.arrow { font-size: 18px; font-family: serif; font-weight: 900; } .readmore-link { margin-top: 20px; border-bottom: 1px solid gainsboro; margin-left: 250px; }
SELAMAT DATANG DI BLOG HOLONG MARINA COMPUTER/ INANG GROUP CORPORATION

RAJA MAKALAH

RAJA MAKALAH

Jumat, 27 Januari 2017

ATURAN HUKUM PERDAGANGAN INTERNASIONAL MENURUT
GATT DAN WTO


D
I
S
U
S
U
N

OLEH :
KELOMPOK 4
NAMA                                                NIM
1.      IDA FEBRIANI                          14102000
2.      NURHAMNA DALIMUNTHE  1410200101
3.      SYAHRI YULIANA LUBIS      1410200115

DOSEN PENGAMPU
PURNAMA HIDAYAH, MH


JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS SYARIAH DAN ILMU HUKUM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
PADANGSIDIMPUAN

TAHUN 2016


KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Alhamdulillahirabbilalamin, banyak nikmat yang Allah berikan. Segala puji hanya bagi Allah atas segala berkah, rahmat, taufik, serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul “ Aturan Hukum Perdagangan Internasional Menurut DATT dan WTO”.
Dalam penyusunan dan penulisannya, penulis memperoleh banyak bantuan dari berbagai pihak, karena itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan, bantuan dan kepercayaan yang begitu besar.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar makalah ini dapat lebih baik lagi. Akhir kata penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi semua pembaca.
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

                                              Padangsidimpuan,    Oktober 2016




                                                          Penulis


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................   i
DAFTAR ISI...............................................................................................   ii
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................   1
A.    Latar Belakang.................................................................................   1
BAB II PEMBAHASAN............................................................................   2
A.    Aturan Hukum Perdagagangan  General Agreement on
Tariffs and Trade (GATT)................................................................   2
B.     Aturan Hukum World Trade Organization (WTO).........................   4
C.     Hubungan GATT dan WTO............................................................   8
BAB III PENUTUP....................................................................................   10
A.    Kesimpulan......................................................................................   10
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................   11


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Semenjak konferensi GATT pertama di selenggarakan di jenewa tahun 1948 merupakan tonggak sejarah untuk pertama kali negara peserta menyepakati untuk mengurangi hambatan dalam perdagangan internasional melalui upaya penurunan tarif masuk.Hal ini membuktikan bahwa negara” dunia yang terlibat dalam perdagangan internasional telah bersepakat untuk tidak melakukan perlawanan produk dalam negri dengan cara menghalangi masuknya bahan dari negara lain. Upaya penurunan tarif masuk dilakukan terus menerus melalui berbagai konferensi perdagangan internasional.
Terlepas dari masih adanya kontroversi tentang perdagangan bebas, dari sudut hukum bahwa ratifikasi yang dilakukan pemerintah indonesia terhadap WTO merupakan suatu fakta hukum yang terbemtukl atas dasar kemauan politik pemerintah untuk mendorong sistem perdagangan bebas yang tidak dapat di hindari. Perubahan ini terutama disebabkan oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan treknologi yang semakin cepat meluas sejalan dengan perubahan dalam sikap dan fikiran manusia yang semakin maju. Sebagain akibat dari proses perubahan tersebut, bangsa bangsa harus bekerjasama baik dalam tataran global maupun regional.
Menghadapi sikap diskriminatif dari negara-negara maju terhadap import dari negara-negara berkembang, premerintah indonesia hendaknya lebih berperan untuk menekankan adanya pengaturan multilateral sebagaimana memuat GATT yang didasarkan pada prinsip-prinsip ekonomi yang dalam hal ini menunjukkan bahwa kesejahteraan bangsa dapat ditingkatkan melalui perdagangan bebas serta melandaskan asas nondiskriminasi.
Dukungan indonesia terhadap sistem perdagangan yang terbuka yang telah berlangsung sejak 1980an. Semenjak dua puluh tahun terakhir, ekonomi indonesia dapat disebut sebagai dasa warsa reformasi.  


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Aturan Hukum Perdagagangan  General Agreement on Tariffs and Trade (GATT)
GATT (General Agreement on Tariffs and Trade) atau perjanjian umum tentang tarif-tarif dan perdagangan didirikan pada tahun 1948 di Jenewa, Swiss. Pada waktu didirikan, GATT beranggotakan 23 negara, tetapi pada saat sidang terakhir di Marakesh pada 5 April 1994 jumlah negara penandatangan sebanyak 115 negara.
Indonesia mengakui bahwa sejak tahun 1948 aturan-aturan GATT telah terbukti mempunyai peranan besar dalam mengembangkan perdagangan internasional. Manfaat yang dirasakan indonesia dari pengaturan GATT adalah keberhasilan dalam mengembangkan ekspor, terutama ekspor nonmigas. Indonesia telah menjadi anggota GATT sejak awal, sebagai mana negara yang memiliki kondisi khusus, memerlukan perlakuan yang berbeda. Secara utuh ini berarti kewajiban yang lebih lemah dalam membuat konsensi disatu pihak dan hak atas konsesi yang lebih akomodatif dari negara industri. Secara formal, perlakuan khusus dalam diferensial bagi negara berkembang merupakan bagian dari GATT, khusunya bagian IV GATT 1947. Akan tetapi sacara material sistem preferensi umum merupakan satu-satunya produk kongkrit dalam kaitan ini.[1]
Menghadapi sikap diskriminatif dari negara-negara maju terhadap impor dari negara-negara berkembang, indonesia menekankan perlunya pengaturan perdagangan multilateral sebagaimana dimuat di GATT.[2]
Dalam menjalankan fungsi-fungsinya, ada beberapa prinsip utama yang dipakai oleh GATT.  Huala Adolf menyebutkan bahwa ada 6 prinsip yang digunakan GATT yaitu Most-Favoured-Nation (MFN), National Treatment, Prinsip Larangan Restriksi Kuantitatif, Prinsip Perlindungan melalui Tarif, Prinsip Resiprositas, dan Prinsip Perlakuan Khusus bagi Negara sedang Berkembang. Dalam kaitan dengan prinsip-prinsip tersebut, dikenal juga Kaidah Dasar Minimum (Minimum Standards), Kaidah Dasar Tindakan Pengaman dengan Klausul Penyelamat (Safeguards and Escape Clause), Kaidah Dasar mengenai Penyelesaian Sengketa secara Damai, Kaidah Dasar Kedaulatan Negara atas Kekayaan Alam, Kemakmuran dan Kehidupan Ekonominya, dan Kaidah Dasar Kerjasama Internasional.
Pertama, Prinsip Most-Favoured-Nation (MFN). Prinsip ini menekankan bahwa suatu kebijakan perdagangan negara harus dilaksanakan atas dasar nondiskriminatif. Menurut prinsip ini, semua negara anggota terikat untuk memberikan negara-negara lainnya perlakuan yang sama dalam pelaksanaan dan kebijakan impor dan ekspor serta yang menyangkut biaya-biaya lainnya. Namun demikian, ada beberapa pengecualian terhadap prinsip ini. Salah satu pengecualiannya disebutkan dalam pasal XXIV yang mengatur bahwa jika ada anggota-anggota GATT yang membentuk suatu Custom Union atau Free Trade Area, maka anggota-anggota GATT tersebut tidak harus memberikan perlakuan yang sama kepada negara anggota lainnya.
Kedua, Prinsip National Treatment. Dalam prinsip ini, negara anggota diwajibkan untuk memberikan perlakuan yang sama atas barang-barang impor dan lokal, paling tidak setelah barang impor memasuki pasar domestik. Ketiga, Prinsip Larangan Restriksi Kuantitatif. Prinsip ini melarang adanya pembatasan kuantitatif terhadap ekspor-impor dalam bentuk apapun.Keempat, Prinsip Perlindungan melalui Tarif. Prinsip ini menekankan bahwa GATT hanya memperkenankan tindakan proteksi terhadap industri domestik melalui tarif dan tidak melalui upaya-upaya perdagangan lainnya.
Kelima, Prinsip Resiprositas. Prinsip ini berlaku dalam perundingan-perundingan tarif yang didasarkan atas hubungan timbal balik yang saling menguntungkan kedua belah pihak. Prinsip ini sering mengalami hambatan dalam pelaksanaannya dikarenakan adanya perbedaan tingkat perekonomian antarnegara, terutama antara negara maju dengan negara berkembang. Sebagai contoh, negara maju ingin mendapat keringanan bea masuk seperti yang diberikan negara tersebut kepada negara sedang berkembang. Padahal, daya saing negara berkembang tidak sekuat negara maju. Oleh karena itu, pelaksanaan prinsip ini harus diimbangi oleh itikad baik dari negara-negara maju untuk membantu perkembangan perdagangan internasional negara-negara berkembang, dengan memberikan perlakukan-perlakuan khusus.
Keenam, Prinsip Perlakuan Khusus bagi Negara sedang Berkembang. Prinsip ini berfungsi sebagai dasar hukum bagi negara maju untuk memberikan Generalized System of Preferences (GSP atau Sistem Preferensi Umum) kepada negara-negara sedang berkembang. Dari semua prinsip tersebut, ada sebuah prinsip lain yang disebut Prinsip Transparansi (Transparency), yang mewajibkan negara-negara anggota GATT untuk bersikap terbuka/transparan terhadap berbagai kebijakan perdagangannya, sehingga memudahkan para pelaku usaha melakukan kegiatan perdagangan.[3]

B.     Aturan Hukum World Trade Organization (WTO)
a.       Proses terbentuknya WTO
Pada tahun-tahun awal, Putaran Perdagangan GATT mengkonsentrasikan negosiasi pada upaya pengurangan tariff.  Pada Putaran Kennedy (pertengahan tahun 1960-an) dibahas mengenai tariff dan Persetujuan Anti Dumping (Anti Dumping Agreement).
Putaran Tokyo (1973-1979) meneruskan upaya GATT mengurangi tariff secara progresif. Hasil yang diperoleh rata-rata mencakup sepertiga pemotongan dari bea impor/ekspor terhadap 9 negara industri utama, yang mengakibatkan tariff rata-rata atas produk industri turun menjadi 4,7%. Pengurangan tariff, yang berlangsung selama 8 tahun, mencakup unsur “harmonisasi” – yakni semakin tinggi tariff, semakin luas pemotongannya secara proporsional. Dalam isu lainnya, Putaran Tokyo gagal menyelesaikan masalah produk utama yang berkaitan dengan perdagangan produk pertanian dan penetapan persetujuan baru mengenai “safeguards” (emergency import measures). Meskipun demikian, serangkaian persetujuan mengenai hambatan non tariff telah muncul di berbagai perundingan, yang dalam beberapa kasus menginterpretasikan peraturan GATT yang sudah ada.[4]
Selanjutnya adalah Putaran Uruguay (1986-1994) yang mengarah kepada pembentukan WTO. Putaran Uruguay memakan waktu 7,5 tahun. Putaran tersebut hampir mencakup semua bidang perdagangan. Pada saat itu putaran tersebut nampaknya akan berakhir dengan kegagalan. Tetapi pada akhirnya Putaran Uruguay membawa perubahan besar bagi sistem perdagangan dunia sejak diciptakannya GATT pada akhir Perang Dunia II. Meskipun mengalami kesulitan dalam permulaan pembahasan, Putaran Uruguay memberikan hasil yang nyata. Hanya dalam waktu 2 tahun, para peserta telah menyetujui suatu paket pemotongan atas bea masuk terhadap produk-produk tropis dari negara berkembang, penyelesaian sengketa, dan menyepakati agar para anggota memberikan laporan reguler mengenai kebijakan perdagangan. Hal ini merupakan langkah penting bagi peningkatan transparansi aturan perdagangan di seluruh dunia.
b.      Tujuan WTO
Tujuan WTO  meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan, menambah lapangan pekerjaan, meningkatkan produksi dan perdagangan, juga memanfaatkan SDA. Dari tujuan WTO tersebut, banyak negara-negara berkembang yang sampai sekarang taraf hidup dan kesejahteraannya masih dibawah maksimum, sama dengan lapangan pekerjaan. Padahal tujuan WTO memang harus menciptakan perdagangan yang fair.
c.       Peran WTO
Pada tahun 1994, perundingan perdagangan dunia Uruguay Round akhirnya dapat diselesaikan dan berbagai perjanjian telah disepakati dalam bentuk General Agreement On Tariff and Trade (GATT).[5] Dimana waktu itu GATT sendiri bertujuan mengatur jalannya perdagangan internasional pada masa itu, yang meliputi perdagangan dan tarif harga. GATT sendiri awal berdirinya ketika berakhirnya Perang Dunia II tahun 1947, di mana terjadi krisis ekonomi besar-besaran di dunia oleh negara-negara yang kalah perang di Perang Dunia II.
Peminjaman uang atas kerusakan infrastruktur dan struktur dilakukan oleh negara-negara yang tidak mempunyai sukup dana untuk membiayai negaranya sendiri. Oleh karena itu, mereka meminjam uang kepada Amerika Serikat yang waktu itu memilik modal yang lebih dari cukup dengan bunga yang sangat tinggi pula. Dalam pembaharuan GATT 1994 yang sekarang berkaitan dengan Uruguay Round (1986-1994) : Perdagangan internasional mengalami distorsi (kondisi produk di negara berkembang dilakukan secara monopoli), jadi pemerintah menerapkan pajak barang mewah. Lalu muncullah sektor-sektor investasi asing di negara berkembang karena negara maju meminta negara berkembang untuk membuka investasi asing karena negara maju tidak mampu membayar upah buruh.
Waktu dari pembentukan WTO, hambatan perdagangan internasional masih tetap tinggi. Produk industri di 42 negara industri maju dan berkembang, rata-rata masih memberlakukan tarif antara 18 sampai 59 persen.
Setelah Perang Dunia II digunakanlah alat pembangunan internasional yaitu dollar melalui IMF dan Bank Dunia. Dulunya melalui perdagangan commodity, sekarang melalui service atau jasa. Di WTO sendiri terdapat fair trade dan market oriented. Fair trade dikhususkan untuk negara maju dan negara berkembang.
Untuk negara berkembang sendiri, WTO belum dirasakan cukup membantu dalam perekonomian internasionalnya. Seperti kebijakan anti dumping lebih banyak dimanfaatkan oleh negara-negara maju, khususnya untuk produk industri. Export subsidies mempunyai peranan penting bagi negara berkembang atau industri baru dalam mengurangi ledakan tenaga kerja


d.      Persetujuan-persetujuan dalam WTO
Hasil dari Putaran Uruguay berupa the Legal Text terdiri dari sekitar 60 persetujuan, lampiran (annexes), keputusan dan kesepakatan. Persetujuan-persetujuan dalam WTO mencakup barang, jasa, dan kekayaaan intelektual yang mengandung prinsip-prinsip utama liberalisasi.[6]
Struktur dasar persetujuan WTO, meliputi:[7]
a)      Barang/ goods (General Agreement on Tariff and Trade/ GATT)
b)      Jasa/ services (General Agreement on Trade and Services/ GATS)
c)      Kepemilikan intelektual (Trade-Related Aspects of Intellectual Properties/  TRIPs)
d)     Penyelesaian sengketa (Dispute Settlements)
Persetujuan-persetujuan di atas dan annexnya berhubungan antara lain dengan sektor-sektor di bawah ini:
a)    Pertanian
b)   Sanitary and Phytosanitary/ SPS
c)    Badan Pemantau Tekstil (Textiles and Clothing)
d)   Standar Produk
e)    Tindakan investasi yang terkait dengan perdagangan (TRIMs)
f)    Tindakan anti-dumping
g)   Penilaian Pabean (Customs Valuation Methods)
h)   Pemeriksaan sebelum pengapalan (Preshipment Inspection)
i)     Ketentuan asal barang (Rules of Origin)
j)     Lisensi Impor (Imports Licencing)
k)   Subsidi dan Tindakan Imbalan (Subsidies and Countervailing Measures)
l)     Tindakan Pengamanan (safe guards)
Untuk jasa (dalam Annex GATS) :
a)   Pergerakan tenaga kerja (movement of natural persons)
b)  Transportasi udara (air transport)
c)   Jasa keuangan (financial services)
d)  Perkapalan (shipping)
e)   Telekomunikasi (telecommunication)
e.       Prinsip-prinsip Perdagangan Multilateral WTO[8]
a)      MFN (Most-Favoured Nation): Perlakuan yang sama terhadap semua mitra dagang.Dengan berdasarkan prinsip MFN, negara-negara anggota tidak dapat begitu saja mendiskriminasikan mitra-mitra dagangnya. Keinginan tarif impor yang diberikan pada produk suatu negara harus diberikan pula kepada produk impor dari mitra dagang negara anggota lainnya.
b)      Perlakuan Nasional (National Treatment) Negara anggota diwajibkan untuk memberikan perlakuan sama atas barang-barang impor dan lokal- paling tidak setelah barang impor memasuki pasar domestik.
c)      Transparansi (Transparency) Negara anggota diwajibkan untuk bersikap terbuka/transparan terhadap berbagai kebijakan perdagangannya sehingga memudahkan para pelaku usaha untuk melakukan kegiatan perdagangan.

C.    Hubungan GATT dan WTO
Apakah GATT sama dengan WTO? Tidak. WTO adalah GATT ditambah dengan banyak kelebihan. Untuk lebih jelasnya General Agreement on Tarrifs and Trade (GATT) adalah :[9]
a.       GATT sebagai suatu persetujuan internasional, yaitu suatu dokumen yang memuat ketentuan untuk mengatur perdagangan internasional.
b.      GATT sebagai suatu organisasi internasional yang diciptakan lebih lanjut untuk mendukung persetujuan tersebut. Teks persetujuan GATT dapat disetarakan sebagai undang – undang, organisasi GATT seperti parlemen dan pengadilan yang digabungkan ke dalam suatu lembaga.
Walaupun upaya untuk menciptakan suatu badan perdagangan internasional pada tahun 1940-an mengalami kegagalan, para perumus GATT sepakat bahwa mereka menginginkan suatu peraturan perdagangan. Para pejabat pemerintah juga mengharapkan adanya pertemuan/forum guna membahas isu – isu yang berkaitan dengan persetujuan perdagangan. Keinginan tersebut memerlukan dukungan suatu sekretariat yang jelas dengan perangkat organisasi yang efektif. Oleh karena itu, GATT sebagai badan internasional, tidak lagi eksis. Badan tersebut kemudian digantikan oleh World Trade Organization (WTO).
GATT sebagai suatu persetujuan, masih tetap eksis dan telah diperbarui, tetapi tidak lagi menjadi bagian utama aturan perdagangan internasional. GATT selalu berkaitan dengan perdagangan barang dan masih tetap berlaku. GATT telah diubah dan dimasukkan ke dalam persetujuan WTO yang baru. Walaupun GATT tidak ada lagi sebagai organisasi internasional, persetujuan GATT masih tetap berlaku. Teks lama dikenal dengan GATT 1947 dan versi terbaru dikenal dengan GATT 1994. Persetujuan GATT yang baru tersebut berdampingan dengan GATS (General Agreement on Trade in Services) dan TRIPs (Agreement on Trade Related Aspect of Intellectual Property Rights). WTO mencakup ketiga persetujuan tersebut dalam satu organisasi, atau aturan dan satu sistem untuk penyelesaian sengketa.


BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Indonesia dalam hal ini mendukung dengan perdagangan bebas dengan menjadi anggota GATT dan WTO Indonesia mengakui bahwa sejak tahun 1948 aturan-aturan GATT telah terbukti mempunyai peranan besar dalam mengembangkan perdagangan internasional. Manfaat yang dirasakan indonesia dari pengaturan GATT adalah keberhasilan dalam mengembangkan ekspor, terutama ekspor nonmigas. Indonesia telah menjadi anggota GATT sejak awal, sebagai mana negara yang memiliki kondisi khusus, memerlukan perlakuan yang berbeda. Secara utuh ini berarti kewajiban yang lebih lemah dalam membuat konsensi disatu pihak dan hak atas konsesi yang lebih akomodatif dari negara industri.
Dilihat dari penerapan prinsip – prinsip nondiskriminasi, yang menguntungkan bagi Indonesia misalnya ketika negara kita hendak mengimpor sesuatu ke negara lain, maka berdasarkan prinsip MFN bea masuk yang akan dikenakan terhadap komoditi dari Indonesia adalah sama dengan yang diberlakukan terhadap komoditi dari negara lainnya, dan hal ini menguntungkan bagi negara kita.
Sebaliknya, penerapan prinsip National Treatment bisa saja merugikan Indonesia, dimana berdasarkan prinsip ini harus diberlakukan sama antara barang dalam negeri dengan barang dari luar negeri. Apabila Indonesia tidak siap untuk bersaing dengan barang – barang import yang masuk, maka barang produksi dalam negeri tentu saja akan kalah oleh barang – barang yang masuk dari luar negeri tersebut. Selain itu, Pemerintah Indonesia berdasarkan prinsip ini tidak boleh membedakan perlakuan terhadap pengusaha dalam negeri dengan perlakuan terhadap pengusaha dari luar negeri.


DAFTAR PUSTAKA
Budiono Kusumohamidjojo, 1987. Hubungan Internasional, Kerangka untuk Analitis, Bina Cipta Jakarta.
Hans J. Morgenthau, 1990,  Politik Antabangsa, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.
Hal Hill, 2002, Ekonomi Indonesia Edisi ke 2, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Michael. P Todaro, 2000, Pembangunan Ekonomi 2 Edisi Kelima, Bumi Aksara, Jakarta.
Perwira, Anak Agung dan Yani, Yanyan, 2005. Pengembangan Ilmu Hubungan Internasional. PT Remaja Rosdakarya. Bandung.
T May Rudi, 2003, Hubungan Internsional Kontemporer dan Masalah-masalah Global. PT. Refika Aditama.



[1] T May Rudi, Hubungan Internsional Kontemporer dan Masalah-masalah Global. (PT. Refika Aditama, 2003)., hal 2
[2] Ibid., hal. 3
[3] Budiono Kusumohamidjojo, Hubungan Internasional, Kerangka untuk Analitis, (Bina Cipta Jakarta, 1987)., hal. 86
[4] Perwira, Anak Agung dan Yani, Yanyan, Pengembangan Ilmu Hubungan Internasional. (PT Remaja Rosdakarya. Bandung, 2005), hal 76.
[5] Hans J. Morgenthau, Politik Antabangsa, (Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 1990), hal 178.
[6] Ibid., hal. 89
[7] Michael. P Todaro, Pembangunan Ekonomi 2 Edisi Kelima, (Bumi Aksara, Jakarta, 2000)., hal 483.
[8] Ibid., hal. 489
[9] Hal Hill, Ekonomi Indonesia Edisi ke 2, (PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002).  hal 227.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar