.arrow { font-size: 18px; font-family: serif; font-weight: 900; } .readmore-link { margin-top: 20px; border-bottom: 1px solid gainsboro; margin-left: 250px; }
SELAMAT DATANG DI BLOG HOLONG MARINA COMPUTER/ INANG GROUP CORPORATION

RAJA MAKALAH

RAJA MAKALAH

Jumat, 27 Januari 2017

PENULISAN EJAAN DAN TANDA BACA

PENULISAN EJAAN DAN TANDA BACA


D
I
S
U
S
U
N
OLEH :

1.      FITRI YANI LUSI YANTI NASUTION
2.      ANNISA HARAHAP
3.      RISKI MAHRANI
4.      NURSAIMAH
5.      MARWATI ADLANI
6.      AMARIA DAULAY


DOSEN PEMBIMBING:
ABDUL MUJIB NASUTION


INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
PADANGSIDIMPUAN


T.A 2016/2017

KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa kita panjatkan kepada Allah SW yang  mana atas berkat dan pertolongan-Nya lah saya dapat menyelesaikan makalah ini. Terimakasih juga saya ucapkan kepada dosen pembimbing Ibu Nur Sri Hayati, MA yang turut yang telah membimbing saya sehingga  bias  menyelesaikan makalah ini sesuai waktu yang telah di tentukan. Terimakasih juga kepada teman-teman yang turut andil dalam terselesainya makalah ini.
Sholawat serta salam senantiasa saya haturkan kepada suri tauladan kita Nabi  Muhammad SAW yang selalu kita harapkan syafa’atnya di hari kiamat nanti.
Makalah ini saya buat dalam rangka untuk memperdalam pengetahuan dan pemahaman mengenai  Ejaan Dan Tanda Baca dengan harapan agar  para mahasiswa bias lebih memperdalam pengetahuan tentang  Ejaan Dan Tanda Baca.  Makalah ini juga dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Bahasa Indonesia.
Dengan segala keterbatasan  yang ada penulis telah berusaha dengan segala daya dan upaya guna menyelesaikan makalah ini. Penulis menyadari bahwasanya makalah ini jauh dari  kata sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik  dan  saran yang  membangun dari para pembaca untuk menyempurnakan  makalah ini. Atas kritik dan sarannya saya ucapkan terimakasih yang  sebanyak-banyaknya.



                                                          Padangsidimpuan,    September 2016


                                                          Penulis


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................   i
DAFTAR ISI..............................................................................................   ii
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................   1
A.    Latar Belakang ................................................................................   1
BAB II PEMBAHASAN...........................................................................   2
A.    Ejaan................................................................................................   2
B.     Tanda Baca......................................................................................   10
BAB III PENUTUP...................................................................................   16
A.    Kesimpulan......................................................................................   16
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Bahasa memiliki peranan penting dalam kehidupan karena selain digunakan sebagai alat komunikasi secara langsung, bahasa juga dapat digunakan sebagai alat komunikasi secara tulisan, di zaman era globalisasi dan pembangunan reformasi demokrasi ini, masyarakat dituntut secara aktif untuk dapat mengawasi dan memahami infrormasi di segala aspek kehidupan sosial secara baik dan benar, sebagai bahan pendukung kelengkapan tersebut, bahasa berfungsi sebagai media penyampaian informasi secara baik dan tepat, dengan penyampaian berita atau materi secara tertulis, diharapkan masyarakat dapat menggunakan media tersebut secara baik dan benar.
Bahasa merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia. Penyampaian pesan, perasaan, ataupun ide hanaya akan efektif jika menggunakan bahasa. Salah satu penyampaian pesan, perasaan ataupun ide itu dilakukan dengan menulisnya. Terkadang bahasa yang diungkapkan dalam bentuk tulisan menjadi tidak efektif yang penyebabnya antara lain kesalahan ejaan ataupun tanda baca.
Tanda baca dan ejaan menjadi penting karena penggunaan yang tidak sesuai akan mengubah makna bahasa yang akan diungkapkan. Secara teknis ejaan merupakan penulisan huruf, penulisan kata dan pemakaian tanda baca.
Sedangkan tanda baca itu sendiri dimaksudkan agar bahasa tulis menjadi mudah untuk dipahami, sehingga pesan yang diungkapkan dapat dipahami sama.


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Ejaan
1.            Pengertian ejaan
Kata “ejaan” berasal bari bahasa arab hija’ menjadi eja yang mendapat akhiran –an. Hakikat bahasa adalah bahasa lisan. Bahasa tulis merupaka turunan dari bahasa lisan. Perbedaan antara ragam tulis dan lisan adalah bahsa lisan terutama yang tidak baku, sangat simpel. Setelah Islam datang, di Nusantara digunakan huruf arab untuk menulis bahasa melayu.[1] Pada 1901 pertama kali penggunaan huruf latin untuk bahasa melayu. Ejaan ini dikenal dengan ejaan Van Ophuijsen.
Menurut KBBI ejaan adalah kaidah-kaidah cara menggambarkan bunyi-bunyi (kata, kalimat, dsb) dalam bentuk tulisan (huruf-huruf) serta penggunaan tanda baca.
Ejaan adalah seperangkat aturan tentang cara menuliskan bahasa dengan menggunakan huruf, kata, dan tanda baca sebagai sarananya. Batasan tersebut menunjukan pengertian kata ejaan berbeda dengan kata mengeja. Mengeja adalah kegiatan melafalkan huruf, suku kata, atau kata; sedangkan ejaan adalah suatu sistem aturan yang jauh lebih luas dari sekedar masalah pelafalan. Ejaan mengatur keseluruhan cara menuliskan bahasa.[2]
Ejaan merupakan kaidah yang harus dipatuhi oleh pemakai bahasa demi keteraturan dan keseragaman bentuk, terutama dalam bahasa tulis. Keteraturan bentuk akan berimplikasi pada ketepatan dan kejelasan makna. Ibarat sedang mengemudi kendaraan, ejaan adalah rambu lalu lintas yang harus dipatuhi oleh setiap pengemudi. Jika para pengemudi mematuhi rambu-rambu yang ada, terciptalah lalu lintas yang tertib dan teratur. Seperti itulah kira-kira bentuk hubungan antara pemakai bahasa dengan ejaan.
Ejaan yang berlaku sekarang dinamakan Ejaan yang disempurnakan (EYD).EYD mulai diberlakukan pada tanggal 16 Agustus 1972. Ejaan dalam sejarah bahasa Indonesia ini memang merupakan upaya penyempurnaan ejaan sebelumnya yang sudah dipakai selama dua puluh lima tahun yang dikenal dengan Ejaan Republik atau Ejaan Soewandi (Menteri PP dan K Republik Indonesia pada saat Ejaan itu diresmikan pada tahun 1947).
EYD (Ejaan yang Disempurnakan) merupakan tata bahasa dalam Bahasa Indonesia yang mengatur penggunaan bahasa Indonesia dalam tulisan, mulai dari pemakaian dan penulisan huruf capital dan huruf miring, serta penulisan unsur serapan. EYD disini diartikan sebagai tata bahasa yang disempurnakan. Dalam penulisan karya ilmiah perlu adanya aturan tata bahasa yang menyempurnakan sebuah karya tulis. Karena dalam sebuah karya tulis memerlukan tingkat kesempurnaan yang mendetail. Singkatnya EYD digunakan untuk membuat tulisan dengan cara yang baik dan benar.
2.            Fungsi Ejaan
Dalam kaitannya dengan pembakuan bahasa, baik yang menyangkut pembakuan tata bahasa maupun kosakata dan peristilahan, ejaan mempunyai fungsi yang sangat penting. Fungsi tersebut antara lain sebagai berikut :[3]
a.       Sebagai landasan pembakuan tata bahasa
b.      Sebagai landasan pembakuan kosakata dan peristilahan, serta
c.       Alat penyaring masuknya unsur-unsur bahasa lain ke dalam bahasa Indonesia
Di samping ketiga fungsi yang telah disebutkan diatas, ejaan sebenarnya juga mempunyai fungsi yang lain. Secara praktis, ejaan berfungsi untuk membantu pemahaman pembaca di dalam mencerna informasi yang disampaikan secara tertulis.
3.            Jenis-Jenis Ejaan[4]
a)      Ejaan Van Ophuijsen
Aksara Arab Melayu dipakai secara umum di daerah Melayu dan daerah-daerah  yang telah menggunakan bahasa Melayu. Akan tetapi, karena terjadi kontak budaya dengan dunia Barat, sebagai akibat dari kedatangan orang Barat dalam menjajah di Tanah Melayu itu, di sekolah-sekolah Melayu telah digunakan aksara latin secara tidak terpimpin. Oeh sebab itu, pada tahun 1900, menurut C.A. Mees (1956:30), Van Ophuijsen, seorang ahli bahasa dari Belanda mendapat perintah untuk merancang suatu ejaan yang dapai dipakai dalam bahasa Melayu, terutama untuk kepentingan pengajaran. Jika penyususnan ejaan itu tidak cepat-cepat dilakukan, dikhawatirkan bahwa sekolah-sekolah  tersebut akan menyusun dengan cara yang tidak terpimpin sehingga akan muncul kekacauan dalam ejaan tersebut.
Dalam menyusun ejaan tersebut, Van Ophuijsen dibantu oleh dua orang pakar bahasa dari Melayu, yaitu Engkoe Nawawi Soetan Ma’moer dan Moehammad Thaib Soetan Ibrahim. Dengan menggabungkan dasar-dasar ejaan Latin dan Ejaan Belanda, Van Ophuijsen dan teman-teman berhasil membuat ejaan bahasa Melayu, yang ejaan tersebut lazim disebut sebagai “Ejaan Van Ophuijsen”. Ejaan tersebut diresmikan pemakaiannya pada tahun 1901.Ejaan van Ophuijsen dipakai selama 46 tahun, lebih lama dari Ejaan Republik, dan baru diganti setelah dua tahun Indonesia merdeka.
Beberapa hal yang cukup menonjol dalam Ejaan Van Ophuysen antara lain sebagai berikut :
Huruf y ditulis dengan j          
Misalnya :
Sayang : Sajang
Saya : Saja
Huruf u ditulis dengan oe
Misalnya :
Umum : Oemoem
Sempurna : Sempoerna
 Huruf k pada akhir kata atau suku kata ditulis dengan tanda koma diatas
Misalnya :
Rakyat : Ra’yat
Bapak : Bapa’
 Huruf j ditulis dengan dj
Misalnya :
Jakarta : Djakarta
Raja : Radja
Huruf c ditulis dengan tj
Misalnya :
Pacar : Patjar
Cara : Tjara
Gabungan konsonan kh ditulis dengan ch
Misalnya :
Khawatir : Chawatir
Akhir : Achir
b.      Ejaan Republik (Ejaan Soewandi)
Beberapa tahun sebelum Indonesia merdeka yakni pada masa pendudukan Jepang, pemerintah sudah mulai memikirkan keadaan ejaan kita yang sangat tidak mampu mengikuti perkembangan ejaan internasional. Oleh sebab itu,  Pemerintah melalui Menteri Pendidikan dan Kebudayaan melakukan pengubahan ejaan untuk menyempurnakan ejaan yang dirasakan sudah tidak sesuai lagi dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Oleh sebab itu, pada tahun 1947 muncullah sebuah ejaan yang baru sebagai pengganti ejaan Van Ophuijsen. Ejaan tersebut diresmikan oleh Menteri Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan Republik Indonesia, Dr. Soewandi, pada tanggal 19 Maret 1947 yang disebut sebagai Ejaan Republik. Karena Menteri Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan adalah Dr. Soewandi, ejaan yang diresmikan itu disebut juga sebagai Ejaan Soewandi. Hal-hal yang menonjol dalam Ejaan Soewandi atau Ejaan Republik itu adalah sebagai berikut :
