersebut dapat diterima dan dipercaya.
4.      Bahwa pembawa berita akan merasa lega, karena telah menyampaikan berita dengan diperkuat sumpah atau dengan beberapa taukid (penguat).


DAFTAR PUSTAKA

Al-Qaththan, Syaikh Manna’. 2011. Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an. Jakarta: pustaka al-kautsar, cet.keenam.
Ash Shiddieqy,  Teungku Muhammad hasbi. 2002. Ilmu-ilmu Al-Qur-an_Ilmu-ilmu Pokok Dalam Menafsirkan Al-Qur’an. Semarang: Pustaka Rizki Putra.
Djalal, Abdul. 1998. Ulumul Quran. Surabaya: Dunia Ilmu.
Hermawan, Acep. 2011. ‘ulumul Qur’an. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Izzan, Ahmad. 2005. Ulumul Quran.  Bandung: tafakur




[1]  Ahmad Izzan, Ulumul Quran, (Bandung: Tafakur, 2005), hal. 225
[2]  Abdul Jalal, Ulumul Quran, (Surabaya: Dunia Ilmu, 1998), hal. 364
[3] Syaikh Manna’ Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an, (jakarta: pustaka al-kautsar, 2011), cet.keenam, hal.364.
[4] Acep Hermawan, ‘ulumul Qur’an, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011), hal. 72
[5] Ibid, hal. 73
[6] Ibid, hal. 365
[7] Ibid,
[8] Ibid, hal.368.
[9] Teungku Muhammad hasbi Ash Shiddieqy, Ilmu-ilmu Al-Qur-an_Ilmu-ilmu Pokok Dalam Menafsirkan Al-Qur’an, (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2002), hal. 184.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar