.arrow { font-size: 18px; font-family: serif; font-weight: 900; } .readmore-link { margin-top: 20px; border-bottom: 1px solid gainsboro; margin-left: 250px; }
SELAMAT DATANG DI BLOG HOLONG MARINA COMPUTER/ INANG GROUP CORPORATION

RAJA MAKALAH

RAJA MAKALAH

Jumat, 27 Januari 2017

PENDEKATAN DAKWAH BERBASIS MASYARAKAT

PENDEKATAN DAKWAH BERBASIS MASYARAKAT






D
I
S
U
S
U
N
OLEH:

1.     HAFIFAH
1430100021
2.     RIKA SAFITRI
1430100039





DOSEN PENGAMPU
ANAS HABIBI RITONGA, MA



KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM (KPI-2)
FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI (FDIK)
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
PADANGSIDIMPUAN
T.A 2016
 

KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji syukur penulis haturkan kepada Allah SWT yang masih memberikan nafas kehidupan, sehingga penulis dapat menyelesaikan pembuatan makalah dengan tepat waktu. Tidak lupa shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang merupakan inspirator terbesar dalam segala keteladanannya. Tidak lupa penulis sampaikan terima kasih kepada Bapak Dosen yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam pembuatan makalah ini, orang tua yang selalu mendukung kelancaran tugas kami, serta pada anggota tim kelompok yang selalu kompak dan konsisten dalam penyelesaian tugas ini.
Akhirnya penulis sampaikan terima kasih atas perhatiannya terhadap makalah ini, dan penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi tim penulis khususnya dan pembaca yang budiman pada umumnya. Tak ada gading yang tak retak, begitulah adanya makalah ini. Dengan segala kerendahan hati, saran-saran dan kritik yang konstruktif sangat penulis harapkan dari para pembaca guna peningkatan pembuatan makalah pada tugas yang lain dan pada waktu mendatang.


Padangsidimpuan,   Agustus 2016


Penyusun
Oval: I

 

DAFTAR ISI

       KATA PENGANTAR..........................................................................................   i
       DAFTAR ISI..........................................................................................................   ii
       BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................   1
A.    Latar Belakang ............................................................................................   1
B.     Rumusan Masalah .......................................................................................   1
BAB II PEMBAHASAN ......................................................................................   2
A.    Prinsip Dasar Pendekatan Dakwah Berbasis Masyarakat....................   2
B.     Model-Model Dakwah Berbasis Masyarakat..........................................   6
BAB III PENUTUP ................................................................................................. 13
A.    Kesimpulan ................................................................................................... 13
Oval: IIDAFTAR PUSTAKA



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Ajaran Islam adalah konsepsi yang sempurna dan kompeherensif, karena ia meliputi segala aspek kehidupan manusia, baik yang bersifat duniawi maupun ukhrawi. Islam secara teologis merupakan sistem nilai dan dan ajaran yang bersifat ilahiah dan transenden. Sedangkan dari aspek sosiologis , Islam merupakan fenomena peradaban, kultural, dan realistis sosial dalam kehidupan manusia.
Selanjutnya salah satu aktivitas keagamaan yang secara langsung digunakan untuk mensosialisasikan ajaran Islam bagi penganutnya dan umat manusia pada umumnya adalah aktivitas dakwah. Aktivitas ini dilakukan baik melalui lisan, tulisan, maupun perbuatan nyata. [dakwah bi al-lisan, wa al-qalam wa bi al-hal]
Secara kualitatif dakwah Islam bertujuan untuk mempengaruhi dan mentransformasikan sikap batin dan perilaku warga masyarakat menuju suatu tatanan kesalehan individu dan kesalehan sosial. Dakwah dengan pesan-pesan keagamaan dan pesan-pesan sosialnya juga merupakan ajakan kepada kesadaran untuk senatiasa memiliki komitmen [istiqomah] di jalan yang lurus. Dakwah adalah ajakan yang dilakukan untuk membebaskan individu dan masyarakat dari pengaruh eksternal nilai-nilai syaitaniah dan kejahiliahan menuju internalisasi nilai-nilai ketuhanan. Disamping itu, dakwah juga bertujuan untuk meningkatkan pemahaman keagamaan dalam berbagai aspek ajarannya agar diaktualisasikan dalam bersikap, berpikir dan bertindak.

B.     Rumusan Masalah
Dilihat dari latar belakang diatas, adapun rumusan masalahnya yaitu:
1.      Apa saja prinsip dasar pendekatan dakwah berbasis masyarakat ?
2.      Bagaimana model-model pendekatan dakwah berbasis masyarakat ?




BAB II
PEMBAHASAN
A.    Prinsip Dasar Pendekatan Dakwah Berbasis Masyarakat
Secara etimologis, dakwah berasal dari bahasa Arab, yaitu da’a, yad’u,da’wan, du’a. yang diartikan sebagai mengajak/menyeru, memanggil, seruan, permohonan dan permintaan. Istilah ini sering diberi arti yang sama dengan istilah-istilah tabligh, amr ma’ruf  dan nahi munkar, mau’idzoh hasanah, tabsyir, indzhar, wasiyah, tarbiyah, ta’lim, dan  khotbah.
Istilah dakwah dalam Al-Qur’an diungkapkan dalam bentuk fi’il  maupun mashdar sebanyak lebih dari seratus kata.dalam Al-Qur’an, dakwah dalam arti mengajak ditemukan sebanyak 46 kali, 39 kali dalam arti mengajak kepada islam dan kebaikan, dan 7 kali mengajak ke neraka atau kejahatan. Disamping itu, banyak sekali ayat-ayat yang menjelaskan istilah dakwah dalam konteks yang berbeda.
Secara terminologis pengertian dakwah dimaknai dari aspek positif ajakan tersebut, yaitu ajakan kepada kebaikan dan keselamatan dunia akhirat. Sementara itu, para ulama memberikan definisi yang bervariasi, antara lain:
1)            Ali Makhfudh dalam kitabnya “Hidayatul Mursyidin” mengatakan, dakwah adalah mendorong manusia untuk berbuat kebajikan dan mengikuti petunjuk [agama], menyeru mereka kepada kebaikan dan mencegah mereka dari perbuatan mungkar agar memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat.[1]
2)            Muhammad Khidr Husain dalam bukunya “al- Dakwah ila al Islah“ mengatakan, dakwah adalah upaya memotivasi orang agar berbuat baik dan mengikuti jalan peunjuk, dan melakuakan amr ma’ruf nahi munkar dengan tujuan mendapatkan kesuksesan dan kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
3)            Nasarudin Latif menyatakan, bahwa dakwah adalah setiap usaha aktivitas dengan lisan maupun tulisan yang bersifat menyeru, mengajak, memanggil manusia lainnya untuk beriman menaati Allah SWT. Sesuai dengan garis-garis akidah dan syariat serta akhlak Islamiah.[2]
4)            Quraish Shihab mendefinisikannya sebagai seruan atau ajakan kepada keisafan, atau usaha mengubah situasi yang tidak baik kepada situasi yang lebih baik dan sempurna baik kepada situasi yang lebih naik dan sempurna baik terhadap pribadi maupun masyarakat.[3]
Prinsip-Prinsip Berdakwah:[4]
a.       Mencari Titik Temu atau Sisi Kesamaan
Kita menyaksikan pola dakwah Rasulullah sebelum masanya hijriah, tidak pernah menyeru umatnya sendiri atau ahli kitab dengan sebutan orang-orang kafir, musyrik atau munafik, melainkan dengan seruan yang sama dengan dirinya yaa ayyuhan naas, “wahai manusa”. Bahkan untuk orang-orang munafik, sebelum jatuhnya kota Mekkah Nabi Saw mempergunakan pangggilan yaa ayyuhal ladziina aamanuu, “hai orang-orang yang beriman”, dan sama sekali tidak pernah mengungkapkan secara terang-terangan kemunafikan mereka dengan menggunakan panggilan yaaa ayyuhal munafiqun, “hai orang munafiq”. Akan tetapi setelah sekian lama berdakwah dengan kelembutan dan ayat-ayat Ilahi sia-sia menjelaskan kebenaran kepada mereka dan mereka tidak saja menolak kebenaran, tetapi juga bersekongkol dan bersepakat membunuh Rasulullah. Baru Rasulullah menyeru dengan kata-kata tegas dan jelas . “Hai orang- orang kafir” dan manyatakan berlepas tangan dari tangan mereka da agama mereka. Ali Imran:64:
ö@è% Ÿ@÷dr'¯»tƒ É=»tGÅ3ø9$# (#öqs9$yès? 4n<Î) 7pyJÎ=Ÿ2 ¥ä!#uqy $uZoY÷t/ ö/ä3uZ÷t/ur žwr& yç7÷ètR žwÎ) ©!$# Ÿwur x8ÎŽô³èS ¾ÏmÎ/ $\«øx© Ÿwur xÏ­Gtƒ $uZàÒ÷èt/ $³Ò÷èt/ $\/$t/ör& `ÏiB Èbrߊ «!$# 4 bÎ*sù (#öq©9uqs? (#qä9qà)sù (#rßygô©$# $¯Rr'Î/ šcqßJÎ=ó¡ãB ÇÏÍÈ  

