PENULISAN EJAAN
DAN TANDA BACA
D
I
S
U
S
U
N
OLEH :
1.
FITRI YANI LUSI
YANTI NASUTION
2.
ANNISA HARAHAP
3.
RISKI MAHRANI
4.
NURSAIMAH
5.
MARWATI ADLANI
6.
AMARIA DAULAY
DOSEN PEMBIMBING:
ABDUL
MUJIB NASUTION
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
PADANGSIDIMPUAN
T.A 2016/2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa kita panjatkan kepada Allah SW
yang mana atas berkat dan pertolongan-Nya lah saya dapat menyelesaikan
makalah ini. Terimakasih juga saya ucapkan kepada dosen pembimbing Ibu Nur Sri
Hayati, MA yang turut yang telah membimbing saya sehingga bias
menyelesaikan makalah ini sesuai waktu yang telah di tentukan. Terimakasih juga
kepada teman-teman yang turut andil dalam terselesainya makalah ini.
Sholawat serta salam senantiasa saya haturkan kepada suri
tauladan kita Nabi Muhammad SAW yang selalu kita harapkan syafa’atnya di
hari kiamat nanti.
Makalah ini saya buat dalam rangka untuk memperdalam
pengetahuan dan pemahaman mengenai Ejaan
Dan Tanda Baca dengan harapan agar para mahasiswa bias lebih
memperdalam pengetahuan tentang Ejaan
Dan Tanda Baca. Makalah ini juga dibuat untuk memenuhi tugas mata
kuliah Bahasa Indonesia.
Dengan segala keterbatasan yang ada penulis telah
berusaha dengan segala daya dan upaya guna menyelesaikan makalah ini. Penulis
menyadari bahwasanya makalah ini jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun
dari para pembaca untuk menyempurnakan makalah ini. Atas kritik dan
sarannya saya ucapkan terimakasih yang sebanyak-banyaknya.
Padangsidimpuan, September 2016
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................. i
DAFTAR ISI.............................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN......................................................................... 1
A.
Latar Belakang ................................................................................ 1
BAB II PEMBAHASAN........................................................................... 2
A. Ejaan................................................................................................ 2
B. Tanda
Baca...................................................................................... 10
BAB III PENUTUP................................................................................... 16
A. Kesimpulan...................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Bahasa memiliki
peranan penting dalam kehidupan karena selain digunakan sebagai alat komunikasi
secara langsung, bahasa juga dapat digunakan sebagai alat komunikasi secara
tulisan, di zaman era globalisasi dan pembangunan reformasi demokrasi ini,
masyarakat dituntut secara aktif untuk dapat mengawasi dan memahami infrormasi
di segala aspek kehidupan sosial secara baik dan benar, sebagai bahan pendukung
kelengkapan tersebut, bahasa berfungsi sebagai media penyampaian informasi
secara baik dan tepat, dengan penyampaian berita atau materi secara tertulis,
diharapkan masyarakat dapat menggunakan media tersebut secara baik dan benar.
Bahasa merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia. Penyampaian pesan,
perasaan, ataupun ide hanaya akan efektif jika menggunakan bahasa. Salah satu
penyampaian pesan, perasaan ataupun ide itu dilakukan dengan menulisnya.
Terkadang bahasa yang diungkapkan dalam bentuk tulisan menjadi tidak efektif
yang penyebabnya antara lain kesalahan ejaan ataupun tanda baca.
Tanda baca dan
ejaan menjadi penting karena penggunaan yang tidak sesuai akan mengubah makna
bahasa yang akan diungkapkan. Secara teknis ejaan merupakan penulisan huruf,
penulisan kata dan pemakaian tanda baca.
Sedangkan tanda
baca itu sendiri dimaksudkan agar bahasa tulis menjadi mudah untuk dipahami,
sehingga pesan yang diungkapkan dapat dipahami sama.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Ejaan
1.
Pengertian ejaan
Kata “ejaan”
berasal bari bahasa arab hija’ menjadi eja yang mendapat akhiran –an. Hakikat
bahasa adalah bahasa lisan. Bahasa tulis merupaka turunan dari bahasa lisan.
Perbedaan antara ragam tulis dan lisan adalah bahsa lisan terutama yang tidak
baku, sangat simpel. Setelah Islam datang, di Nusantara digunakan huruf arab
untuk menulis bahasa melayu.[1]
Pada 1901 pertama kali penggunaan huruf latin untuk bahasa melayu. Ejaan ini
dikenal dengan ejaan Van Ophuijsen.
Menurut KBBI
ejaan adalah kaidah-kaidah cara menggambarkan bunyi-bunyi (kata, kalimat, dsb)
dalam bentuk tulisan (huruf-huruf) serta penggunaan tanda baca.
Ejaan adalah
seperangkat aturan tentang cara menuliskan bahasa dengan menggunakan huruf,
kata, dan tanda baca sebagai sarananya. Batasan tersebut menunjukan pengertian
kata ejaan berbeda dengan kata mengeja. Mengeja adalah kegiatan melafalkan
huruf, suku kata, atau kata; sedangkan ejaan adalah suatu sistem aturan yang
jauh lebih luas dari sekedar masalah pelafalan. Ejaan mengatur keseluruhan cara
menuliskan bahasa.[2]
Ejaan merupakan
kaidah yang harus dipatuhi oleh pemakai bahasa demi keteraturan dan keseragaman
bentuk, terutama dalam bahasa tulis. Keteraturan bentuk akan berimplikasi pada
ketepatan dan kejelasan makna. Ibarat sedang mengemudi kendaraan, ejaan adalah
rambu lalu lintas yang harus dipatuhi oleh setiap pengemudi. Jika para
pengemudi mematuhi rambu-rambu yang ada, terciptalah lalu lintas yang tertib
dan teratur. Seperti itulah kira-kira bentuk hubungan antara pemakai bahasa
dengan ejaan.
Ejaan yang
berlaku sekarang dinamakan Ejaan yang disempurnakan (EYD).EYD mulai diberlakukan
pada tanggal 16 Agustus 1972. Ejaan dalam sejarah bahasa Indonesia ini memang
merupakan upaya penyempurnaan ejaan sebelumnya yang sudah dipakai selama dua
puluh lima tahun yang dikenal dengan Ejaan Republik atau Ejaan Soewandi
(Menteri PP dan K Republik Indonesia pada saat Ejaan itu diresmikan pada tahun
1947).
EYD (Ejaan yang
Disempurnakan) merupakan tata bahasa dalam Bahasa Indonesia yang mengatur
penggunaan bahasa Indonesia dalam tulisan, mulai dari pemakaian dan penulisan
huruf capital dan huruf miring, serta penulisan unsur serapan. EYD disini
diartikan sebagai tata bahasa yang disempurnakan. Dalam penulisan karya ilmiah
perlu adanya aturan tata bahasa yang menyempurnakan sebuah karya tulis. Karena
dalam sebuah karya tulis memerlukan tingkat kesempurnaan yang mendetail.
Singkatnya EYD digunakan untuk membuat tulisan dengan cara yang baik dan benar.
2.
Fungsi Ejaan
Dalam kaitannya
dengan pembakuan bahasa, baik yang menyangkut pembakuan tata bahasa maupun
kosakata dan peristilahan, ejaan mempunyai fungsi yang sangat penting. Fungsi
tersebut antara lain sebagai berikut :[3]
a. Sebagai
landasan pembakuan tata bahasa
b. Sebagai
landasan pembakuan kosakata dan peristilahan, serta
c. Alat
penyaring masuknya unsur-unsur bahasa lain ke dalam bahasa Indonesia
Di samping
ketiga fungsi yang telah disebutkan diatas, ejaan sebenarnya juga mempunyai
fungsi yang lain. Secara praktis, ejaan berfungsi untuk membantu pemahaman
pembaca di dalam mencerna informasi yang disampaikan secara tertulis.
3.
Jenis-Jenis Ejaan[4]
a) Ejaan
Van Ophuijsen
Aksara
Arab Melayu dipakai secara umum di daerah Melayu dan daerah-daerah yang telah menggunakan bahasa Melayu. Akan
tetapi, karena terjadi kontak budaya dengan dunia Barat, sebagai akibat dari
kedatangan orang Barat dalam menjajah di Tanah Melayu itu, di sekolah-sekolah
Melayu telah digunakan aksara latin secara tidak terpimpin. Oeh sebab itu, pada
tahun 1900, menurut C.A. Mees (1956:30), Van Ophuijsen, seorang ahli bahasa
dari Belanda mendapat perintah untuk merancang suatu ejaan yang dapai dipakai
dalam bahasa Melayu, terutama untuk kepentingan pengajaran. Jika penyususnan
ejaan itu tidak cepat-cepat dilakukan, dikhawatirkan bahwa sekolah-sekolah tersebut akan menyusun dengan cara yang tidak
terpimpin sehingga akan muncul kekacauan dalam ejaan tersebut.
Dalam
menyusun ejaan tersebut, Van Ophuijsen dibantu oleh dua orang pakar bahasa dari
Melayu, yaitu Engkoe Nawawi Soetan Ma’moer dan Moehammad Thaib Soetan Ibrahim.
Dengan menggabungkan dasar-dasar ejaan Latin dan Ejaan Belanda, Van Ophuijsen
dan teman-teman berhasil membuat ejaan bahasa Melayu, yang ejaan tersebut lazim
disebut sebagai “Ejaan Van Ophuijsen”. Ejaan tersebut diresmikan pemakaiannya
pada tahun 1901.Ejaan van Ophuijsen dipakai selama 46 tahun, lebih lama dari
Ejaan Republik, dan baru diganti setelah dua tahun Indonesia merdeka.
Beberapa
hal yang cukup menonjol dalam Ejaan Van Ophuysen antara lain sebagai berikut :
Huruf
y ditulis dengan j
Misalnya
:
Sayang
: Sajang
Saya
: Saja
Huruf
u ditulis dengan oe
Misalnya
:
Umum
: Oemoem
Sempurna
: Sempoerna
Huruf k pada akhir kata atau suku kata ditulis
dengan tanda koma diatas
Misalnya
:
Rakyat
: Ra’yat
Bapak
: Bapa’
Huruf j ditulis dengan dj
Misalnya
:
Jakarta
: Djakarta
Raja
: Radja
Huruf
c ditulis dengan tj
Misalnya
:
Pacar
: Patjar
Cara
: Tjara
Gabungan
konsonan kh ditulis dengan ch
Misalnya
:
Khawatir
: Chawatir
Akhir
: Achir
b. Ejaan
Republik (Ejaan Soewandi)
Beberapa
tahun sebelum Indonesia merdeka yakni pada masa pendudukan Jepang, pemerintah
sudah mulai memikirkan keadaan ejaan kita yang sangat tidak mampu mengikuti
perkembangan ejaan internasional. Oleh sebab itu, Pemerintah melalui Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan melakukan pengubahan ejaan untuk menyempurnakan ejaan yang dirasakan
sudah tidak sesuai lagi dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Oleh
sebab itu, pada tahun 1947 muncullah sebuah ejaan yang baru sebagai pengganti
ejaan Van Ophuijsen. Ejaan tersebut diresmikan oleh Menteri Pendidikan
Pengajaran dan Kebudayaan Republik Indonesia, Dr. Soewandi, pada tanggal 19
Maret 1947 yang disebut sebagai Ejaan Republik. Karena Menteri Pendidikan
Pengajaran dan Kebudayaan adalah Dr. Soewandi, ejaan yang diresmikan itu
disebut juga sebagai Ejaan Soewandi. Hal-hal yang menonjol dalam Ejaan Soewandi
atau Ejaan Republik itu adalah sebagai berikut :
Huruf
/oe/ diganti dengan /u/, seperti dalam kata berikut
goeroe menjdi guru
itoe menjadi itu
oemoer menjadi umur
Bunyi hamzah dan bunyi sentak
ditulis dengan /k/, seperti dalam kata berikut :
Pa’ menjadi Pak
ma’lum menjadi maklum
ra’yat menjadi rakyat
Angka dua boleh dipakai untuk
menyatakan pengulangan, seperti kata berikut :
anak-anak menjadi anak2
berlari-larian menjadi ber-lari-2an
berjalan-jalan menjadi ber-jalan2
Awalan di- dan kata depan di
kedua-duanya ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya, seperti berikut :
Diluar (kata depan), dikebun (kata
depan), ditulis (awalan), diantara (kata depan), disimpan (awalan), dipimpin
(awalan), dimuka (kata depan), ditimpa (awalan), disini (kata depan).
Tanda trema tidak dipakai lagi
sehingga tidak ada perbedaan antar suku kata diftong, seperti kata berikut
DidjoempaÏŠ menjadi didjumpai
DihargaÏŠ menjadi dihargai
MoelaÏŠ menjadi mulai
Tanda aksen pada huruf e tidak
dipakai lagi, seperti pada kata berikut
ekor menjadi ekor
heran mejadi heran
merah menjadi merah
berbeda menjadi berbeda
Di hadapan tj dan dj, bunyi sengau
ny dituliskan sebagai n untuk mengindahkan cara tulis
Menjtjuri menjdi mentjuri
Menjdjual menjadi mendjual
Ketika memotong kata-kata di ujung
baris, awalan dan akhiran dianggap sebagai suku-suku kata yang terpisah
be-rangkat menjadi ber-angkat
atu-ran menjadi atur-an
c. Ejaan
Yang Disempurnakan
Pada tanggal 16
Agustus 1972, Presiden Republik Indonesia (Bapak Soeharto) meresmikan pemakaian
Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan yang lazim disingkat dengan EYD.
Peresmian ejaan tersebut berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 57 Tahun 1972.
Dengan dasar itu, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menyebarkan buku kecil
yang berjudul Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan yang memuat
berbagai patokan pemakaian ejaan yang baru. Buku yang beredar yang memuat
kaidah-kaidah ejaan tersebut direvisi dan dilengkapi oleh suatu badan yang
berada di bawah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, yang diketuai oleh Prof. Dr.
Amran Halim dengan dasar surat keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
tanggal 12 Oktober 1972, Nomor 156/P/1972. Hasil kerja komisi tersebut adalah
berupa sebuah buku yang berjudul Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan yang diberlakukan dengan surat keputusan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Nomor 0196/1975. Bersama buku tersebut, lahir pula sebuah buku yang
berfungsi sebagai pendukung buku yang pertama, yaitu buku Pedoman Umum
Pembentukan Istilah.Badan itu bernama Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa
yang sekarang bernama Pusat Bahasa.
Beberapa hal
yang perlu dikemukakan sehubungan dengan Ejaan Bahasa Indonesia yang
disempurnakan itu adalah sebagai berikut :[5]
1) Huruf
yang berubah fungsi adalah sebagai berikut
a) /dj/
djalan menjadi /j/ jalan
b) /j/
pajung menjadi /y/ payung
c) /nj/
njanji menjadi /ny/ nyanyi
d) /sj/
isjarat menjadi /sy/ isyarat
e) /tj/
tjukup menjadi /c/ cukup
f) /ch/
achir menjdi /kh/ akhir
2) Peresmian
penggunaan huruh berikut yang sebelumnya belum resmi adalah :
a) pemakaian
huruf /f/ dalam kata maaf, fakir
b) pemakaian
huruf /v/ dalam kata universitas, valuta
c) pemakaian
huruf /z/ dalam kata lezat, zeni
3) Huruf
yang hanya dipakai dalam ilmu eksakta, adalah sebagai berikut:
a) pemakaian
huruf /q/ dalam rumus a:b = p:q
b) pemakaian
huruf /x/ dalam istilah Sinar-X
4) Penulisan
di- sebagai awalan dan penulisan di sebagai kata depan dilakukan seperti berikut :
a) penulisan
awalan di- diserangkaiakan dengan kata yang mengikutinya, seperti dimakan,
dijumpai
b) penulisan
kata depan di dipisahkan dengan kata
yang mengikutinya, seperti di muka, di pojok, di antara.
Dalam Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan itu
terdapat pembicaraan yang lengkap, yaitu:
1) pembicaraan
tentang nama dan penulisan huruf
2) pembicaraan
tentang pemakaian huruf
3) pembicaraan
tentang penulisan kata
4) pembicaraan
tentang penulisan unsur serapan
5) pembicaraan
tentang pemakaian tanda baca.
Dengan lahirnya
Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan itu kini kita dapat merasakan bahwa
ejaan bahasa kita sudah tidak perlu diubah lagi. Jika ada hal-hal yang perlu
dimasukkan ke dalam ejaan yang selama ini tidak diatur dalam ejaan tersebut,
cukup ejaan itu direvisi dalam edisi berikutnya.
d. Ejaan
yang tidak diresmikan[6]
1. Ejaan
Melindo
Pada akhir tahun
1950-an para penulis mulai pula merasakan kelemahan yang terdapat pada Ejaan
Republik itu. Ada kata-kata yang sangat mengganggu penulisan karena ada satu
bunyi bahas yang dilambangkan dengan dua huruf, seperti dj, tj, sj, ng, dan ch.
Para pakar bahasa menginginkan satu lamabang untuk satu bunyi. Gagasan tersebut
dibawa ke dalam pertemuan dua Negara, yaitu Indonensia dan Malaysia. Dari pertemuan itu, pada akhir tahun 1959
Sidang Perutusan Indonensia dan Melayu (Slametmulyana dan Syeh Nasir bin
Ismail, masing-masing berperanan sebagi ketua perutusan) menghasilkan konsep
ejaan bersama yang kemudian dikenal dengan nama Ejaan Melindo
(Melayu-Indonesia).
Konsep bersama
itu memperlihatkan bahwa satu bunyi bahasa dilambangkan dengan satu huruf.
Salah satu lambing itu adalah huruf j sebagai pengganti dj, huruf c sebagai
pengganti huruf tj, huruf η sebagai pengganti ng, dan huruf ή sebagai pengganti
nj. Sebagai contoh :
sejajar sebagai
pengganti sedjadjar
mencuci sebagai
pengganti mentjutji
meηaηa sebagai pengganti dari menganga
berήaήi sebagai
pengganti berjanji
Ejaan
Melindo tidak pernah diresmikan. Di samping terdapat beberapa kesukaran teknis
untuk menuliskan beberapa huruf, politik
yang terjadi pada kedua negara antara Indonesia-Malaysia tidak memungkinkan
untuk meresmikan ejaan tersebut. Perencanaan pertama yang dilakukan dalam ejaan
Melindo, yaitu penyamaan lambang ujaran antara kedua negara, tidak dapat
diwujudkan. Perencanaan kedua, yaitu pelambangan setiap bunyi ujaran untuk satu
lambang, juga tidak dapat dilaksanakan. Berbagai gagasan tersebut dapat
dituangkan dalam Ejaan bahasa Indonensia yang disempurnakan yang berlaku saat
ini.
B.
Tanda
Baca
Untuk memahami
sebuah kalimat dengan sempurna kita perlu memperhatikan tanda baca yang
digunakan di dalamnya. Ada beberapa tanda baca yang dipakai dalam Bahasa
Indonesia yaitu :[7]
1.
Tanda baca titik (.)
Ada beberapa
kaidah dalam penggunaan tanda baca titik (.) yaitu :
a. Tanda
baca titik (.) digunakan untuk mengakhiri kalimat yang bukan yang bukan berupa
kalimat tanya atau kalimat seruan.
Contoh :
–
Saya beragama islam.
–
Hakikat pendidikan adalah memanusiakan
manusia.
b. Tanda
baca titik (.) digunakan dibelakang angka atau huruf dalam suatu bagan,
ikhtisar atau daftar.
Contoh :
–
4.1 Pembahasan.
–
Lampiran 2. Calon jamaah haji.
c. Tanda
baca titik (.) digunakan untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang
menunjukan jangka waktu.
Contoh :
–
pukul 01.35.20 (pukul 1 lewat 35 menit
20 detik)
d. Tanda
baca titik (.) digunakan diantara nama penulis, judul tulisan yang tidak
berakhir dengan tanda tanya dan tanda seru, dan tempat terbit dalam daftar
pustaka.
Contoh :
–
Lesatariningrum, Dwi. 1989. Teknik
Menjahit. Malang: Intan.
2.
Tanda baca koma (,)
Kaidah-kaidah
penggunaan tanda baca koma (,) adalah sebagai berikut:
a. Tanda
baca koma (,) digunakan di antara unsur-unsur dalam suatu perincian.
Contoh: Saya membeli kertas, pena,
dan tinta.
b. Tanda
baca koma (,) digunakan untuk memisahkan kalimat setara, apabila kalimat setara
berikutnya diawali kata tetapi atau melainkan.
Contoh:- Semua pergi, tetapi dia
tidak.
–
Dia bukan kakakku, melainkan adikku.
c. Tanda
baca koma (,) digunakan apabila anak kalimat mendahului induk kalimat.
Contoh: Jika hari ini tidak hujan,
saya akan dating.
d. Tanda
baca koma (,) digunakan untuk memisahkan anak kalimat jika anak kalimatnya itu
mendahului induk kalimatnya.
Contoh: Saya akan memaafkan, jika
ia bertobat.
e. Tanda
baca koma (,) digunakan di belakang ungkapan penghubung antar kalimat yang
terdapat pada awal kalimat.
Contoh: Dia malas belajar. Oleh
karena itu, dia tidak naik kelas.
3.
Tanda baca titik koma (;)
Kaidah penggunaannya sebagai
berikut :
a. Digunakan
untuk memisahkan bagian-bagian kalimat yang sejenis atau setara.
Contoh: Matahari hamper terbenam;
sinarnya yang kemerah-merahan; memantul di atas permukaan laut; indah sekali
pemandangan ketika itu.
b. Digunakan
untuk memisahkan kalimat yang setara di dalam suatu kalimat majemuk sebagai
pengganti kata penghubung.
Contoh: Sore itu kami sekeluarga
sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Ayah sedang membaca Koran; ibu menjahit
baju; saya asyik membersihkan taman di depan rumah.
4.
Tanda baca titik dua (:)
Kaidah penggunaannya sebagai
berikut:
a. Digunakan
sesudah kata atau ungkapan yang memerlukan perincian.
Contoh:
Ketua : Ahmad Wijaya
Sekretaris : Imam Tantowi
Bendahara: Siti Khotijah
b. Digunakan
di anatara jilid atau nomor dan halaman, di antara bab dan ayat di dalam kitab
suci, di antara judul dan sub judul, serta nama kata dan penerbit buku acuan.
Contoh: Tempo, I (1971). 34:7
Surat Yasin:19
Karangan Ali Hakim, Pendidikan
Seumur Hidup: Sebuah Studi, sudah terbit.
5.
Tanda hubung (-)
Kaidah penggunaannya sebagai berikut
:
a. Digunakan
untuk merangkaikan se-dengan kata berikutnya yang di dimulai dengan huruf
capital, ke- dengan angka, angka dengan- an, singkatan berhuruf kapital dengan
imbuhan atau kata, dan nama jabatan rangkap.
Contoh: Se-Indonesia
hadiah ke-2
tahun 50-an
Menteri-Sekretaris-Negara
sinar-X
Men-PHK-kan
b. Digunakan
untuk merangkai bahasa Indonesia dengan bahasa asing.
Contoh: di-smash, di-drill,
mem-beckup, di-carge
6.
Tanda Pisah (–)
Tanda pisah (–)
digunakan di antara dua bilangan atau tanggal dengan arti “sampai ke“ atau
“sampai dengan”. Penulisan tanda baca pisah (–)dinyatakan dengan dua buah tanda
hubung tanpa spasi sebelum dan sesudahnya.
Contoh:
1920–1945
Tanggal 15—10
April 19970
(Samsudin),
1999:25—34
Samsudin
(1999:25—34)
7.
Tanda elipsis (…)
Tanda ini
digunakan untuk menunjukan bahwa dalam suatu kalimat atau naskah ada bagian
yang hilang.
Contoh:
Sebab-sebab kemerosotan akhlak dikalangan mahasiswa…atau diteliti lebih lanjut.
8.
Tanda kurung ((…))
Tanda ini digunakan untuk hal-hal
sebagai berikut:
a. Digunakan
untuk mengapit tambahan keterangan atau penjelasan.
Contoh: Dalam buku KUHP (Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana) Bab II pasal 10.
b. Digunakan
untuk mengapit keterangan atau penjelasan yang bukan bagian integral pokok
pembicaraan.
Contoh: Aku (sebuah puisi karangan
Chairul Anwar) adalah puisi angkatan 45.
9.
Tanda tanya (?)
Tanda tanya (?) digunakan pada
akhir kalimat tanya, yakni kalimat yang membutuhkan jawaban.
Contoh: Siapa yang membawa tas saya
?
10.
Tanda seru (!)
Tanda ini digunakan sesudah
ungkapan atau pernyataan yang berupa seruan atau perintah yang menggambarkan
kesungguhan, ketidakpercayaan, atau emosi yang kuat.
Contoh: Alangkah seramnya peristiwa
itu!
Ambilkan buku itu!
Duduklah!
Dasar mata keranjang!
11.
Tanda kurung siku ( [] )
Tanda ini digunakan
untuk mengapit keterangan dalam kalimat penjelas yang sudah bertanda kurung.
Contoh:
Persamaan kedua proses ini (perbedaannya dibicarakan dalam Bab II [lihat
halaman 67-89])
12.
Tanda petik (“…..”)
Tanda petik digunakan untuk
mengakhiri petikan langsung .
Contoh: Kata Toto,”Saya juga
berpuasa.”
“Hakikat pendidikan adalah
memanusiakan manusia”(Imran,1998)
13.
Tanda petik tunggal (‘…’)
Tanda ini digunakan untuk mengapit
makna, terjemahan, dan penjelasan kata atau ungkapan asing.
Contoh: Mastery Learning ‘belajar
tuntas’
Reformasi ‘perubahan’
Keplicuk ‘dalam Bahasa Indonesia
disebut terkilir’
Islami ‘bernuansa islam’
14.
Tanda garis miring (/)
Tanda garis miring digunakan dalam
menulis nomor surat, nomor pada alamat, dan penandaan masa satu tahun yang
tebagi dalam dua tahun takwim.
Contoh: 14/YPU-i/12/99
Jalan Kramat III/10 Jakarta
Tahun Anggaran 1985/19986
15.
Tanda apostrof (‘)
Tanda ini berfunsi untuk penyingkat
suatu kata yang digunakan untuk menunjukan penghilangan bagian suatu kata atau
bagian angka tahun.
Contoh: malam ‘lah tiba (‘lah =
telah)
1 Januari ’88 (’88 = 1988)
Berdasarkan
uraian di atas tentang penggunaan tanda baca yang berlaku di dalam EYD dalam
Bahasa Indonesia secara garis besar prinsip-prinsip umum pemakain tanda baca
dapat diuraikan sebagai berikut:
1.
Tanda tanya (?), tanda titik (.), tanda
titk koma (;), tanda titik dua (:), dan tanda seru (!), ditulis rapat (tanpa
spasi) dengan huruf akhir dengan kata yang mendahuluinya dan diberi spasi
dengan kata yang sesudahnya.
2.
Tanda petik ganda (“), tanda petik
tunggal (‘), dan tanda kurung (()) masing-masing diketik rapat dengan kata,
frase, atau kalimat yand diapit.
3.
Tanda hubung (-), tanda pisah (–), dan
garis miring (/) masing-masing diketik rapat dengan huruf yang mendahului dan
yang mengikutinya.
4.
Tanda hitungan, seperti: sama dengan
(=), tambah (+), kurang (-), kali (x), bagi (:), lebih kecil (<), lebih
besar (>) ditulis dengan jarak satu spasi dengan huruf yang mendahului dan
mengikutinya.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari waktu ke
waktu jumlah kasus bunuh diri terus bertambah. Tidak hanya dikalangan orang
dewasa tetapi juga terjadi pada remaja bahkan anak-anak. Sebenarnya tidak
seorangpun yang menginginkan seperti ini tetapi keinginan manusia sering kali
diarahkan oleh banyak faktor yang terjadi diluar kendali kita sendiri sampai
akhirnya seseorang tiba pada keyakinan bahwa bunuh diri justru adalah jalan
terbaik untuk menyelesaikan masalahnya. Bagaimana hal itu bisa terjadi? Dan
bagaimana menghindarinya.
Dalam paragraf
di atas ada beberapa kesalahan penerapan EYD, yaitu penulisan kata dikalangan,
seorangpun, dan diluar seharusnya dipisahkan, penulisan kata sering kali
seharusnya digabungkan, dan sebelum kata tetapi seharusnya diberi tanda baca
koma.
Setelah kita
memahami apa yang telah di paparkan di atas, kita dapat mengambil sebuah
kesimpulan bahwa bahasa itu tidak terlepas dari yang namanya tata ejaan dan
tanda baca. Dan ternyata ejaan dan tanda baca itu saling keterkaitan. Dan ejaan
itu ternyata mengalami beberapa tahap hingga menjadi yang sempurna, dimana yang
kita gunakan saat ini.
DAFTAR
PUSTAKA
Arifin, 2004, Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia
Yang Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah. Jakarta: Yrama
Widya.
Amran Halim, 1979, Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Chaer, Abdul, 1984. Dewan Bahasa. Jakarta: FPBS-IKIP.
Darjdowijdojdo, Soenjono, 1984, Sentence Patterns
of Indonesia. Honolulu: University of Hawaii Press.
Keraf, Gorys, 1980, Tata Bahasa Indonesia.
Nusa Indah: Ende-Flores.
[1]
Amran Halim, Pedoman Umum Ejaan Bahasa
Indonesia. (Jakarta: Balai Pustaka, 1979), hal. 98
[2]
Ibid., hal. 99
[3]
Darjdowijdojdo, Soenjono, Sentence Patterns of Indonesia. (Honolulu: University
of Hawaii Press. 1984), hal. 34
[4]
Chaer, Abdul, Dewan Bahasa. (Jakarta: FPBS-IKIP. 1984), hal. 76
[5]
Keraf, Gorys, Tata Bahasa Indonesia. (Nusa Indah: Ende-Flores.1980),
hal. 65
[6]
Amran Halim, op. Cit., hal. 98
[7]
Arifin, Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan dan Pedoman
Umum Pembentukan Istilah. (Jakarta:
Yrama Widya, 2004), hal. 87
Tidak ada komentar:
Posting Komentar