LANDASAN PENDIDIKAN PANCASILA SECARA KULTURAL, HISTORI
FILOSOFIS DAN YURIDIS
D
I
S
U
S
U
N
Oleh:
NIKMATHUL ULFA
Dosen Pengampu:
Dra.
ROSIMAH LUBIS, M.Pd
NIP.
19610825 199103 2 001
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
PADANGSIDIMPUAN
T.A 2016/2017
KATA PENGANTAR
Segala puji kami panjatkan kepada Allah SWT. Tuhan
pencipta alam semesta yang menjadikan bumi dan isinya dengan begitu sempurna.
Tuhan yang menjadikan setiap apa yang ada dibumi sebagai penjelajahan bagi kaum
yang berfikir. Dan sungguh berkat limpahan rahmat-Nya saya dapat menyelesaikan penyusunan
makalah ini demi memenuhi tugas mata kuliah
Pancasila.
Penyusunan makalah ini dapat terselesaikan berkat bantuan
dari berbagai pihak. Oleh karena itu kami mengucapakan banyak terimakasih.
Saya menyadari bahwa
dalam makalah ini masih banyak terdapat kekurangan, sehingga dengan
segala kerendahan hati kami mengharapakan
saran dan kritik yang bersifat membangun demi lebih baiknya
kinerja kami yang akan mendatang.
Semoga makalah ini dapat memberikan tambahan ilmu
pengetahuan dan informasi yang bermanfaat bagi semua pihak.
Padangsidimpuan, Oktober
2016
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................................... i
DAFTAR ISI......................................................................................................................... ii
BAB I
PENDAHULUAN.................................................................................................... 1
BAB II
PEMBAHASAN..................................................................................................... 2
A. Pengertian dan Tujuan
BPUPKI............................................................................... 2
B. Sidang BPUPKI Pertama.......................................................................................... 2
C. Masa antara Rapat Pertama dan Kedua..................................................................... 4
D. Sidang BPUPKI Kedua (10-16 Juli 1945)................................................................ 5
BAB III PENUTUP.............................................................................................................. 9
A. Kesimpulan................................................................................................................ 9
B. Saran.......................................................................................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................... 10
BAB I
PENDAHULUAN
Di Indonesia bergolaklah kebangkitan akan kesadaran
berbangsa yaitu Kebangkitan Nasional (1908) dipelopori oleh dr. Wahidin
Sodirohusodo dengan Budi Utomonya. Gerakan inilah yang merupakan awal gerakan
nasional untuk mewujudkan suatu bangsa yang memiliki kehormatan akan
kemerdekaan dan kekuatannya sendiri.
Gerakan
Budi
Utomo didirikan pada 20 Mei 1908, gerakan
ini
yang merupakan pelopor pergerakan nasional, sehingga setelah itu munculah
organisasi-organisasi pergerakan lainnya, seperti Sarekat Dagang
Islam (SDI) (1909), yang kemudian dengan cepat mengubah bentuknya menjadi
gerakan politik dengan mengganti namanya menjadi Sarekat Islam (SI) tahun
(1911) dibawah H.O.S Cokroaminoto, Indische Partij (1913), yang dipimpin oleh
Tiga Serangkai yaitu : Douwes Dakker, Cipto Mangunkusumo, Suwardi Surya
diningrat ( yang kemudian lebih dikenal dengan nama Ki Hajar dewantoro).
Dalam
masa penjajahan Belanda di Indonesia, Belanda pernah menjanjikan kemerdekaan
untuk Indonesia, akan tatapi rakyat Indonesia menyadari bahwa janji yang
diberikan Belanda hanyalah siasat kebohongan.
Dan
bersamaan pada waktu itu Jepang terlibat dalam Perang Dunia II. Jepang mengebom
Pearl Harbour yang menjadi pangkalan Sekutu. Kejayaan Jepang dalam Perang Dunia
II tidak berlangsung lama. Mulai tahun 1943 kekuatan Jepang mulai melemah.
Ketidaberdayaan Jepang semakin terlihat ketika Pulau Saipan jatuh ke tangan
Sekutu. Peristiwa ini menyebabkan jatuhnya Kabinet Tojo yang kemudian
digantikan oleh Jenderal Kuniaki Koiso, agar mendapat simpati dan bantuan dari
rakyat Indonesia dalam Perang Pasifik, maka Jenderal Kuniaki Koiso memberikan
janji kemerdekaan kepada rakyat Indonesia. Sebagai realisasinya dibentuk
BPUPKI.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian dan
Tujuan BPUPKI
Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan
Indonesia ( Dokuritsu Junbi Cosakai ) adalah sebuah badan yang dibentuk oleh
pemerintah pendudukan balatentara Jepang pada tanggal 29 April 1945 bertepatan
dengan hari ulang tahun Kaisar Hirohito. Badan ini dibentuk sebagai upaya
mendapatkan dukungan bangsa Indonesia dengan menjanjikan bahwa Jepang akan
membantu proses kemerdekaan Indonesia. BPUPKI diketuai oleh Radjiman
Wedyodiningrat dengan wakil ketua Hibangase Yosio (orang Jepang) dan R.P.
Soeroso.
BPUPKI diresmikan pada tanggal 28 Mei 1945 di gedung
Cuo Sangi In di jalan Pejabon, Jakarta. Upacara peresmiannya dihadiri 2 Orang
Pejabat Jepang, Yaitu Jendral Itagaki ( panglima Ketujuh yang bermarkas di
Singapura ) dan Letnan Jenderal Nagano ( panglima Tentara ke enam yang baru ).[1]
Pada
saat peresmian dikibarkan pula bendera Jepang, Hinomaru oleh Mr. A.G.
Pringgodigdo yang disusul pengibaran bendera Indonesia, Merah Putih oleh
Toyohito Masuda.
B.
Sidang BPUPKI Pertama
Rapat pertama diadakan di gedung Chuo Sangi In di
Jalan Pejambon 6 Jakarta yang kini dikenal dengan sebutan Gedung Pancasila.
Pada zaman Belanda, gedung tersebut merupakan gedung Volksraad, lembaga DPR
pada jaman kolonial Belanda.
Sidang dibuka pada tanggal 28 Mei 1945 dan
pembahasan dimulai keesokan harinya 29 Mei 1945 dengan tema Dasar Negara.
Sidang ini membahas dan merancang calon dasar Negara R.I. yang akan merdeka.
Pada rapat pertama ini terdapat 3 orang yang mengajukan pendapatnya tentang
dasar negara.[2]
Pada tanggal 29 Mei 1945, Mr. Muhammad Yamin dalam
pidato singkatnya mengemukakan lima asas yaitu :[3]
1.
Peri Kebangsaan
2.
Peri Kemanusiaan
3.
Peri Ketuhanan
4.
Peri Kerakyatan
5.
Kesejahteraan
Rakyat (keadilan sosial)
Pada tanggal 31 Mei 1945, Prof. Dr. Mr. Soepomo
dalam pidato singkatnya mengusulkan lima asas :[4]
1.
Persatuan
2.
Kekeluargaan
3.
Keseimbangan
lahir batin
4.
Musyawarah
5.
Keadilan rakyat
Pada tanggal 1 Juni 1945, Ir. Soekarno mengusulkan
lima asas pula yang disebut Pancasila, yaitu :[5]
1.
Kebangsaan
Indonesia
2.
Internasionalisme
atau Perikemanusiaan
3.
Mufakat atau
Demokrasi
4.
Kesejahteraan
Sosial
5.
Ketuhanan yang
Maha Esa
Kelima
asas dari Soekarno disebut Pancasila yang menurut beliau dapat diperas menjadi
Trisila atau Tiga Sila yaitu :
1.
Sosionasionalisme
2.
Sosiodemokrasi
3.
Ketuhanan dan
Kebudayaan
Bahkan masih menurut Soekarno, Trisila tersebut di
atas bila diperas kembali disebutnya sebagai Ekasila yaitu merupakan sila
gotong royong merupakan upaya Soekarno dalam menjelaskan bahwa konsep tersebut
adalah dalam satu-kesatuan. Selanjutnya lima asas tersebut kini dikenal dengan
istilahPancasila, namun konsep bersikaf kesatuan tersebut pada akhirnya
disetujui dengan urutan serta redaksi yang sedikit berbeda. Sementara itu,
perdebatan terus berlanjut di antara peserta sidang BPUPKI mengenai penerapan
aturan Islam dalam Indonesia yang baru.[6]
C.
Masa antara Rapat Pertama dan Kedua
Setelah
berakhir masa sidang BPUPKI yang pertama, belum nampak hasil kesepakatan Dasar
Negara Indonesia. Maka dibentuk panitia delapan (panitia kecil) yang tugasnya
untuk memeriksa usul-usul yang masuk untuk ditampung dan dilaporkan pada sidang
BPUPKI yang kedua. Beranggotakan 8 orang :[7]
1.
Ir. Soekarno
(ketua merangkap anggota)
2.
Ki Bagoes
Hadikoesoemo
3.
Kyai haji wachid
hasyim
4.
Mr. Muhammad
yamin
5.
M. soetardjo
kartohadikoesoemo
6.
Mr. A.A. maramis
7.
R. Oto iskandar
dinata
8.
Drs. Mohammad
hatta
Hasil
rapat panitia kecil (panitia Delapan) :
1.
Supaya
selekas-lekasnya Indonesia Merdeka.
2.
Supaya hukum
dasar yang akan dirancangkan itu diberi semacam preambule (Mukaddimah).
3.
Menerima anjuran
Ir. Soekarno supaya BPUPKI terus bekerja sampai terwujudnya suatu hukum dasar.
4.
Membentuk satu
panitia kecil penyelidik usu-usul/perumusan dasar negara yang dituangkan dalam
mukaddimah hukum dasar.
Segera
selesai sidang Panitia Kecil, dibentuk Panitia Sembilan sebagai penyidik
usul-usul/perumus Dasar Negara yang dituangkan dalam Mukaddimah Hukum Dasar
yang beranggotakan 9 orang yang besidang di kediaman Ir. Soekarno,di Pegangsaan
Timur no. 56 Jakarta.[8]
1.
Ir. Soekarno
(ketua merangkap anggota)
2.
Drs. Mohammad
hatta
3.
Mr. A.A. maramis
4.
Kyai haji wachid
hasyim
5.
Abdul kahar
muzakir
6.
Abikusno tjokrosujoso
7.
H. Agus salim
8.
Mr. Achmad
soebardjo
9.
Mr. Muhammad
yamin
Setelah
melakukan kompromi antara 4 orang dari kaum kebangsaan (nasionalis) dan 4 orang
dari pihak Islam, tanggal 22 Juni 1945 Panitia Sembilan kembali bertemu dan
menghasilkan rumusan dasar negara yang dikenal dengan Piagam Jakarta (Jakarta
Charter) yang berisikan:
a.
Ketuhanan dengan
kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya
b.
Kemanusiaan yang
adil dan beradab
c.
Persatuan
Indonesia
d.
Kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
e.
Keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia.
D.
Sidang BPUPKI Kedua (10-16 Juli 1945)
Rapat kedua berlangsung 10-16 Juli 1945 dengan tema
bahasan bentuk negara, wilayah negara, kewarganegaraan, rancangan Undang-Undang
Dasar, ekonomi dan keuangan, pembelaan negara, pendidikan dan pengajaran. Dalam
rapat ini dikenalkan 5 anggota baru : abdul fatah hasan, asikin natanegara, P.
Surio Hamidjojo, Mr. Muhammad Besar, dan Abdul Kaffar. Dalam rapat ini pula
dibentuk “Panitia Perancang Undang-Undang Dasar” beranggotakan 19 orang dengan
ketua Ir. Soekarno, “Panitia Pembelaan Tanah Air” dengan ketua Abikoesno
Tjokrosoejoso beranggotakan 23 orang dan “Panitia Ekonomi dan Keuangan”
diketuai Mohamad Hatta beranggotakan 23 orang. Dengan pemungutan suara,
akhirnya ditentukan wilayah Indonesia merdeka yakni wilayah Hindia Belanda
dahulu, ditambah dengan Malaya, Borneo Utara, Papua, Timor-Portugis, dan
pulau-pulau sekitarnya.
Pada tanggal 11 Juli 1945 Panitia Perancang UUD
membentuk lagi panitia kecil beranggotakan 7 orang yaitu:[9]
1.
Prof. Dr. Mr.
Soepomo (ketua merangkap anggota)
2.
Mr. Wongsonegoro
3.
Mr. Achmad
Soebardjo
4.
Mr. A.A. Maramis
5.
Mr. R.P. Singgih
6.
H. Agus Salim
7.
Dr. Soekiman
Pada
tanggal 13 Juli 1945 Panitia Perancang UUD mengadakan sidang untuk membahas
hasil kerja panitia kecil perancang UUD tersebut.Pada tanggal 14 Juli 1945,
rapat pleno BPUPKI menerima laporan Panitia Perancang UUD yang dibacakan oleh
Ir. Soekarno. Dalam laporan tersebut tercantum tiga masalah pokok yaitu:
1.
Pernyataan
indonesia merdeka
2.
Pembukaan UUD
1945
3.
Batang tubuh UUD
Konsep
proklamasi kemerdekaan rencananya akan disusun dengan mengambil tiga alenia
pertama Piagam Jakarta. Sedangkan konsep Undang-Undang Dasar hampir seluruhnya
diambil dari alinea keempat Piagam Jakarta.
1.
Perumusan Dasar
Negara Indonesia[10]
untuk merumuskan
UUD diawali dengan pembahasan mengenai dasar negara Indonesia Merdeka .
a.
Rumusan Mr. Muh.
Yamin
Tokoh yang
pertama kali mendapatkan kesempatan untuk penyampaian rumusan Dasar Negara
Indonesia Merdeka adalah Mr Muh . Yamin mengemukakan lima” Ajas Dasar Negara
Republik Indonesia ”sebagai berikut :
1)
Peri kebangsaan
2)
Peri kemusiaan
3)
Peri ke-tuhanan
4)
PeriKerakyataan
5)
Kesejahteraan
rakyat
b.
Rumusan prof. Dr
.Mr. Soepomo
Pada tanggal 31
mei 1945 prof. Dr.Mr Soepomo mengajukanDasar Negara Indonesia Merdeka yaitu
sebagai berikut :
1)
Persatuan
2)
Kekeluargaan
3)
Keseimbangan
4)
Musyawarah
5)
Keadilan sosial
c.
Rumusan Ir.
Soekarno
Pada
tanggal 1juni 1945 berlangsunglah rapat terakhir dalam persidangan pertama. Pada
kesempatan itulah Ir Soekarno mengemukakan pidatonya yang kemudian dikenal
sebagai ”Lahirnya pancasila ”.selain berisi pandangan mengenai dasar negara
Indonesia Merdeka ,keistimewaan pidato Ir Soekarno juga berisi usulan mengenai nama
bagi dasar negara ,yaitu pancasila ,Trisiia ,atau Ekasila .
Selanjutnya
,sidang memilih nama pancasila sebagai nama dasar negara .Lima dasar negara
yang diusulkan oleh Ir Soekarno adalah sebagai berikut :
1)
Kebangsaan
Indonesia
2)
Internasionalisme
atau Perikemanusiaan
3)
Mufakat atau
demokrasi
4)
Kesejahteraan
sosial
5)
Ketuhanan Yang
Maha Esa
2.
Piagam Jakarta[11]
Pada
tanggal 22 juni 1945 BPUPKI membentuk panitia kecil yang beranggotakan dengan
9orang . oleh karna itu, panitia ini di sebut juga sebagai panitia sembilan.
Anggotanya berjumlah 9 orang , yaitu sebagai berikut:
a.
Soekarno
b.
Drs.Moh. Hatta
c.
Mr. Muh. Yamin
d.
Mr. Ahmad
soebardjo
e.
Mr. A.A .
Maramis
f.
Abdul kadir
Muzakir
g.
K. H. Wachid
Hasjim
h.
H. Agus Salim
i.
Abikusno
Tjokrosjos
Mr.
Muh. Yamin menamakan rumusan tersebut piagam Jakarta atau Jakarta Charter.
rumusan rancangan dasar negara Indonesia Merdeka itu adalah sebagai berikut :
a.
Ke-Tuhanan,
dengan kewajiban menjalankan Syari’at islam sebagai pemeluk –pemeluknya ,
b.
(menurut) dasar
kemanusiaan yang adil dan beradab
c.
Kesatuan
Indonesia
d.
(dan) Kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam pemusyawaratan perwakilan
e.
(serta dengan
mewujudkan suatu) keadilan sosial bagi kerakyatan Indonesia
3.
Rancangan UUD
Pada tanggal 10 juli
1945 dibahas Rencana UUD, termasuk soal pembukaan atau preambule-nya oleh
sebuah panitia perancang UUD dangan suara bulat menyetujui isi prembule
(pembukaan) yang di ambil dari piagam jakarta. Hasil perumusan panitia kecil
ini kemudian di sempurnakan bahasanya oleh panitia penghalus bahasa yang
terdiri dari Husein Djaja diningrat , H. Agus salaim, dan Prof . Dr. Mr .
Soetomo
Persidangan ke2 BPUPKI
di laksanakan pada tanggal 14 juli 1945 dalam rangka menerima laporan panitia
perancang UUD. Ir. Soekarno selaku ketui penitia melaporkan 3 hasil yaitu :
a.
Pernyataan
indonesia merdeka
b.
Pembukaan UUD
c.
UUD (batang
tubuh ).
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Tanggal 17 agustus 1945 Indonesia memperoleh
kemerdekaan, namun kemerdekaan itu tidak diperoleh dengan mudah atau pun
kemerdekaan itu pemberian bangsa lain. Semua itu ditempuh dengan perjuangan
yang sangat panjang dan melelah. Tidak sedikit jiwa yang berjatuh bermandikan
darah dan keringat, istri yang menjadi janda ditinggal kepala rumah tangga yang
berselimutkan baju berbau darah dananak-anak yang menjadi yatim kerena tubuh
sang ayah dipenuhi peluru-peluru penjajah. Kemerdekaan di negeri ini tidak
instan, tapi melalui tahap demi tahap. Tidak lelahnya para pejuang kita
bertempur, baik melalui peperangan maupun diplomatik.
BPUPKI adalah salah satu pintu pembuka dari beberapa
pintu pembuka jalan harus dilewati para pejuang kita untuk memperoleh
kemerdekaan. Walaupun BPUPKI adaikut campur Jepang, namun semua keputusan murni
dari pejuang kita semata dengan tujuan yang satu yaitu kemerdekaan Indonesia.
BPUPKI suatu sejarah yang perlu di tulis dengan tinta emas dalam sejarah negeri
ini.
B.
Saran
Kemerdekaan yang dicapai oleh bangsa Indonesia bukan
merupakan dari pemberian Jepang melainkan hasil jerih payah bangsa Indonesia
sendiri. Bersedia bekerja sama dengan Jepang hanya merupakan salah satu taktik
untuk mencapai kemerdekaan. Kita harus dapat mencontoh para pendiri bangsa yang
dapat mengesampingkan perbedaan-perbedaan yang ada demi keutuhan bangsa dan
negara RI.
DAFTAR PUSTAKA
Badrika, I Wayan. 2006. Sejarah untuk
SMA Jilid 2 Kelas XI Program Ilmu Alam. Jakarta: Erlangga.
Kartodirdjo,
Sartonodkk. 1975. Sejarah Nasional Indonesia. Jakarta:Departemen
Pendidikandan Kebudayaan.
Notosusanto, Nugroho.
1972. Naskah Proklamasijang Otentik dan Rumusan Pantjasilajang Otentik.
Jakarta: Pusat Sedjarah ABRI.
Sudiyo. 2002. Pergerakan
Nasional Mencapaidan Mempertahankan Kemerdekaan. Jakarta: Asdi Mahasatya.
[1]
Badrika, I Wayan, Sejarah untuk SMA Jilid 2 Kelas XI
Program Ilmu Alam, (Jakarta: Erlangga, 2006)
[2]
Ibid.,
[3]
Notosusanto, Nugroho, Naskah
Proklamasijang Otentik dan Rumusan Pantjasilajang Otentik, (Jakarta: Pusat
Sedjarah ABRI, 1972), hal. 25
[4]
Ibid., hal. 26
[5]
Ibid.,
[6]
Badrika, I Wayan, Op.cit, hal. 16
[7]
Sudiyo, Pergerakan Nasional
Mencapaidan Mempertahankan Kemerdekaan, (Jakarta: Asdi Mahasatya, 2002),
hal. 51
[8]
Notosusanto, Nugroho, Op.cit, hal.
27
[9]
Sudiyo, Op.cit, hal. 53
[10]
Kartodirdjo, Sartonodkk, Sejarah
Nasional Indonesia, (Jakarta:Departemen Pendidikandan Kebudayaan,
1975), hal. 67
[11]
Ibid., hal. 70
Tidak ada komentar:
Posting Komentar