Huruf /oe/ diganti dengan /u/, seperti dalam kata berikut
goeroe menjdi guru
itoe menjadi itu
oemoer menjadi umur
Bunyi hamzah dan bunyi sentak ditulis dengan /k/, seperti dalam kata berikut :
Pa’ menjadi Pak
ma’lum menjadi maklum
ra’yat menjadi rakyat
Angka dua boleh dipakai untuk menyatakan pengulangan, seperti kata berikut :
anak-anak menjadi anak2
berlari-larian menjadi ber-lari-2an
berjalan-jalan menjadi ber-jalan2
Awalan di- dan kata depan di kedua-duanya ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya, seperti berikut :
Diluar (kata depan), dikebun (kata depan), ditulis (awalan), diantara (kata depan), disimpan (awalan), dipimpin (awalan), dimuka (kata depan), ditimpa (awalan), disini (kata depan).
Tanda trema tidak dipakai lagi sehingga tidak ada perbedaan antar suku kata diftong, seperti kata berikut
DidjoempaÏŠ menjadi didjumpai
DihargaÏŠ menjadi dihargai
MoelaÏŠ menjadi mulai
Tanda aksen pada huruf e tidak dipakai lagi, seperti pada kata berikut
ekor menjadi ekor
heran mejadi heran
merah menjadi merah
berbeda menjadi berbeda
Di hadapan tj dan dj, bunyi sengau ny dituliskan sebagai n untuk mengindahkan cara tulis
Menjtjuri menjdi mentjuri
Menjdjual menjadi mendjual
Ketika memotong kata-kata di ujung baris, awalan dan akhiran dianggap sebagai suku-suku kata yang terpisah
be-rangkat menjadi ber-angkat
atu-ran menjadi atur-an
c.       Ejaan Yang Disempurnakan
Pada tanggal 16 Agustus 1972, Presiden Republik Indonesia (Bapak Soeharto) meresmikan pemakaian Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan yang lazim disingkat dengan EYD. Peresmian ejaan tersebut berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 57 Tahun 1972. Dengan dasar itu, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menyebarkan buku kecil yang berjudul Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan yang memuat berbagai patokan pemakaian ejaan yang baru. Buku yang beredar yang memuat kaidah-kaidah ejaan tersebut direvisi dan dilengkapi oleh suatu badan yang berada di bawah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, yang diketuai oleh Prof. Dr. Amran Halim dengan dasar surat keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tanggal 12 Oktober 1972, Nomor 156/P/1972. Hasil kerja komisi tersebut adalah berupa sebuah buku yang berjudul Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan yang diberlakukan dengan surat keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 0196/1975. Bersama buku tersebut, lahir pula sebuah buku yang berfungsi sebagai pendukung buku yang pertama, yaitu buku Pedoman Umum Pembentukan Istilah.Badan itu bernama Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa yang sekarang bernama Pusat Bahasa.
Beberapa hal yang perlu dikemukakan sehubungan dengan Ejaan Bahasa Indonesia yang disempurnakan itu adalah sebagai berikut :[5]
1)      Huruf yang berubah fungsi adalah sebagai berikut
a)      /dj/ djalan menjadi /j/ jalan
b)      /j/ pajung menjadi /y/ payung
c)      /nj/ njanji menjadi /ny/ nyanyi
d)     /sj/ isjarat menjadi /sy/ isyarat
e)      /tj/ tjukup menjadi /c/ cukup
f)       /ch/ achir menjdi /kh/ akhir
2)      Peresmian penggunaan huruh berikut yang sebelumnya belum resmi adalah :
a)      pemakaian huruf /f/ dalam kata maaf, fakir
b)      pemakaian huruf /v/ dalam kata universitas, valuta
c)      pemakaian huruf /z/ dalam kata lezat, zeni
3)      Huruf yang hanya dipakai dalam ilmu eksakta, adalah sebagai berikut:
a)      pemakaian huruf /q/ dalam rumus a:b = p:q
b)      pemakaian huruf /x/ dalam istilah Sinar-X
4)      Penulisan di- sebagai awalan dan penulisan di sebagai kata  depan dilakukan seperti berikut :
a)      penulisan awalan di- diserangkaiakan dengan kata yang mengikutinya, seperti dimakan, dijumpai
b)      penulisan kata  depan di dipisahkan dengan kata yang mengikutinya, seperti di muka, di pojok, di antara.
Dalam Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan itu terdapat pembicaraan yang lengkap, yaitu:
1)      pembicaraan tentang nama dan penulisan huruf
2)      pembicaraan tentang pemakaian huruf
3)      pembicaraan tentang penulisan kata
4)      pembicaraan tentang penulisan unsur serapan
5)      pembicaraan tentang pemakaian tanda baca.
Dengan lahirnya Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan itu kini kita dapat merasakan bahwa ejaan bahasa kita sudah tidak perlu diubah lagi. Jika ada hal-hal yang perlu dimasukkan ke dalam ejaan yang selama ini tidak diatur dalam ejaan tersebut, cukup ejaan itu direvisi dalam edisi berikutnya.
d.      Ejaan yang tidak diresmikan[6]
1.      Ejaan Melindo
Pada akhir tahun 1950-an para penulis mulai pula merasakan kelemahan yang terdapat pada Ejaan Republik itu. Ada kata-kata yang sangat mengganggu penulisan karena ada satu bunyi bahas yang dilambangkan dengan dua huruf, seperti dj, tj, sj, ng, dan ch. Para pakar bahasa menginginkan satu lamabang untuk satu bunyi. Gagasan tersebut dibawa ke dalam pertemuan dua Negara, yaitu Indonensia dan Malaysia.  Dari pertemuan itu, pada akhir tahun 1959 Sidang Perutusan Indonensia dan Melayu (Slametmulyana dan Syeh Nasir bin Ismail, masing-masing berperanan sebagi ketua perutusan) menghasilkan konsep ejaan bersama yang kemudian dikenal dengan nama Ejaan Melindo (Melayu-Indonesia).
Konsep bersama itu memperlihatkan bahwa satu bunyi bahasa dilambangkan dengan satu huruf. Salah satu lambing itu adalah huruf j sebagai pengganti dj, huruf c sebagai pengganti huruf tj, huruf η sebagai pengganti ng, dan huruf ή sebagai pengganti nj. Sebagai contoh :
sejajar sebagai pengganti sedjadjar
mencuci sebagai pengganti mentjutji
meηaηa  sebagai pengganti dari menganga
berήaήi sebagai pengganti berjanji
Ejaan Melindo tidak pernah diresmikan. Di samping terdapat beberapa kesukaran teknis untuk menuliskan  beberapa huruf, politik yang terjadi pada kedua negara antara Indonesia-Malaysia tidak memungkinkan untuk meresmikan ejaan tersebut. Perencanaan pertama yang dilakukan dalam ejaan Melindo, yaitu penyamaan lambang ujaran antara kedua negara, tidak dapat diwujudkan. Perencanaan kedua, yaitu pelambangan setiap bunyi ujaran untuk satu lambang, juga tidak dapat dilaksanakan. Berbagai gagasan tersebut dapat dituangkan dalam Ejaan bahasa Indonensia yang disempurnakan yang berlaku saat ini.

B.     Tanda Baca
Untuk memahami sebuah kalimat dengan sempurna kita perlu memperhatikan tanda baca yang digunakan di dalamnya. Ada beberapa tanda baca yang dipakai dalam Bahasa Indonesia yaitu :[7]
1.            Tanda baca titik (.)
Ada beberapa kaidah dalam penggunaan tanda baca titik (.) yaitu :
a.       Tanda baca titik (.) digunakan untuk mengakhiri kalimat yang bukan yang bukan berupa kalimat tanya atau kalimat seruan.
Contoh :
        Saya beragama islam.
        Hakikat pendidikan adalah memanusiakan manusia.
b.      Tanda baca titik (.) digunakan dibelakang angka atau huruf dalam suatu bagan, ikhtisar atau daftar.
Contoh :
        4.1 Pembahasan.
        Lampiran 2. Calon jamaah haji.
c.       Tanda baca titik (.) digunakan untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang menunjukan jangka waktu.
Contoh :
        pukul 01.35.20 (pukul 1 lewat 35 menit 20 detik)
d.      Tanda baca titik (.) digunakan diantara nama penulis, judul tulisan yang tidak berakhir dengan tanda tanya dan tanda seru, dan tempat terbit dalam daftar pustaka.
Contoh :
        Lesatariningrum, Dwi. 1989. Teknik Menjahit. Malang: Intan.
2.            Tanda baca koma (,)
Kaidah-kaidah penggunaan tanda baca koma (,) adalah sebagai berikut:
a.       Tanda baca koma (,) digunakan di antara unsur-unsur dalam suatu perincian.
Contoh: Saya membeli kertas, pena, dan tinta.
b.      Tanda baca koma (,) digunakan untuk memisahkan kalimat setara, apabila kalimat setara berikutnya diawali kata tetapi atau melainkan.
Contoh:- Semua pergi, tetapi dia tidak.
        Dia bukan kakakku, melainkan adikku.
c.       Tanda baca koma (,) digunakan apabila anak kalimat mendahului induk kalimat.
Contoh: Jika hari ini tidak hujan, saya akan dating.
d.      Tanda baca koma (,) digunakan untuk memisahkan anak kalimat jika anak kalimatnya itu mendahului induk kalimatnya.
Contoh: Saya akan memaafkan, jika ia bertobat.
e.       Tanda baca koma (,) digunakan di belakang ungkapan penghubung antar kalimat yang terdapat pada awal kalimat.
Contoh: Dia malas belajar. Oleh karena itu, dia tidak naik kelas.
3.            Tanda baca titik koma (;)
Kaidah penggunaannya sebagai berikut :
a.       Digunakan untuk memisahkan bagian-bagian kalimat yang sejenis atau setara.
Contoh: Matahari hamper terbenam; sinarnya yang kemerah-merahan; memantul di atas permukaan laut; indah sekali pemandangan ketika itu.
b.      Digunakan untuk memisahkan kalimat yang setara di dalam suatu kalimat majemuk sebagai pengganti kata penghubung.
Contoh: Sore itu kami sekeluarga sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Ayah sedang membaca Koran; ibu menjahit baju; saya asyik membersihkan taman di depan rumah.
4.            Tanda baca titik dua (:)
Kaidah penggunaannya sebagai berikut:
a.       Digunakan sesudah kata atau ungkapan yang memerlukan perincian.
Contoh:
Ketua : Ahmad Wijaya
Sekretaris : Imam Tantowi
Bendahara: Siti Khotijah
b.      Digunakan di anatara jilid atau nomor dan halaman, di antara bab dan ayat di dalam kitab suci, di antara judul dan sub judul, serta nama kata dan penerbit buku acuan.
Contoh: Tempo, I (1971). 34:7
Surat Yasin:19
Karangan Ali Hakim, Pendidikan Seumur Hidup: Sebuah Studi, sudah terbit.
5.            Tanda hubung (-)
Kaidah penggunaannya sebagai berikut :
a.       Digunakan untuk merangkaikan se-dengan kata berikutnya yang di dimulai dengan huruf capital, ke- dengan angka, angka dengan- an, singkatan berhuruf kapital dengan imbuhan atau kata, dan nama jabatan rangkap.
Contoh: Se-Indonesia
hadiah ke-2
tahun 50-an
Menteri-Sekretaris-Negara
sinar-X
Men-PHK-kan
b.      Digunakan untuk merangkai bahasa Indonesia dengan bahasa asing.
Contoh: di-smash, di-drill, mem-beckup, di-carge
6.            Tanda Pisah (–)
Tanda pisah (–) digunakan di antara dua bilangan atau tanggal dengan arti “sampai ke“ atau “sampai dengan”. Penulisan tanda baca pisah (–)dinyatakan dengan dua buah tanda hubung tanpa spasi sebelum dan sesudahnya.
Contoh: 1920–1945
Tanggal 15—10 April 19970
(Samsudin), 1999:25—34
Samsudin (1999:25—34)
7.            Tanda elipsis (…)
Tanda ini digunakan untuk menunjukan bahwa dalam suatu kalimat atau naskah ada bagian yang hilang.
Contoh: Sebab-sebab kemerosotan akhlak dikalangan mahasiswa…atau diteliti lebih lanjut.
8.            Tanda kurung ((…))
Tanda ini digunakan untuk hal-hal sebagai berikut:
a.       Digunakan untuk mengapit tambahan keterangan atau penjelasan.
Contoh: Dalam buku KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) Bab II pasal 10.
b.      Digunakan untuk mengapit keterangan atau penjelasan yang bukan bagian integral pokok pembicaraan.
Contoh: Aku (sebuah puisi karangan Chairul Anwar) adalah puisi angkatan 45.
9.            Tanda tanya (?)
Tanda tanya (?) digunakan pada akhir kalimat tanya, yakni kalimat yang membutuhkan jawaban.
Contoh: Siapa yang membawa tas saya ?
10.        Tanda seru (!)
Tanda ini digunakan sesudah ungkapan atau pernyataan yang berupa seruan atau perintah yang menggambarkan kesungguhan, ketidakpercayaan, atau emosi yang kuat.
Contoh: Alangkah seramnya peristiwa itu!
Ambilkan buku itu!
Duduklah!
Dasar mata keranjang!
11.        Tanda kurung siku ( [] )
Tanda ini digunakan untuk mengapit keterangan dalam kalimat penjelas yang sudah bertanda kurung.
Contoh: Persamaan kedua proses ini (perbedaannya dibicarakan dalam Bab II [lihat halaman 67-89])
12.        Tanda petik (“…..”)
Tanda petik digunakan untuk mengakhiri petikan langsung .
Contoh: Kata Toto,”Saya juga berpuasa.”
“Hakikat pendidikan adalah memanusiakan manusia”(Imran,1998)
13.        Tanda petik tunggal (‘…’)
Tanda ini digunakan untuk mengapit makna, terjemahan, dan penjelasan kata atau ungkapan asing.
Contoh: Mastery Learning ‘belajar tuntas’
Reformasi ‘perubahan’
Keplicuk ‘dalam Bahasa Indonesia disebut terkilir’
Islami ‘bernuansa islam’
14.        Tanda garis miring (/)
Tanda garis miring digunakan dalam menulis nomor surat, nomor pada alamat, dan penandaan masa satu tahun yang tebagi dalam dua tahun takwim.
Contoh: 14/YPU-i/12/99
Jalan Kramat III/10 Jakarta
Tahun Anggaran 1985/19986
15.        Tanda apostrof (‘)
Tanda ini berfunsi untuk penyingkat suatu kata yang digunakan untuk menunjukan penghilangan bagian suatu kata atau bagian angka tahun.
Contoh: malam ‘lah tiba (‘lah = telah)
1 Januari ’88 (’88 = 1988)
Berdasarkan uraian di atas tentang penggunaan tanda baca yang berlaku di dalam EYD dalam Bahasa Indonesia secara garis besar prinsip-prinsip umum pemakain tanda baca dapat diuraikan sebagai berikut:
1.             Tanda tanya (?), tanda titik (.), tanda titk koma (;), tanda titik dua (:), dan tanda seru (!), ditulis rapat (tanpa spasi) dengan huruf akhir dengan kata yang mendahuluinya dan diberi spasi dengan kata yang sesudahnya.
2.             Tanda petik ganda (“), tanda petik tunggal (‘), dan tanda kurung (()) masing-masing diketik rapat dengan kata, frase, atau kalimat yand diapit.
3.             Tanda hubung (-), tanda pisah (–), dan garis miring (/) masing-masing diketik rapat dengan huruf yang mendahului dan yang mengikutinya.
4.             Tanda hitungan, seperti: sama dengan (=), tambah (+), kurang (-), kali (x), bagi (:), lebih kecil (<), lebih besar (>) ditulis dengan jarak satu spasi dengan huruf yang mendahului dan mengikutinya.


BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Dari waktu ke waktu jumlah kasus bunuh diri terus bertambah. Tidak hanya dikalangan orang dewasa tetapi juga terjadi pada remaja bahkan anak-anak. Sebenarnya tidak seorangpun yang menginginkan seperti ini tetapi keinginan manusia sering kali diarahkan oleh banyak faktor yang terjadi diluar kendali kita sendiri sampai akhirnya seseorang tiba pada keyakinan bahwa bunuh diri justru adalah jalan terbaik untuk menyelesaikan masalahnya. Bagaimana hal itu bisa terjadi? Dan bagaimana menghindarinya.
Dalam paragraf di atas ada beberapa kesalahan penerapan EYD, yaitu penulisan kata dikalangan, seorangpun, dan diluar seharusnya dipisahkan, penulisan kata sering kali seharusnya digabungkan, dan sebelum kata tetapi seharusnya diberi tanda baca koma.
Setelah kita memahami apa yang telah di paparkan di atas, kita dapat mengambil sebuah kesimpulan bahwa bahasa itu tidak terlepas dari yang namanya tata ejaan dan tanda baca. Dan ternyata ejaan dan tanda baca itu saling keterkaitan. Dan ejaan itu ternyata mengalami beberapa tahap hingga menjadi yang sempurna, dimana yang kita gunakan saat ini.



DAFTAR PUSTAKA
Arifin, 2004, Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah. Jakarta: Yrama Widya.
Amran Halim, 1979, Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Chaer, Abdul, 1984.  Dewan Bahasa. Jakarta: FPBS-IKIP.
Darjdowijdojdo, Soenjono, 1984, Sentence Patterns of Indonesia. Honolulu: University of Hawaii Press.
Keraf, Gorys, 1980, Tata Bahasa Indonesia. Nusa Indah: Ende-Flores.



[1] Amran Halim, Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia. (Jakarta: Balai Pustaka, 1979), hal. 98
[2] Ibid., hal. 99
[3] Darjdowijdojdo, Soenjono, Sentence Patterns of Indonesia. (Honolulu: University of Hawaii Press. 1984), hal. 34
[4] Chaer, Abdul, Dewan Bahasa. (Jakarta: FPBS-IKIP. 1984), hal. 76
[5] Keraf, Gorys, Tata Bahasa Indonesia. (Nusa Indah: Ende-Flores.1980), hal. 65
[6] Amran Halim, op. Cit., hal. 98
[7] Arifin, Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah. (Jakarta: Yrama Widya, 2004), hal. 87

Tidak ada komentar:

Posting Komentar