Artinya : Katakanlah: "Hai ahli kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan dia dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai Tuhan selain Allah". jika mereka berpaling Maka Katakanlah kepada mereka: "Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)".
b.      Menggembirakan Sebelum Menakut-nakuti
Sudah menjadi fitrah manusia suka kepada yang menyenangkan dan benci kepada yang menakutkan, maka selayaknya bagi para da’i untuk memulai dakwahnya dengan member harapan yang menarik, mempesona dan menggembirakan sebelum memberikan ancaman. Seorang da’i seharusnya terlebih dahulu memberikan kabar gembira sebelum ancaman, mendorong, beramal dan menyebutkan faedahnya sebelum menakut nakuti. Memberitahu keutamaaan menyebarkan ilmu sebelum member peringatan kepada mereka tentang besarnya dosa menyembunyikan ilmu dan memotivasi untuk melaksanakan shalat pada waktnya sebelum memberikan peringatan tentang besarnya dosa meninggalkan shalat. Kita memang tidak dapat menafikan manfaat tarhib, karena beragam tabiat manusia.
Akan tetapi, member kabar gembira terlebih dahulu sebelum peringatan itu bisa membuat hati menerima dengan baik dan lega. Pemberian motivasi ini bisa menumbuhkan harapan dan optimism seseorang.
c.       Memudahkan Tidak Mempersulit
Di antara metode yang menyejukkan yang ditempuh oleh Rasulullah dalam berdakwah yaitu mempermudah tidak mempersulit serta meringankan tidak memberatkan begitu melimpah nash al-quran maupun teks as-Sunnah yang memberikan isyarat bahwa memudahkan itu lebih disukai Allah daripada mempersulit.
d.      Memperhatikan Penahapan Beban dan Hukum
Untuk mejadikan aktivitas dakwah tidak memberatkan dan menawan hati mad’u, para da’i harus meperhatikan prinsip hokum penahapan baik dalam amar ma’ruf maupun nahi mungkar. Hal ini sejalan dengan sunatullah dalam penciptaan makhluk dan mengikuti metode perundang-undangan hokum Islam. Dengan mengetahui bahwa manusia tidak senang untuk menghadapi perpindahan sekaligus dari suatu keadaan kepada keadaan lain yang asing. Maka al-Quran tidaj diturunkan sekaligus, melainkan surat demi surat dan ayat demi ayat, dan kadang-kadang menurut peristiwa-peristiwa yang menghendaki diturunkannya, agar dengan cara demikian lebih disenangi oleh jiwa dan lebih mendorong ke arah mentaatinya serta bersiap-siap untuk meninggalkan ketentuan-ketentuan lama untuk menerima hokum yang baru. Sebagai penahapan dalam hokum Islam, demikian pula aktivitas dakwah dijalankan.
e.       Memperhatikan Psikologi Mad’u
Mengingat bermacam-macam tipe manusia yang dihadapi da’i dan berbagai jenis antara dia dengan mereka serta berbagai kondisi psokologis mereka, setiap da’i yang mengharapkan sejuk dalam aktivitas dakwahnya harus memperhatikan kondisi psikologis mad’u. Mohammad Natsir mengemukakan pendapat yang berkaitan dengan kondisi psikologis mad’u ini bahwa: pokok persoalan bagi seorang pembawa dakwah ialah bagaimana menentukan cara yanb tepat dan efektif dalam menghadapi suatu golongan tertentu dalam suatu keadaan dan suasana tertentu. Seorang da’i harus memperhatikan kedududkan sosial penerima dakwah. Jika seorang da’i mencium adanya sikap memusuhi Islam dalam diri penerima dakwah, maka dengan alas an apa pun dia tidak boleh memperburuk situasi. Dia mesti berusaha sebisa-bisanya untuk menghilangkan sikap permusuhan tersebut.
Oleh karena itu, untuk mencapai keberhasilan dalam pengembangan agama Islam, maka perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a.       Diperlukan dakwah dan strategi yang jitu, sehingga perubahan yang ada akibat jalannya dakwah tidak terjadi secara frontal, tetapi bertahap sesuai fitrah manusia.
b.      Dakwah Islam seharusnya dilakukan dengan menyejukkan, mencari titik persamaan bukan perbedaan, meringankan bukan memberatkan, memudahkan bukan mempersulit, menggembirakan bukan menakut-nakuti, bertahap dan berangsur-angsur bukan secara frontal, sebagaimana pola dakwah yang dialankan oleh Radulullah saw, ketika mengubah kehidupan jahiliah menjadi kehidupan Islamiyah.
c.       Dalam dakwah tidak mengenal kata keras kalau yang dimaksud kasar dan frontal.

B.     Model-Model Dakwah Berbasis Masyarakat
Dakwah tidak hanya semata-mata proses mengenalkan manusia kepada Tuhannya, melainkan juga merupakan sebuah proses transformasi sosial, dengan sejumlah tawaran dan alternatif solusi-solusi bagi umat dalam mengatasi masalah kehidupan yang mereka hadapi. Sebagaimana strategi dan pendekatan komprehensif yang pernah dikembangkan oleh Rasulullah SAW manakala mendesain dan menggerakkan program serta agenda Dakwah yang bermuatan pengembangan atau pemberdayaan umat serta bewawasan pembebasan.
Sementara itu di sisi lain, masyarakat sasaran Dakwah sangatlah heterogen, mereka terdiri dari kalangan intelektul, pejabat, pengusaha sampai rakyat jelata. Ada laki-laki, ada perempu’an, ada orang tua, remaja, dan ada anak-anak, ada masyarakat kota (urban) dan ada masyarakat desa (rural), disamping masyarakat, yang sering terlupakan, dengan berbagai problem kehidupan yang mereka hadapi. Senyatanya, bahwa ternyata Dakwah selama ini tidak/belum/kurang menyentuh kelompok-kelompok ‘masyarakat sebagai salah satu subjek dan juga obyek dakwah. Selaku masyarakat  yang terpinggirkan, jelas, proses dakwah sangat diharapkan untuk mengangkat citra, martabat, dan memperbaiki derajat kehidupan serta kesejahteraan. Dalam berbagai bidang, fisik, sosial, ekonomi, budaya, pemerintahan, agama dan juga lingkungan.
Kelompok masyarakat yang menjadi obyek dakwah dengan sejumlah ciri khas, karakteristik dan lain sebagainya, membutuhkan dai~  atau pelaku pembangunan kultur yang relatif berbeda dengan kelompok masyarakat obyek Dakwah lainnya.[5] Metode, teknik, strategi maupun pendekatan Dakwah yang diterapkan untuk masyarakat juga berbeda dan memiliki ciri khusus dari yang lain. Karena itu pemberian ruang gerak yang lebih luas dan penekanan terhadap metode Dakwah bil-amal atau bil-hal menjadi sangat penting dan signifikan disamping metode Dakwah yang lain. Dakwah bil-hal yaitu metode Dakwah yang lebih menekankan pada amal usaha atau karya nyata yang bisa dinikmati dan bisa mengangkat harkat, martabat, kesejahteraan hidup kelompok masyarakat. Model strategi Dakwah bil-amal ini dilakukan melalui proses dan hasil karya nyata bagi masyrakat. Bertujuan untuk menjadikan masyarakat sebagai masyarakat yang terberdaya dalam kehidupan, baik secara fisik, agama, ekonomi, sosial, budaya maupun politik.
Jika ditelaah lebih mendalam, akan didapati bahwa sebagian besar usaha pengembangan atau pembangunan masyarakat (community development) atau pemberdayaan masyarakat (social empowerment) di daerah perdesaan atau di negara-negara yang sedang berkembang, masih bersifat mentransfer teknologi, memindahkan produk budaya suatu masyarakat ke masyarakat yang lain.
Karena itu pendekatan dan strategi pengembangan Dakwah bil-amal atau bil-hal terhadap pengembangan masyarakat  cukup relevan. Menurut Asep Muhyidin dan Agus Ahmad Safei ada empat model metode pengembangan Dakwah yang bisa diterapkan dan harus dilaksanakan secara sinergis, simultan, terkoordinasi dan berkesinambungan, yakni tadbir, tathwir, irsyad dan tabligh/ta’lim. Keempatnya menghendaki keterlibatan da’i secara langsung dalam pengentasan kemiskinan dan solusi dari beragam persoalan kehidupan yang mereka hadapi.

a.         Tadbir[6]
Tadbir adalah Dakwah melalui dakwah dan manajemen dakwah masyarakat yang dilakukan dalam rangka perekayasaan sosial dan pemberdayaan masyarakat menuju kehidupan yang lebih baik, peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM), pranata sosial keagamaan serta menumbuhkan pengembangan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat dengan kegiatan pokok seperti penyusunan kebijakan, perencanaan program, pembagian tugas dan pengorganisasian, pelaksanaan dan monitoring serta pengevaluasian dalam dakwah masyarakat dari aspek perekonomian dan kesejahteraannya.  Dengan kata lain tadbir berkaitan dengan Dakwah melalui dakwah untuk menjawab kebutuhan dan tantangan zaman.
b.        Tathwir[7]
Tathwir dilakukan sebagai upaya pemberdayaan ekonomi keumatan, yakni pengembangan masyarakat.
Pertama tathwir dilakukan dalam rangka peningkatan sosial budaya masyarakat melalui upaya pentransformasian dan pelembagaan nilai-nilai ajaran islam dalam realitas kehidupan masyarakat luas seperti kegiatan humaniora, seni budaya, penggalangan ukhuwah islamiyah, pemeliharaan lingkungan, kesehatan dan lain-lain. Dengan kata lain tathwir berkaitan dengan kegiatan Dakwah melalui pendekatan washilah sosial budaya atau Dakwah kultural.
Kedua, melalui program jaring pengaman sosial (sosial safety net) yang lebih menyentuh persoalan kebutuhan primer dan berorientasi pada kesetiakawanan serta keperdulian sosial.
Ketiga, melalui pemberdayaan (empowerment) fungsi institusi-institusi sosial dalam menangani problematika kehidupan masyarakat.
Keempat, melalui upaya kondisioning dalam pemahaman, sikap dan persepsi tentang keberagaman dan dakwah manusia seutuhnya.
Kelima, membentuk atau melalui upaya kerjasama dengan panti-panti rehabilitasi sosial, seperti panti jompo, panti anak yatim dan terlantar, program anak asuh, dakwah rumah singgah yang aman dan nyaman untuk anak-anak jalanan dan sebagainya.
c.         Irsyad[8]
Irsyad merupakan upaya-upaya Dakwah yang dilakukan dalam bentuk penyuluhan dan konseling islam. Dakwah model ini dilakukan dalam rangka pemecahan masalah sosial (problem solving) psikologis melalui kegiatan pokok bimbingan dan konseling pribadi, keluarga dan masyarakat luas baik secara preventif maupun kuratif.
Mengapa hal ini harus dilakukan? Sebab Dakwah mestinya bisa memberi jawaban dan solusi jitu atas ragam persoalan yang melanda kehidupan masyarakat.
Jika Paulo Friere pernah mengemukakan gagasan brilian tentang pendidikan yang membebaskan bagi manusia” maka semestinya Dakwah pun  harus berorientasi pada “Dakwah” yang membebaskan manusia dari ragam persoalan kehidupan. Terlebih bagi manusia yang hidup di zama modern sekarang ini, menurut analisis sosiolog problem hidup manusia sekarang tidak keluar dari apa yang dinamakan oleh sosiolog Lyman sebagai angkara murka, kesombongan diri, iri hati/ dengki, rakus dan lahap jalaluddin rahmat. Ketujuh persoalan ini pada prinsipnya lebih bersifat kultural psikologis, dalam hal ini agama (melalui pendekatan Dakwah) harus ditransformasikan secara akurat agar bisa menjawab berbagai problem dan tantangan budaya kontemporer dimaksud.
Itulah sebabnya, fokus dan sentra tema Dakwah tidak lagi hanya sekadar dialog tentang halal-haram, baik-buruk, wajib-sunnah dan seterusnya. Akan tetapi Dakwah juga harus bisa digandengkan dengan berbagai persoalan lain yang lebih aktual, misalnya upaya dalam meningkatkan kesejahteraan (perekonomian) hidup umat, penguasaan ilmu dan teknologi, informasi dan komunikasi, kesehatan jiwa dan mental, ketenteraman dan kedamaian, dan sebagainya. Dakwah mestinya hadir dalam berbagai lingkup dan dimensi, baik sebagai upaya pencerahan, pengembangan dakwah, maupun pemberdayaan umat. Sebab pada intinya Dakwah tidak semata-mata proses mengenalkan manusia kepada Tuhannya, melainkan juga merupakan sebuah proses transfomasi sosial, yang berisikan sejumlah tawaran dan alternatif solusi bagi umat dalam mengatasi berbagai masalah kehidupan yang merekahadapi.
Dengan demikian jelaslah bahwa Dakwah yang diarahkan kepada problem solving menjadi deteminant untuk digali dan dilaksanakan. Sebab sebagaimana yang dijelaskan Munir Mulkhan, bahwa konsep dan strategi Dakwah yang di arahkan pada problem solving atau pembebasan terhadap berbagai pedasalahan kehidupan umat di lapangan, pada gilirannya nanti akan melahirkan imege dan tiga kondisi positif dalam diri umat, yakni
·         Tumbuhnya kepercayaan dan kemandirian umat serta masyarakat, sehingga akan lahir dan berkembang sikap optimis, dan dinamis.
·         Tumbuhnya kepercayaan terhadap kegiatan Dakwah guna mencapai tujuan kehidupan yang lebih baik dan ideal.
·         Berkembangnya suatu kondisi sosio-ekonomi, budaya, politik, ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai landasan peningkatan kualitas hidup, atau peningkatan kualitas sumber daya umat.
Dengan demikian, menurut Munir Mulkhan Dakwah pemecahan masalah merupakan upaya yang demokratis bagi pengembangan dan peningkatan ‘ kualitas hidup sebagai bagian ‘ dari pemberdayaan manusia dan masyarakat, termasuk dalam menuntaskan berbagai persoalan dan problematika kehidupan obyektif dihadapi.
Ringkasnya, melalui Dakwah pemecahan masalah dan pengembangan masyarakat seperti itu, suatu komunitas masyarakat muslim terkecil sekalipun dapat dikembangkan menjadi komunitas sosial yang mempunyai kemampuan internal yang berkembang secara mandiri dalam menyelesaikan persoalannya. Itulah sebabnya pengembangan kemampuan kualitas sumber daya umat dalam lingkup kecil, seperti keluarga (usrah), atau kelompok (jamaah) pengajian, harus menjadi persoalan yang perlu mendapat perhatian seluruh lembaga formal Dakwah Islam dan organisasi sosial keagamaan secara terencana dan sistematis, guna menatap masa depan Dakwah yang lebih cerah.
d.        Tabligh/ta’lim[9]
Model Tabligh atau ta’lim dilakukan sebagai upaya penerangan dan penyebaran pesan Islam dan dalam rangka pencerdasan serta pencerahan masyarakat melalui kegiatan pokok, sosialisasi, internalisasi dan eksternalisasi nilai-nilai ajaran Islam, baik dengan menggunakan sarana mimbar maupun media massa (cetak dan audio visual).
Melalui upaya Dakwah yang sistematis, metodologis dan sirnultan, akhirnya masyarakat akan mampu berkembang menjadi salah satu unsur kekuatan dakwah. Apalagi jika keberadaan dan survivalitas mereka dibina, dijaga dan dikembangkan melalu sistem ke-Dakwah-an yang harmonis dan terpadu. Karena itu menjadi satu keharusan bagi setiap subyek Dakwah untuk memahami metodologi Dakwah secara detail.  Ke-Dakwah-an, objek Dakwah pada masyarakat dan lain sebagainya, bertujuan agar bisa melaksanakan agenda Dakwah dengan baik, lebih profesional, bermutu, dan elegan. Tanpa pemahaman yang baik terhadap metodologi dan strategi Dakwah dan karakte’ristik dari objek yang dihadapi, rasanya susah untuk berharap jika aktivitas Dakwah yang dilaksanakan oleh juru Dakwah mampu membentuk dan membawa masyarakat kepada kondisi pemberdayaan dan pencerahan yang diharapkan, yakni masyarakat yang memiliki kemandirian dan keswadayaan.
Dan Dakwah pada masyarakat  menggunakan metode Bi al-Hikmah. Yaitu suatu pendekatan yang sedemikian rupa sehingga pihak objek dakwah mampu melaksanakan apa yang didakwahkan atas kemauanya sendiri, tidak merasa ada paksaan, konflik, maupun rasa tertekan. Hikmah merupakan suatu metode pendekatan komunikasi yang dilaksanakan atas dasar persuasive. Karna dakwah bertumpu pada human oriented, maka konsekuensi logisnya adalah pengakuan dan penghargaan pada hak-hak yang bersifat demokratis.



BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Pengertian Dakwah Secara estimologi kata dakwah adalah derivasi dari bahasa Arab “Da’wah”. Kata kerjanya da’a yang berarti memanggil, mengundang atau mengajak.
Dan secara istilah dakwah adalah kegiatan atau usaha memanggil orang muslim mau pun non-muslim, dengan cara bijaksana, kepada Islam sebagai jalan yang benar, melalui penyampaian ajaran Islam untuk dipraktekkan dalam kehidupan nyata agar bisa hidup damai di dunia dan bahagia di akhirat. Singkatnya, dakwah, seperti yang ditulis Abdul Karim Zaidan, adalah mengajak kepada agama Allah, yaitu Islam.
Esensi dari masyarakat adalah menyangkut kemungkinan atau probabilitas orang atau keluarga miskin untuk melangsungkan dan mengembangkan usaha serta taraf kehidupan.
Ciri utama yang menandai masyarakat  basanya ialah titik terjadinya apa yang disebut sebagai mobilitas sosial vertikal, Karena itu pendekatan dan strategi pengembangan Dakwah bil-amal atau bil-hal terhadap pengembangan masyarakat  cukup relevan. Menurut Asep Muhyidin dan Agus Ahmad Safei ada empat model metode pengembangan Dakwah yang bisa diterapkan dan harus dilaksanakan secara sinergis, simultan, terkoordinasi dan berkesinambungan, yakni tadbir, tathwir, irsyad dan tabligh/ta’lim. Keempatnya menghendaki keterlibatan da’i secara langsung dalam pengentasan kemiskinan dan solusi dari beragam persoalan kehidupan yang mereka hadapi.



DAFTAR PUSTAKA
Ali Mahfuz,2009,  Hidayat al- Mursyidin ila Thuruq al Wa’zi wa al-Khitabath, Beirut: Dar al-Ma’rif, tt.
H.M.S Nasarudin Latif, 2007, Teori dan Praktik Dakwah Islamiah, Jakarta: PT Firma Dara.
Shihab , Quraish, 1997, dakwah dalam Alam Pembangunan, Semarang: CV Toha Putra.
Malaikah , Mustafa,1997,  Manhaj Dakwah Yusuf Al-Qordhowi Harmoni antara kelembutan dan Ketegasan, Jakarta Pustaka Al-Kautsar.
Bachtiar , Wardi,1997,  Metodologi Penelitian ilmu dakwah, Jakarta: Logos.
Rakhmat , Jalaludin, 1991, Psikologi Komunikasi, Bandung; Remaja Rosda Karya.




[1] Ali Mahfuz, Hidayat al- Mursyidin ila Thuruq al Wa’zi wa al-Khitabath, [Beirut: Dar al-Ma’rif, tt.], hlm. 17.
[2] H.M.S Nasarudin Latif, Teori dan Praktik Dakwah Islamiah, [Jakarta: PT Firma Dara, tt.2010] hlm.11.
[3] Quraish Shihab, dakwah dalam Alam Pembangunan, [Semarang: CV Toha Putra, tt.2008] hlm. 31.
[4] Mustafa Malaikah, Manhaj Dakwah Yusuf Al-Qordhowi Harmoni antara kelembutan dan Ketegasan, [Jakarta Pustaka Al-Kautsar, 1997], hlm. 18.
[5] Asmuni Syukir, Dasar-Dasar Strategi Dakwah, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1986), hlm. 17
[6] Ibid., Hal 79
[7] Dr. Wardi Bachtiar, Metodologi Penelitian ilmu dakwah, (Jakarta: Logos, 1997)., hlm. 35.
[8] Ibid., hal. 76
[9] Jalaludin Rakhmat, Psikologi Komunikasi, (Bandung; Remaja Rosda Karya, 1991), hlm. 53-54.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar