AYAT – AYAT AL-QURAN DAN HADIST
TENTANG KOMUNIKASI ISLAM
D
I
S
U
S
U
N
OLEH
:
1. AHMAD
TARMIZI TANJUNG 1430100004
2. ALI
USMAN BATUBARA 1430100005
DOSEN PEMBIMBING :
MOHD. RAFIQ
JURUSAN KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
PADANGSIDIMPUAN
2016
KATA PENGANTAR
Assalamu Alaikum Wr.Wb.
Syukur
Alhamdulillah segala puji bagi Allah SWT. Atas segala nikmat dan karunia-Nya
akhirnya penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik kepada dosenpembimbing
sebagai tugas untuk memenuhi Tugas mata kuliah.
Adapun
judul makalah ini adalah Memahami Ayat-Ayat dan Hadis Tentang komunikasi dalam
Islam. Penulis menyadari bahwa sebagai manusia yang memiliki keterbatasan,
tentu hasil karya tulis ini masih banyak terdapat kekurangan-kekurangan. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun penulis harapkan dari
saudara-saudara yang membaca dan ingin maju.
Akhir
kata saya berharap apa yang saya tulis ini dapat berguna bagi kita semua, amin.
Wassalamu alaikum Wr.Wb.
Padangsidimpuan, November 2016
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................ i
DAFTAR ISI............................................................................................... ii
BAB I
PENDAHULUAN.......................................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................................................ 1
BAB II
PEMBAHASAN............................................................................ 2
A. Pengertian Komunikasi................................................................. 2
BAB III PENUTUP.................................................................................... 18
A. Kesimpulan...................................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Dalam kehidupan,
komunikasi sangatlah penting kegunaan dan pengaruhnya dalam segala aspek
bidang, baik manusia sebagai hamba, anggota masyarakat, anggota keluarga dan
manusia sebagai satu kesatuan yang universal. Tanpa kita sadari atau kita
sadari kehidupan sehari-hari manusia tidak pernah lepas dari yang namanya
komunikasi baik secara lisan, tulisan dan isyarat (lambang-lambang dan gerak
tubuh).
Sebagai seorang
muslim sangat baik jika kita menggunakan komunikasi yang Islami, yaitu
komunikasi berakhlak al-karimah atau beretika. Komunikasi yang berakhlak
al-karimah berarti komunikasi yang bersumber kepada Al-Quran dan Hadis
(sunah Nabi).
Komunikasi dalam
Islam adalah proses penyampaian pesan-pesan secara baik dan benar dengan
menggunakan etika, Dengan pengertian demikian, maka komunikasi dalam Islam
menekankan pada unsur pesan (message), yakni risalah atau nilai-nilai
Islam, dan cara (how),dalam hal ini tentang gaya bicara dan penggunaan
bahasa (retorika). dalam Al-Quran dan Al-Hadits ditemukan berbagai
panduan agar komunikasi berjalan dengan baik dan efektif. Kita dapat
mengistilahkannya sebagai kaidah, prinsip, atau etika berkomunikasi dalam
perspektif Islam.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Komunikasi
Pertukaran pesan
dari seseorang kepada orang lain melalui media dan metode tertentu dengan
harapan adanya persamaan perspektif atau pemahaman akan pesan tersebut,
kendatinya sudah dilakukan manusia sejak lahir bahkan sejak masih dalam
kandungan. Misal, kandungan yang normal, posisi kepala bayi berada dibawah
menandakan mendekati kelahiran atau siap lahir.
Dalam perspektif
agama, secara gampang manusia bisa menjawab bahwa Tuhan-lah yang mengajari kita
berkomunikasi, menggunakan akal dan kemampuan bahasa yang dianugerahkan-Nya kepada
kita. Seperti dalam QS Ar-Rahman ayat 1-4;
ß`»oH÷q§9$# ÇÊÈ zN¯=tæ tb#uäöà)ø9$# ÇËÈ Yn=y{ z`»|¡SM}$# ÇÌÈ çmyJ¯=tã tb$ut6ø9$# ÇÍÈ
Artinya
: “Tuhan
yang Maha Pemurah, yang telah mengajarkan Al-Quran. Dia menciptakan manusia,
yang mengajarinya pandai berbicara. ”[1]
Terbisa
berkomunikasi belum berarti sudah mampu memahami komunikasi. Memahami
komunikasi khususnya komunikasi manusia berarti memahami apa yang terjadi
selama komunikasi berlangsung, mengapa komunikasi terjadi, akibat-akibat apa
yang terjadi, dan apa yang dapat diperbuat untuk memengaruhi dan memaksimumkan
hasil-hasil dari kejadian tersebut.
Yang menjadi
perhatian dalam makalah ini adalah bagaimana komunikasi dibangun dengan
prinsip-prinsip yang dalam hal ini dikaitkan dengan hadits. Apabila ditelisik
kebelakang, hadits dalam hal ini juga merupakan sebuah produk atau hasil
komunikasi, yaitu komunikasi yang melibatkan Rasulullah, para Sahabat, para
perawinya, percetakan, dan sebagainya
hingga terbentuklah kitab-kitab atau buku-buku yang memuatnya.
Dalam kamus
Bahasa Indonesia, prinsip adalah asas, kebenaran yang menjadi pokok dasar orang
berfikir, bertindak, dan sebagainya. Prinsip merupakan petunjuk arah layaknya
kompas. Kita bisa berpegangan pada prinsip - prinsip yang telah disusun dalam
menjalani hidup tanpa harus kebingungan arah karena prinsip bisa memberikan
arah dan tujuan yang jelas pada setiap hal.
Komunikasi
berasal dari kata Latin “communis” yang berarti sama. Harold Lasswell
menggambarkan komunikasi sebagai berikut: Who Says What In Which Channel To
Whom With What Effect? Yang berarti Siapa, Mengatakan Apa, Dengan Saluran
Apa, Dengan Siapa, Dengan Pengaruh Bagaimana.[2]
Dari konsep Lasswell
tersebut, dapat disimpulkan bahwa komunikasi adalah suatu proses dimana
seseorang (komunikator) menyampaikan suatu pesan melalui media tertentu kepada
orang lain (komunikan) dengan harapan adanya suatu efek dari proses tersebut.
Atau digambarkan sebagai berikut:
1. Komunikator
Pesan
Media
Komunikan Efek
Dikaitkan dengan
hadits, Hadis komunikasi adalah perkataan, perbuatan maupun persetujuan Nabi
SAW. yang berkaitan dengan proses yang menjelaskan 'siapa' mengatakan 'apa'
dengan 'saluran' apa, 'kepada siapa', dan 'dengan akibat apa' atau 'hasil apa'.
Komunikator bisa
seseorang atau lembaga, begitu pula dengan komunikan. Pesan bisa diwujudkan
dalam bentuk simbol-simbol yang telah disepakati bersama, baik verbal maupun
nonverbal. Sejauh ini, media yang digunakan oleh manusia juga berbagai macam,
dari yang elektronik maupun tradisional.
Semakin banyak
definisi dan kategorisasi yang diungkapkan oleh para ahli, semakin membuat
makna komunikasi tidak jelas. Semua aktivitas sehari-hari yang dilakukan
manusia dapat dikategorikan sebagai bentuk komunikasi. Baik dengan seseorang
(interpersonal), banyak orang (kelompok), atau bahkan dengan dirinya sendiri
(intrapersonal).
Al-Qur’an juga
memberi sinyal mengenai tata cara komunikasi yang baik.
* ×Aöqs% Ô$rã÷è¨B îotÏÿøótBur ×öyz `ÏiB 7ps%y|¹ !$ygãèt7÷Kt ]r& 3 ª!$#ur ;ÓÍ_xî ÒOÎ=ym ÇËÏÌÈ
Artinya : "Perkataan yang baik dan
pemberian ma`af lebih baik dari sedekah yang diiringi dengan sesuatu yang
menyakitkan (perasaan si penerima). Allah Maha Kaya lagi Maha Penyantun."
(Q.S. Al-Baqarah: 263).
Prinsip
atau etika komunikasi dalam Al-Qur’an:
a) Prinsip Qaulan Baligha (قَوْلًا
بَلِيغًا) /
Perkataan yang membekas pada jiwa
QS. An Nisa ayat 63
y7Í´¯»s9'ré& úïÉ©9$# ãNn=÷èt ª!$# $tB Îû óOÎhÎ/qè=è% óÚÌôãr'sù öNåk÷]tã öNßgôàÏãur @è%ur öNçl°; þ_Îû öNÎhÅ¡àÿRr& Kwöqs% $ZóÎ=t/ ÇÏÌÈ
Artinya
: 63. Mereka itu adalah orang-orang yang
Allah mengetahui apa yang di dalam hati mereka. karena itu berpalinglah kamu
dari mereka, dan berilah mereka pelajaran, dan Katakanlah kepada mereka
Perkataan yang berbekas pada jiwa mereka.
Qaulan baligha
artinya menggunakan kata-kata yang efektif, tepat sasaran, komunikatif, mudah
dimengerti, langsung ke pokok masalah (straight to the point), dan tidak
berbelit-belit atau bertele-tele.
b) Prinsip Qaulan
Karima(قَوْلًا
كَرِيمًا)
/ Perkataan yang mulia
QS. Al
Isra’ ayat 23
* 4Ó|Ós%ur y7/u wr& (#ÿrßç7÷ès? HwÎ) çn$Î) Èûøït$Î!ºuqø9$$Î/ur $·Z»|¡ômÎ) 4 $¨BÎ) £`tóè=ö7t x8yYÏã uy9Å6ø9$# !$yJèdßtnr& ÷rr& $yJèdxÏ. xsù @à)s? !$yJçl°; 7e$é& wur $yJèdöpk÷]s? @è%ur $yJßg©9 Zwöqs% $VJÌ2 ÇËÌÈ
Artinya : 23. Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan
menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan
sebaik-baiknya. jika salah seorang di antara keduanya atau Kedua-duanya sampai
berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan
kepada keduanya Perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka
dan ucapkanlah kepada mereka Perkataan yang mulia[850].
Qaulan karimah adalah
perkataan yang mulia, dibarengi dengan rasa hormat dan mengagungkan, enak
didengar, lemah-lembut, dan bertatakrama.
c) Prinsip Qaulan Maysura (قَوْلًا مَيْسُورًا) / Perkataan yang
ringan
QS. Al
Isra’ ayat 28
$¨BÎ)ur £`|ÊÌ÷èè? ãNåk÷]tã uä!$tóÏGö/$# 7puH÷qu `ÏiB y7Îi/¢ $ydqã_ös? @à)sù öNçl°; Zwöqs% #YqÝ¡ø¨B ÇËÑÈ
Artinya : 28. Dan jika kamu berpaling dari
mereka untuk memperoleh rahmat dari Tuhanmu yang kamu harapkan, Maka Katakanlah
kepada mereka Ucapan yang pantas[851].
Qaulan maisura
artinya perkataan yang mudah diterima, dan ringan, yang pantas, yang tidak
berliku-liku.
d) Prinsip Qaulan Ma’rufa(قَوْلًا مَعْرُوفًا) / Perkataan yang
baik
QS. Al Ahzab ayat 32
uä!$|¡ÏY»t ÄcÓÉ<¨Z9$# ¨ûäøó¡s9 7tnr'2 z`ÏiB Ïä!$|¡ÏiY9$# 4 ÈbÎ) ¨ûäøøs)¨?$# xsù z`÷èÒørB ÉAöqs)ø9$$Î/ yìyJôÜusù Ï%©!$# Îû ¾ÏmÎ7ù=s% ÖÚttB z`ù=è%ur Zwöqs% $]ùrã÷è¨B ÇÌËÈ
Artinya : 32. Hai isteri-isteri Nabi, kamu
sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu bertakwa. Maka janganlah
kamu tunduk[1213] dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada
penyakit dalam hatinya[1214] dan ucapkanlah Perkataan yang baik,
Qaulan Ma’rufa
bermakna pembicaraan yang bermanfaat dan menimbulkan kebaikan. Dalam beberapa
konteks dijelaskan, bahwa qaul ma'ruf adalah perkataan yang baik, yang
menancap ke dalam jiwa, sehingga yang diajak bicara tidak merasa dianggap bodoh
(safih); perkataan yang mengandung penyesalan ketika tidak bisa memberi
atau membantu; Perkataan yang tidak menyakitkan dan yang sudah dikenal sebagai
perkataan yang baik.
e) Prinsip Qaulan Layyina (قَوْلًا لَيِّنًا) / Perkataan yang
lembut
QS. Thaha ayat 43-44
!$t6ydø$# 4n<Î) tböqtãöÏù ¼çm¯RÎ) 4ÓxösÛ ÇÍÌÈ wqà)sù ¼çms9 Zwöqs% $YYÍh©9 ¼ã&©#yè©9 ã©.xtFt ÷rr& 4Óy´øs ÇÍÍÈ
Artinya : 43. Pergilah kamu berdua kepada
Fir'aun, Sesungguhnya Dia telah melampaui batas; 44. Maka berbicaralah kamu berdua
kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, Mudah-mudahan ia ingat atau
takut".
Qaulan Layina
berarti pembicaraan yang lemah-lembut, dengan suara yang enak didengar, dan
penuh keramahan, sehingga dapat menyentuh hati maksudnya tidak mengeraskan suara,
seperti membentak, meninggikan suara.
f) Prinsip Qaulan Sadida
(قَوْلًا سَدِيدًا)
QS. An Nisa ayat 9
|·÷uø9ur úïÏ%©!$# öqs9 (#qä.ts? ô`ÏB óOÎgÏÿù=yz ZpÍhè $¸ÿ»yèÅÊ (#qèù%s{ öNÎgøn=tæ (#qà)Guù=sù ©!$# (#qä9qà)uø9ur Zwöqs% #´Ïy ÇÒÈ
Artinya : 9. Dan hendaklah takut kepada Allah
orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang
lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. oleh sebab itu
hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan
Perkataan yang benar.
Moh. Natsir dalam
Fiqhud dakwahnya mengatakan bahwa, Qaulan Sadida
adalah perkataan lurus (tidak berbeli-belit), kata yang benar,keluar dari
hati yang suci bersih, dan diucapkan dengan cara demikian rupa, sehingga tepat
mengenai sasaran yang dituju yakni sehingga panggilan dapat sampai mengetuk
pintu akal dan hati mereka yang di hadapi.[3]
2. Prinsip-prinsip Komunikasi
Deddy
Mulyana membagi prinsip-prinsip komunikasi dalam 12 prinsip. [4]
a) Prinsip
1: Komunikasi adalah Suatu Proses Simbolik
Salah satu
kebutuhan pokok manusia, adalah kebutuhan simbolisasi atau penggunaan lambang.
Ernst Cassier mengatakan bahwa keunggulan manusia atas makhluk lainnya adalah
keistimewaan mereka sebagai animal symbolicum. Lambang atau simbol adalah sesuatu
yang digunakan untuk menunjuk sesuatu lainnya, berdasarkan kesepakatan kelompok
orang. Lambang meliputi kata-kata (pesan verbal), perilaku nonverbal, dan objek
yang maknanya disepakati bersama. Kemampuan manusia menggunakan lambang verbal
memungkinkan perkembangan bahasa dan menangani hubungan antara manusia dan
objek (baik abstrak maupun nyata) tanpa kehadiran manusia dan objek tersebut.
Lambang adalah
salah satu kategori tanda. Hubungan antara tanda dengan objek dapat juga
direpresentasikan oleh ikon dan indeks. Ikon adalah suatu benda fisik yang
menyerupai yang direpresentasikannya. Representasi ini ditandai dengan
kemiripan. Contoh: foto di KTP adalah icon dari diri kita.
Indeks adalah
suatu tanda yang secara alamiah merepresntasikan objek lainnya. Istilah lain
yang sering digunakan untuk indeks adalah sinyal (signal), yang dalam bahasa
sehari-hari disebut juga gejala (symptom). Indeks muncul berdasarkan hubungan
antara sebab akibat yang punya kedekatan eksistensi. Contoh: asap merupakan
indeks api. Lambang mempunyai beberapa sifat seperti berikut ini :
-
Lambang bersifat sembarang, manasuka
atau sewenang-wenang. Apasaja bisa dijadikan lambang, bergantung pada
kesepakatan bersama. Alam tidak memberikan penjelasan kepada kita mengapa
manusia menggunakan lambang-lambang tertentu untuk merujuk pada hal-hal
tertentu baik yang konkret atau pun yang abstrak.
-
Lambang pada dasarnya tidak mempunyai
makna; kita-lah yang memberikan makna pada lambang. Makna sebenarnya ada dalam
kepala kita, bukan terletak pada lambang itu sendiri. Persoalan akan timbul
bila para peserta komunikasi tidak memberi makna yang sama pada suatu kata.
Dengan kata lain, tidak ada hubungan yang alami antara lambang dengan referent
(objek yang ditujunya).
-
Lambang itu bervariasi. Lambang itu bervariasi
dari sudut budaya ke budaya lain, dari suatu tempat ke tempat lain, dan dari
suatu konteks waktu ke konteks waktu yang lain serta maknanya dapat berubah.
عن
عا ىشة ام المؤمنين رضى الله عنها ان الحرث بن هشام رضى الله عنه سآل رسول الله ص
م فقال بارسول الله كيف يآتيك الوحى فقال رسول الله ص م احيا نا يآتيني مثل صلصلة
الحرسس وهواشده على فيفصم عنى وقدوعيت عنه ماقال. واحيانايتمثل لى الملك رجل
فيكلمنى فآعى مايقول
“Dari Aisyah, ibu
orang-orang mukmin berkata: “Bahwa sesungguhnya Haris bin Hisyam RA. bertanya
kepadaa Rasulullah SAW.: Bagaimanakah caranya wahyu datang kepada tuan? Jawab
Rasulullah: Kadang-kadang wahyu datang kepadaku sebagai bunyi lonceng; itulah
yang sangat berat bagiku. Setelah ia berhenti, aku telah mengerti apa yang
dikatakannya. Kadang-kadang malaikat merupakan dirinya padaku sebagai seorang
laki-laki, lantas dia berbicara kepadaku, mana aku mengerti apa yang
dibicarakannya.” (HR. Buchori)[5]
Dalam
hadits tersebut pesan disampaikan dalam berbagai simbol, akan tetapi apabila
komunikan paham yang dimaksudkan komunikator, tidak akan menjadi masalah.
b) Prinsip 2: Setiap Perilaku Mempunyai Potensi
Komunikasi
Kita
tidak dapat tidak berkomunikasi (We cannot not communicate). Tidak berarti
bahwa semua perilaku adalah komunikasi. Komunikasi terjadi bila seseorang
memberikan makna pada perilaku orang lain atau perilakunya sendiri.
Misal,
apabila seseorang tersenyum maka ia ditafsirkan atau dimaknai sedang bahagia.
حديث
ابى هريرةرضى الله عنه, قال: نهى ان يصلى الرجل مختصرا
“Hadits Abu Hurairah RA. dimana ia
berkata: “Seseorang dilarang untuk mengerjakan shalat dengan meletakkan tangan
di pinggang.” (HR. Buchori)[6]
Perilaku
‘meletakkan tangan di pinggang’, pada saat mengerjakan shalat, dilarang karena
memiliki arti lain. Misal, ekspresi ‘nantang’, atau ‘melawan’ yang ada
dihadapannya, yaitu Allah SWT.
c)
Prinsip 3:
Komunikasi Punya Dimensi Isi dan Dimensi Hubungan
Dimensi
isi disandi secara verbal, sementara dimensi hubungan disandi secara nonverbal.
Dimensi isi menunjukkan muatan (isi) komunikasi, yaitu apa yang dikatakan.
Sedangkan dimensi hubungan menunjukkan bagaimana cara mengatakannya yang juga
mengisyaratkkan bagaimana hubungan para peserta komunikasi itu, dan bagaimana
seharusnya pesan itu ditafsirkan. Tidak semua orang menyadari bahwa pesan yang
sama bisa ditafsirkan berbeda bila disampaikan dengan cara berbeda. Dalam
komunikasi massa, dimensi isi merujuk pada isi pesan sedangkan dimensi hubungan
merujuk kepada unsur-unsur lain termasuk juga jenis saluran yang digunakan
untuk menyampaikan pesan tersebut. Pengaruh suatu pesan juga akan berbeda bila
disajikan dengan media yang berbeda.
عن عا ىشة ام المؤمنين رضى الله عنها ان
الحرث بن هشام رضى الله عنه سآل رسول الله ص م فقال بارسول الله كيف يآتيك الوحى
فقال رسول الله ص م احيا نا يآتيني مثل صلصلة الحرسس وهواشده على فيفصم عنى
وقدوعيت عنه ماقال. واحيانايتمثل لى الملك رجل فيكلمنى فآعى مايقول
“Dari Aisyah, ibu
orang-orang mukmin berkata: “Bahwa sesungguhnya Haris bin Hisyam RA. bertanya
kepadaa Rasulullah SAW.: Bagaimanakah caranya wahyu datang kepada tuan? Jawab
Rasulullah: Kadang-kadang wahyu datang kepadaku sebagai bunyi lonceng; itulah
yang sangat berat bagiku. Setelah ia berhenti, aku telah mengerti apa yang
dikatakannya. Kadang-kadang malaikat merupakan dirinya padaku sebagai seorang
laki-laki, lantas dia berbicara kepadaku, mana aku mengerti apa yang
dibicarakannya.” (HR. Buchori)[7]
Hadits tersebut juga menunjukkan bagaimana cara
menghadapi komunikan dan menanggapi komunikator. Tidak mungkin manusia biasa
bisa memahami apa yang disampaikan oleh malaikat.
d) Prinsip 4: Komunikasi Itu Berlangsung Dalam Berbagai
Tingkat Kesengajaan
Komunikasi dilakukan dalam berbagai tingkat
kesengajaan, dari komunikasi yang tidak sengaja sama sekali (misal ketika kita
melamun sementara orang memperhatikan anda) hingga komunikasi yang benar-benar
direncanakan dan disadari (ketika kita menyampaikan suatu pidato). Kesengajaan
bukanlah syarat untuk terjadinya komunikasi. Meskipun kita sama sekali tidak
bermaksud menyampaikan pesan kepada orang lain, perilaku kita potensial untuk
ditafsirkan atau tidak menafsirkan perilaku kita.
Dalam berkomunikasi, kesadaran kita lebih tinggi
dalam situasi khusus terlebih dalam situasi rutin. Dalam komunikasi sehari-hari
terkadang kita mengucapkan pesan verbal yang tidak kita sengaja. Namun lebih
banyak pesan nonverbal yang kita tunjukan tanpa kita sengaja. Komunikasi telah
terjadi bila penafsiran telah berlangsung. Terlepas dari kesengajaan atau
tidak. Jadi, niat kesengajaan bukanlah syarat mutlak bagi seseorang untuk
berkomunikasi.
حديث ابى هريرة قال: قال
رسول الله ص م: من كان يؤمن با لله وا ليوم الا خر فلا يؤذ جاره, و من كان يؤمن با
لله وا ليوم الا خرفليكرم ضيفه, و من كان يؤمن با لله وا ليوم الا خرفليقل خيرا
اوليصمت
“Hadits Abu Hurairah dimana ia berkata:
Rasulallah SAW. bersabda “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir
maka janganlah ia mengganggu tetangganya. Barangsiapa yang beriman kepada Allah
dan hari akhir maka hendaklah ia memuliakan tamunya. Dan barangsiapa yang
beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah ia berkata yang baik atau
diam saja.”(HR. Bukhori-Muslim)[8]
Jadi, apabila seseorang tidak berniat untuk
mengungkapkan hal-hal baik atau yang bermanfaat lebih baik diam saja.
e) Prinsip 5: Komunikasi Terjadi Dalam Konteks Ruang
dan Waktu
Makna pesan juga bergantung pada konteks fisik atau
ruang, waktu, sosial, dan psikologis. Lelucon yang lazim dipercakapkan ditempat
hiburan, serasa kurang sopan bila dikemukakan dimasjid. Waktu juga memengaruhi
makna terhadap suatu pesan, misalnya orang menelpon dini hari dengan siang hari
akan berbeda. Kehadiran orang lain, sebagai konteks sosial juga akan
memengaruhi orang-orang berkomunikasi, misalnya dua orang yang berkonflik akan
canggung jika ada disituasi berdua tidak ada orang, namun dengan adanya orang
ketiga, keeadaan akan bisa lebih mencair. Suasana psikologis peserta komunikasi
tidak pelak memengaruhi suasana komunikasi.
حديث عبداللهبن عمرورضى
الله عنهما ان رجلاسآل النبى صلى الله عليه وسلم اى الا سلا م خير؟ قال: تطعم
الطعا م وتقرآ السلام على من عرفت ومن لم تعرف.
”Hadits ‘Abdullah bi ‘Amr ra. Bahwasanya
ada seorang bertanya kepada Nabi SAW.: “Apakah yang baik dalam Islam?.” Beliau
bersabda: “kamu memberikan makanan, dan mengucapkan salam kepada orang yang
sudah kamu kenal maupun orang yang belum kamu kenal.”
(HR. Buchori)
حديث ابى موسى رضى الله
عنه قال: قالوايا رسول الله اى الا سلا م افضل؟ قال: من سلم المسلمون من لسا نه
ويده.
“Hadits Abu Musa RA. dimana ia berkata:
“Para Sahabat bertanya: “Wahai Rasulallah, apakah yang utama dalam Islam?”,
beliau menjawab: “Orang yang kaum muslimin selamat dari (gangguan) lisan dan
tangannya.” (HR. Buchori)[9]
Kedua hadits tersebut sama-sama membahas mengenai
‘Siapa yang utama atau baik dalam Islam’, tetapi Rasulullah menjawab dengan
jawaban yang berbeda sesuai dengan konteksnya.
f) Prinsip 6: Komunikasi Melibatkan Prediksi Peserta
Komunikasi
Ketika orang-orang berkomunikasi, mereka meramalkan
efek perilaku komunikasi mereka. Dengan kata lain, komunikasi juga terikat oleh
aturan atau tatakrama. Artinya, orang-orang memilih strategi tertentu
berdasarkan bagaimana orang yang menerima pesan akan merespons. Prediksi ini
tidak selalu disadari, dan sering berlangsung cepat. Kita dapat memprediksi
perilaku komunikasi orang lain berdasarkan peran sosialnya. Prinsip ini
mengasumsikan bahwa hingga derajat tertentu ada keteraturan pada perilaku
komunikasi manusia, dengan kata lain perilaku manusia minimal secara parsial
dapat diramalkan. Contoh, tidak mungkin seorang istri menampar suaminya
sepulang kerja tanpa sebab apapun.
عن عبدالله بن عمروقال
تخلف النبى ص م فى سفرةسا فرنا ها فآدركناوقدارهقتنا ا لصلا ةونحن نتوضآفجعلنا
نمسح على ارجلنا فنا دى بآعلى صوته وبل للا عقا ب من النارمرتين اوثلا ثا
Dari Abdullah bin ‘Amr (bin ‘Ash) katanya:
“Terlambat Nabi dalam suatu perjalanan. Ketia beliau sampai ditempat kami,
kebetulan waktu sembahyang telah tiba, dan kami sedang berwudhu. Kami membasuh
kaki dengan tidak secukupnya. Lalu Nabi berteriak sekeras-keras suaranya:
”Celakalah tumit yang kena api neraka”. Dua atau tiga kali beliau teriak
seperti itu.” (HR. Buchori)[10]
Dari hadits tersebut menunjukkan bahwa prediksi
komunikasi telah dibentuk baik oleh Nabi ataupun kaumnya.
sampaikan bisa lebih efektif.
g) Prinsip 8: Semakin Mirip Latar Belakang Sosial
Budaya Semakin Efektiflah Komunikasi
Komunikasi yang efektif adalah komunikasi yang
hasilnya sesuai dengan harapan para pesertanya (orang-orang yang sedang
berkomunikasi), yaitu adanya persamaan persepsi akan suatu hal. Semakin banyak
persamaan antara komunikator dan komunikan, maka komunikasi yang berlangsung
lebih mudah, karena keberanekaragaman pesan dimengerti keduanya.
h) Prinsip 9: Komunikasi Bersifat Nonsekuensial
Meskipun terdapat banyak model komunikasi,
sebenarnya komunikasi manusia dalam bentuk dasarnya bersifat dua arah. Beberapa
pakar komunikasi mengakui sifat sirkuler atau dua arah komununikasi ini.
Komunikasi sirkuler ditandai dengan beberapa hal berikut :
1.
Orang-orang yang berkomunikasi dianggap setara.
2.
Proses komunikasi berjalan timbal balik
(dua arah).
3.
Dalam praktiknya, kita tidak lagi
membedakan pesan dengan umpan balik.
4.
Komunikasi yang terjadi sebenarnya jauh
lebih rumit.
Pada dasarnya, unsur tersebut tidak berdada dalam
suatu tatanan yang bersifat linier, sirkuler, helikal atau tatanan lainnya.
Unsur-unsur proses komunikasi boleh jadi beroprasi dalam suatu tatanan tadi,
tetapi mungkin pula, setidaknya sebagian, dalam suatu tatanan yang acak.
عن ابى هريرة قال : قال
رسول الله ص م ( حق المسلم على المسلم ست. قيل:وماهن يارسول الله؟ قال: اذا لقيته
فسلم عليه, واذادعاك فاجبه, واذا استنصحك فانصحه, و اذا عطس فحمد الله
فشمته, واذا مرض فعده, واذا مات فاتبعه ) رواه مسلم
Dari Abu Hurairah, ia berkata: telah bersabda
Rasulullah SAW: haq muslim atas muslim lainnya ada enam perkara. Para sahabat
bertanya, ‘Apa saja wahai Rasulallah?’beliau menjawab: apabila kau bertemu
dengannya, hendaklah engkau beri salam kepadanya, apabila ia mengundangmu,
hendaklah engkau memenuhinya, dan apabila ia minta nasihat kepadamu, hendaklah
engkau menasihati dia, dan apabila ia bersin lalu memuji Allah (megucapkan
Alhamdulillah), maka jawablah (dengan mengucapkan yarhamukallah), dan apabila
ia sakit, hendaklah engkau menjenguk dia, dan apabila ia meninggal dunia,
hendaklah engkau antarkan jenazahnya.” (HR.
Muslim)[11]
Hadits diatas merupakan salah satu contoh komunikasi
yang terjadi dua arah, yaitu antara Rasulullah dan para sahabat.
i)
Prinsip 10:
Komunikasi Bersifat Prosesual, Dinamis, dan Transaksional
Komunikasi tidak mempunyai awal dan akhir, melainkan
merupakan proses yang sinambung (continues). Dalam proses komunikasi,
para peserta komunikasi saling memengaruhi, seberapa kecil pun pengaruh itu,
baik lewat komunikasi verbal maupun nonverbal. Implikasi dari komunikasi
sebagai proses yang dinamis dan transaksional adalah bahwa para peserta
komunikasi berubah (dari sekedar berubah pengetahuan hingga berubah pandangan
dunia dan perilakunya). Implisit dalam proses komunikasi sebagai transaksi ini
adalah proses penyadian (encoding) dan penyadian balik (decoding).
Perspektif transaksional memberi penekanan pada dua sifat peristiwa komunikasi,
yaitu serentak dan saling memengaruhi para pesertanya menjadi saling bergantung
dan komunikasi mereka hanya dapat dianalisis berdasarkan konteks peristiwanya.
حديث انس عن عبدالعزيزو
قا ل: سآ ل رجل انسا, ماسمعت نبى الله ص م فى الثوم؟ فقا ل: قال النبى ص م: من اكل
من هذه الشجرة فلا يقربنا, او لايصلين معنا.
“Hadits Anas, dari ‘Abdul ‘Aziz dimana ia berkata:
“ada seseorang bertanya kepada Anas: “Apakah yang kamu dengar dari Nabi SAW.
mengenai bawang putih?”. Ia berkata: “Nabi SAW. bersabda: “Barangsiapa yang
makan pohon ini maka janganlah ia mendekat kepada kamu”, atau “janganlah ia
shalat bersama kami.”(HR. Buchori)[12]
Dari hadits diatas, menunjukkan adanya komunikasi
yang berjalan prosesual, irreversibel, dan transaksional.
j)
Prinsip 11:
Komunikasi Bersifat Irreversibel
Sekali kita mengirimkan suatu pesan, kita tidak
dapat mengendalikan pengaruh pesan tersebut bagi khalayak apalagi menghilangkan
efek pesan tersebut sama sekali. Sifat irreversible ini adalah implikasi
dari komunikasi sebagai suatu proses yang selalu berubah. Prinsip ini
seharusnya menyadarkan kita bahwa kita harus berhati2 untuk menyampaikan
suatu pesan kepada orang lain, sebab efeknya tidak bisa ditiadakan sama
sekali.
إِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مَا يَتَبَيَّنُ
مَا فِيهَا يَهْوِى بِهَا فِى النَّارِ أَبْعَدَ مَا بَيْنَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ
“Sesungguhnya
ada seorang hamba yang berbicara dengan suatu perkataan yang
tidak
dipikirkan bahayanya terlebih dahulu, sehingga membuatnya dilempar ke neraka
dengan jarak yang lebih jauh dari pada jarak antara timur dan barat.”
(HR. Muslim)
Untuk itu hendaklah kita selalu memikirkan manfaat
dan madharat pesan yang kita lontarkan kepada orang lain (komunikan).
k) Prinsip
12: Komunikasi Bukan Panasea Untuk Menyelesaikan Berbagai Masalah
Banyak persoalan dan konflik antar manusia
disebabkan oleh masalah komunikasi. Namun komunikasi itu sendiri bukanlah
panasea (obat mujarab) untuk menyelesaikan persoalan atau konflik itu. Karena
persoalan atau konflik tersebut mungkin berkaitan dengan masalah struktural.
Agar komunikasi efektif, kendala struktural ini juga harus diatasi.
عن ابي ايوب ان رسول
الله ص قال : لا يحل لمسلم اع يهجر اخاه فوق ثلاث ليل : يلتقيان, فيعرض هذا, و
يعرض هذا, و خيرهما الذي يبداً باالسلام. متفق عليه
Dari Abi Ayyub, bahwasannya Rasulullah saw telah
bersabda : “tidak halal bagi seorang muslim tidak damai dengan saudaranya lebih
dari tiga malam, yaitu mereka bertemu, lalu yang ini berpaling dan yang itu
berpaling, tetapi orang yang paling baik diantara mereka keduanya adalah yang
memulai memberi salam.
(HR. Muttafaqun ‘alaih)
(HR. Muttafaqun ‘alaih)
Dari hadits diatas, apabila tidak damai termasuk
sebagai suatu masalah bagi orang yang terlibat, maka dengan adanya komunikasi
yang diwujudkan dengan salam belum tentu bisa secara instan mendamaikan mereka,
akan tetapi ini jalan yang baik.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Komunikasi
adalah suatu proses dimana seseorang (komunikator) menyampaikan suatu pesan
melalui media tertentu kepada orang lain (komunikan) dengan harapan adanya
suatu efek dari proses tersebut. Hadis komunikasi adalah perkataan, perbuatan
maupun persetujuan Nabi SAW. yang berkaitan dengan proses yang menjelaskan
'siapa' mengatakan 'apa' dengan 'saluran' apa, 'kepada siapa', dan 'dengan
akibat apa' atau 'hasil apa'.
Deddy Mulyana
membagi prinsip-prinsip komunikasi dalam 12 prinsip, yaitu komunikasi adalah
suatu proses simbolik; setiap perilaku mempunyai potensi komunikasi; komunikasi
punya dimensi isi dan dimensi hubungan; komunikasi itu berlangsung dalam
berbagai tingkat kesengajaan; komunikasi terjadi dalam konteks ruang dan waktu;
komunikasi melibatkan prediksi peserta komunikasi; komunikasi itu bersifat
sistemik; semakin mirip latar belakang sosial budaya semakin efektiflah
komunikasi; komunikasi bersifat nonsekuensial; komunikasi bersifat prosesual,
dinamis, dan transaksional; komunikasi bersifat irreversibel; dan komunikasi
bukan panasea untuk menyelesaikan berbagai masalah.
Prinsip atau
etika komunikasi dalam Al-Qur’an, yaitu Prinsip Qaulan Baligha (قَوْلًا بَلِيغًا)
/ Perkataan yang membekas pada jiwa; Prinsip Qaulan Karima (قَوْلًا كَرِيمًا) /
Perkataan yang mulia; Prinsip Qaulan Maysura (قَوْلًا مَيْسُورًا) / Perkataan
yang ringan; Prinsip Qaulan Ma’rufa(قَوْلًا مَعْرُوفًا) / Perkataan yang baik;
Prinsip Qaulan Layyina (قَوْلًا لَيِّنًا) / Perkataan yang lembut; dan Prinsip
Qaulan Sadida (قَوْلًا سَدِيدًا).
Selain di
Al-Qur’an, hadits juga mengajarkan bagaimana manusia berinteraksi dan berkomunikasi
dengan manusia lainnya. Komunikasi perlu memerhatikan siapa yang kita hadapi,
apa yang akan kita sampaikan, bagaimana dan kapan menyampaikannya, serta apa
yang kita harapkan. Semuanya harus sesuai dengan ajaran Islam dan Rasulullah
sebagai teladannya.
DAFTAR
PUSTAKA
Ali Abdul Halim Mahmud, Fiqhud Da’wah al
Fardiyah, diterjemahkan oleh As’ad Yasin dengan judul Dakwah Fardiyah
(Metode Membentuk Pribadi Muslim), Jakarta: Gema Insani, 1995.
Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi (Suatu Pengantar),
Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001.
Jum’ah Amin Abdul Aziz, Ad-Da’wah, Qawaid wa
Ushul, diterjemahkan oleh Abdus Salam Masykur dengan judul Fiqih Dakwah
(Prinsip dan Kaidah Asasi Dakwah Islam), Solo: Era Intermedia, 2005.
M. Munir dan Wahyu Ilaihi, Manajemen Dakwah, Jakarta:
Prenada Media, 2006.
M. Ridho Syabibi, Metodologi Ilmu Da’wah (Kajian
Ontologis Da’wah Ikhwan Al-Safa’), Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008.
Muhammad Fu’ad ‘Abdul Baqi, Al-Lu’Lu’ Wal Marjan,
diterjemahkan oleh Muslich Shabir dengan judul Terjemah Al-Lu’lu’ Wal
marjan, Semarang: Al-Ridha, 1993.
Shahih Buchari, diterjemahkan oleh Zainudin Hamidy, et.al.,
dengan judul
[1]
Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi (Suatu Pengantar), (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2001), Cet. II, Hal. 3
[2]
Ibid., Hal. 62
[3]
Arsyad, diakses dari http://arshadgraffity.blogspot.com/2010/12/bahasa-indonesia-identitas-kita.html,
pada 20/11/2016 21:06 WIB
[4]
Deddy Mulyana, Loc. Cit., Hal.83-115
[5]
Shahih Buchari, diterjemahkan oleh Zainudin Hamidy, et.al., dengan judul
Terjemah Shahih Buchari, (Jakarta: Wijaya, 1969), Cet.VIII, Hal. 13-14
[6]
Muhammad Fu’ad ‘Abdul Baqi, Al-Lu’Lu’ Wal Marjan, diterjemahkan oleh
Muslich Shabir dengan judul Terjemah Al-Lu’lu’ Wal marjan, (Semarang:
Al-Ridha, 1993), Cet.I, Hal.325
[7]
Zainudin Hamidy, et.al., Terjemah Shahih Buchari, (Jakarta: Wijaya,
1969), Cet.VIII, Hal. 13-14
[8]
Muhammad Fu’ad ‘Abdul Baqi, Loc. Cit., Hal.34
[9]
Muhammad Fu’ad ‘Abdul Baqi, Loc. Cit., Hal.30-31
[10]
Zainudin Hamidy, et.al., Loc.Cit., Hal.45-46
[11]
Ali Abdul Halim Mahmud, Fiqhud Da’wah al Fardiyah, diterjemahkan oleh
As’ad Yasin dengan judul Dakwah Fardiyah (Metode membentuk Pribadi Muslim), (Jakarta:
Gema Insani Press, 1995), Cet.I, Hal.142
[12]
Muhammad Fu’ad ‘Abdul Baqi, Loc. Cit., Hal.334
Tidak ada komentar:
Posting Komentar