.arrow { font-size: 18px; font-family: serif; font-weight: 900; } .readmore-link { margin-top: 20px; border-bottom: 1px solid gainsboro; margin-left: 250px; }
SELAMAT DATANG DI BLOG HOLONG MARINA COMPUTER/ INANG GROUP CORPORATION

RAJA MAKALAH

RAJA MAKALAH

Jumat, 27 Januari 2017

PANCASILA DALAM KODE POLITIK INDONESIA

PANCASILA DALAM KODE POLITIK INDONESIA


D
I
S
U
S
U
N

Oleh:
1.      AFRIANTY                              (PENYAJI)
2.      LARAS SINTA                         (NOTULEN)
3.      SARTIKA ERIANTI                (PENYAJI 2)
4.      MULYA REZA                                    (MODERATOR)

Dosen Pengampu:
WALIYUL MULYANA SIREGAR


INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
PADANGSIDIMPUAN

T.A 2015/2016

KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena tuntunan, rahmat, dan karunia-Nyalah kita dapat melanjutkan kehidupan kita terutama kita tetap dapat menjalani aktivitas kita sehari-hari sebagai seorang mahasiswa, dan oleh karena perkenalannya pula penulis dapat menyelesaikan makalah ini sebagai bentuk tugas mata kuliah “PKn” yang dibawakan oleh Bapak Waliyul Mulyana Siregar .
Makalah ini berjudul “ Pancasila dalam kode Politik Indonesia”. Dalam menyusun makalah ini, penulis telah berupaya semaksimal mungkin untuk menyajikan yang terbaik sesuai kemampuan penulis. Harapannya, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca khususnya mahasiswa terutama dalam menyusun makalah selanjutnya yang dapat digunakan sebagai referensi.
Akhir kata pengantar ini penulis mengucapakan terimakasih kepada Suhenda Bapak Waliyul Mulyana SiregarYang telah membimbing kami dalam proses belajar-mengajar, dan kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini, dan jika ada kritik dan saran yang bersifat membangun penulis akan menerimanya sebagai bahan acuan mengoreksi diri dan kedepannya dapat menyajikan yang lebih baik lagi dari makalah ini.

                                                            Padangsidimpuan,     November 2016


                                                                        Penulis


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................... i
DAFTAR ISI....................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................. 1
A.       Latar Belakang..................................................................................... 1
B.       Rumusan Masalah ............................................................................... 1
C.       Tuujuan Penulisan ............................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................... 2
A.       Pengertian Pancasila............................................................................. 3
B.       Pengertian Politik................................................................................. 4
C.       Pancasila dalam Kode Politik Indonesia.............................................. 6
BAB III PENUTUP..........................................................................................   12
A.       Kesimpulan.........................................................................................   12
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................   13

 BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Sistem politik pada suatu negara terkadang bersifat relatif. Hal ini dipengaruhi oleh elemen-elemen dan faktor sejarah dalam perpolitikan yang membentuk sistem tersebut. Pengaruh sistem politik Negara lain juga turut memberi kontribusi pada pembentukan sistem politik di suatu Negara. Seiring dengan waktu, sistem politik di Indonesia  selalu mengalami perubahan. Perkembangan politik di Indonesia dewasa ini mengalami kemajuan yang siknifikan ditandai dengan perubahan sistem politik yang semakin stabil.
Indonesia sendiri menganut sistem politik demokrasi yang menjunjung tinggi kebebasan setiap warga Negaranya. Tetapi pada kenyataannya dalam praktek pemerintahan Indonesia tidak sungguh-sungguh menerapakan system demokrasi seperti negara lain yang juga menganut sistem demokrasi. System demokrasi Indonesia disebut demokrasi pancasila. Pada perkembangan terkini Sistem Politik Indonesia mengalami kemajuan yang pesat ditandai adanya reformasi di berbagai bidang pemerintahan.
Menurut Dardji Darmadiharjo, demokrasi pancasila merupakan paham demokrasi yang bersumber pada kepribadian dan falsafah hidup bangsa Indonesia yang perwujudannya tercantum dalam Pembukaan UUD 1945.

B.     Rumusan Masalah
Berdasar latar belakang yang telah dikemukakan di atas, muncul beberapa rumusan masalah yang menarik untuk dikaji :
1.      Pengertian Pancasila
2.      Pengertian Politik
3.      Pancasila dalam Kode Politik Indonesia

C.    Tujuan Penulisan
Dari rumusan masalah yang muncul di atas dapat diketahui bahwa tujuan penulisan makalah ini adalah :
1.                   Pengertian Pancasila
2.                   Pengertian Politik
3.                   Pancasila dalam Kode Politik Indonesia


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Pancasila
Dilihat dari asal usul kata atau etimologis, istilah Pancasila berasala dari bahsa Sansekerta. Menurut Mr. Muhammad Yamin dalam bahasa Sansekerta Pancasila memiliki dua macam arti yaitu:
a.      Panca artinya “lima”, syila dengan vokal i pendek artinya “batu sendi” atau “dasar”.
b.     Panca artinya “lima”, syiila dengan vokal i panjang atinya “peraturan tingkah laku yan baik atau penting”.
Oleh karena itu secara etimologis kata Pancasila yang dimakdsudkan adalah istilah Panca Syila dengan vokal  i pendek memiliki makna “berbatu sendi lima” atau “dasar yang memiliki lima unsur". Sedangkan Panca Syiila dengan vokal  i panjang bermakna lima aturan tingkah laku yang penting. Pancasila tang berlaku sekarang adalah Panca Syila dengan vokal  i pendek. Dengan demikian Pancasila merupakan lima dasar yang berisi pedoman atau aturan tentang tingkah laku yang penting dan baik
Pengertian Pancasila secara terminologis berkaitan dengan pengucapan dan penulisan isi rumusan Pancasila yang sah dan benar secara konstitusional. Yaitu yang tercantum dalam Pembuakan Undang-undang Dasar 1945 alenia IV sebagai berikut:[1]
1.            Ketuhanan Yang Maha Esa
2.            Kemanusiaan yang adil dan beradap
3.            Persatuan Indonesia
4.            Kerakyatan yag dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
5.            Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Rumusan Pancasila yang tercantum dalam alenia IV Pembukaan Undang-undang Dasar 1945 tersebut secara konsitusional sah dan benar sebagai dasar negara Republik Indonesia yang disahkan oleh PPKI mewakili seluruh rakyat Indonesia.
Pancasila adalah dasar falsafah negara Indonesia. Berdasarkan pengertian ini dapat disimpulkan bahwa Pancasila pada hakikatnya merupakan dasar falsafah dan ideologi negara yang diharapkan menjadi pandangan hidup bangsa Indonesia sebagai dasar pemersatu, lambang persatuan dan kesatuan, serta sebagai pertahanan bangsa dan negara Indonesia.[2]

B.     Pengertian Politik
Politik berasal dari bahasa Yunani yaitu “polis” yang artinya Negara/kota. Pada awalnya politik berhubungan dengan berbagai macam kegiatan dalam negara/kehidupan negara. Istilah politik dalam ketatanegaraan berkaitan dengan tata cara pemerintahan, dasar-dasar pemerintahan, ataupun dalam hal kekuasaan negara. Politik pada dasarnya menyangkut tujuan-tujuan masyarakat, bukan tujuan pribadi. Politik biasanya menyangkut kegiatan partai politik, tentara dan organisasi kemasyarakatan.
Politik adalah interaksi antara pemerintah dan masyarakat dalam rangka proses pembuatan kebijakan dan keputusan yang mengikat tentang kebaikan bersama masyarakat yang tinggal dalam suatu wilayah tertentu. Politik sering diartikan sama dengan pemerintahan (government), pemerintahan atas dasar hukum (legal government), atau negara (state).Selain itu politik juga sering diartikan sama dengan kekuasaan power), kewenangan (authority) dan atau perselisihan (conflict)[3].
Bagi mereka yang mengartikan politik sama dengan pemerintahan akan melihat politik sebagai apa yang terjadi di dalam badan pembuat undang-undang negara, atau kantor Walikota. Alfred de Grazia menyatakan bahwa politik (politics atau political) "meliputi peristiwa-peristiwa yang terjadi di sekitar pusat-pusat pembuatan keputusan pemerintah".[4] Charles Hyneman sebagaimana dikutip oleh Alan C. Isaak mengartikan politik sebagai "pemerintahan atas dasar hukum". ‘’Titik pusat perhatian ilmu politik Amerika adalah bagian dari masalah-masalah kenegaraan yang berpusat di pemerintahan, dan macam atau bagian pemerintahan yang berbicara melalui undang-undang’’.
 Dengan demikian ada dua versi yang mendefinisikan politik sama dengan pemerintahan: versi pertama hanya membicarakan tentang pemerintahan, sedangkan versi kedua yang dibicarakan tidak hanya pemerintahan akan tetapi juga undang-undang.
Sekarang apa yang dimaksud dengan pemerintahan (government) itu? Alan C. Isaak mengartikan pemerintahan sebagai "lembaga dari suatu masyarakat yang didasarkan pada hukum atau undang-undang yang bertugas untuk membuat keputusan yamg mengikat secara hukum" (the legally based institutions of a society which make legally binding decisions)[5]. Apakah politik diartikan sebagai “pemerintahan” atau “pemerintahan yang berdasar hukum” yang jelas. Keduanya memusatkan perhatiannya pada lembaga-lembaga formal.
Definisi yang mempersamakan politik dengan pemerintahan menurut banyak ilmuwan politik dikatakan sebagai memiliki keterbatasan dalam penerapannya atau secara tidak realistik bersifat terbatas. Sebagai contoh apakah keputusan yang mengikat masyarakat yang dibuat oleh pemimpin-pemimpin atau ketua-ketua suku diklasifikasikan sebagai bersifat non-politik dan oleh karena itu berada di luar ruang lingkup ilmuwan politik?
Ilmuwan politik yang mengritik definisi politik sebagai sama dengan pemerintahan memformulasikan suatu definisi alternatif yang mempersamakan politik dengan "kekuasaan" (power), "kewenangan" (authority) atau "perselisihan/pertikaian" (conflict). William Bluhm sebagaimana dikutip oleh Alan C. Isaak menyatakan bahwa "politik merupakan proses sosial yang diikuti oleh kegiatan yang melibatkan permusuhan dan kerjasama dalam menjalankan kekuasaan, dan mencapai puncaknya pada pembuatan keputusan bagi suatu kelompok"[6].
Definisi politik yang didasarkan pada pemerintahan sesungguhnya merupakan versi definisi yang didasarkan pada kekuasaan (power), yaitu kekuasaan atau power yang dijalankan di dalam dan oleh lembaga pemerintahan. Dengan demikian, sesungguhnya semua definisi tentang politik didasarkan pada gagasan tentang proses atau konflik. Max Weber mengartikan politik sebagai "usaha untuk membagi kekuasaan atau usaha untuk mempengaruhi distribusi kekuasaan, baik di antara negara-negara ataupun di antara kelompok-kelompok yang ada di dalam negara"[7].

C.    Pancasila dalam Kode Politik Indonesia
Ada sejumlah  muatan  dari Pancasila yang dijadikan sebagai kajian dalam konsepsi politis. Pertama, Pancasila sebagai konsepsi politis menawarkan jalan keluar bagi usaha menghindari otoritarianisme negara, dan usaha mengembangkan ‘pluralisme’ sebagai ciri permanen dari kebudayaan publik yang demokratis di Indonesia. Sebagai konsepsi politis, Pancasila tidak membuka ruang bagi penggunaan kekuasaan negara yang bersifat memaksa (koersif) sebagaimana terjadi pada kasus ideologi sebagai doktrin yang komprehensif, karena konsepsi politis tidak beranggapan menerima doktrin komprehensif tertentu, sebaliknya, sebagai sebuah konsepsi politis Pancasila menghormati keberadaan doktrin-doktrin komprehensif, dan ini akan menghasilkan kesatuan (kohesi) sosial akibat dukungan yang diperoleh dari keragaman (diversity) doktrin-doktrin komprehensif yang ada dalam masyarakat.
Kedua, Pancasila sebagai konsepsi politis memberikan jalan keluar dari kesulitan  yang ada selama ini tentang jarak atau ketidakjelasan yang sering dianggap sebagai masalah antara ajaran Pancasila dan perkembangan sosial, politik dan ekonomi. Pancasila sebagai konsepsi politis hanya berlaku pada domain politis struktur dasar masyarakat dari kehidupan bernegara, sementara keyakinan atau nilai lain yang mungkin ada di luar yang politis sebagaimana berlaku pada asosiasi, atau keluarga atau orang-perorang, tetap dibiarkan hidup dan harus dihormati perkembangannya oleh negara.
Ketiga, Pancasila sebagai konsepsi politis dapat memperkuat kebebasan, persamaan, dan hak-hak sipil dan politik dasar bagi warga negara yang hidup dalam sebuah negara, dan bersamaan dengan itu juga memperkuat gagasan fundamental tentang Pancasila sebagai dasar negara. Gagasan fundamental tentang dasar negara ini tidak lain adalah gagasan tentang ‘arti penting konstitusional’ (constitutional essentials), yaitu prinsip-prinsip fundamental yang menentukan struktur dari proses politik kekuasaan legislatif, eksekutif, dan lembaga peradilan, dan juga kebebasan, hak-hak sipil dan politik dasar yang harus dihormati oleh mayoritas legislatif, seperti hak ikut dalam pemilihan dan berpartisipasi dalam politik, kebebasan berpikir dan menyatakan pendapat, dan juga perlindungan hukum. Jika Pancasila sebagai konsepsi politis dapat memberikan kerangka prinsip-prinsip dan nilai yang masuk akal untuk memecahkan masalah-masalah yang berhubungan dengan arti penting konstitusional (constitutional essentials) ini, maka besar kemungkinan bahwa keragaman dari doktrin-doktrin komprehensif yang ada dalam masyarakat akan mendukungnya.[8]
Dengan diterimanya pancasila sebagai dasar Negara itu mestinya harus ada usaha yang serius dan konsisten dari pihak pemimpin Negara untuk menjadikan nilai – nlia pancasila tersebut sebagai kenyataan dalam kehidupan bangsa. Jika hal tersebut gagal di lakukan maka anak muncul pandangan dan arugan bahwa pancasila tidak mampu menjawab tentang kehidupan bangsa dan Negara yang berjalan sedara dinamis. Bila hal itu yang pada gilirannya akan mendisteribusikan pancasila dan menjadikan argument kuat untuk menolak pancasila.
Pancasila sebagai idiologi merupakan bagian terpenting dari fungsi dan kedudukan pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Idiologi adalah kumpulan ide – ide yang muncul dan tumbuh dalam satu pemerintahan Negara.
Membicarakan Pancasila sebagai idiologi atau ide – ide yang penting dalam berbagai bidang kehidupan yang di pandang perlu ataupun di pandang penting untuk rangka mencari titik temu dalam rangka menyampaikan dan menyerasikan orientasi, persepsi dan penghayatan terhadap idiologi atau ide – ide Pancasila dalam berbagai bidang kehidupan.
Melalui proses pengmbangan pemikiran tentang pancasila, diharapkan bangsa Indonesia dapat memelihara dan mengembangkan gagasan – gasan, konsep – konsep, teori – teori dan ide – ide baru tentang kehidupan politik, ekonomi, sosial, budaya, hokum, hankam dan semua proses kehidupan bangsa yang tidak saja bersumber pada pancasila dan Undang – Undang 1945, tapi juga mengandung relevansi yang kuat dengan kepentingan pembangunan masyarakat, bangsa dan Negara bahkan termasuk di dalamnya system kehidupan keagamaan, tanpa mengurangi etika dan nilai – nilai serta pengalaman keagamaan masing – masing agama.
Suatu konsep yang abstrak seperti “ Pancasila adalah idiologi terbuka “ memerlukan waktu untuk memantapkan proses pemahaman, penghayatan pembudayaan, dan pengalamannya dalam masyarakat. Idiologi terbuka, berdasarkan banyak pemahaman, mengandung semacam dinamika internal yang memungkinkan di lakukan perubahan terhadap makna pada setiap waktu, sehingga isisnya tetap relevan dan komunitetif sepanjang zaman, tanpa menyimpang dan mengurangi hakekatnya.[9] Perubahan bukan berarti mengganti nilai – nilai dasar yang terkandung didalamnya. Bila mana idiologi itu direvisi, apalagi dig anti maka idiologi tersebut sudah kehilangan jati dirinya. Sehingga kendati secara formal idiologi itu masi ada, tetapi secara subtansial ia tidak ada lagi, karena sudah berganti dengan nilai – nilai yang baru.
Dinamika yang terkandung dalam suatu idiologi terbuaka biasanya mempermantap, mempermapan dan memperkuat releansi idiologi itu dalam masysrakat. Tetapi factor itu terkandung dari beberapa factor. Sala satu faktornya adalah nilai – nilai dasar yang terkandung dalam idiologi tersebut. Faktor kedua adalah seperti sikap dan tingkah laku masyarakat terhadapnya. Ketiga, kemampuan masyarakat mengembangkan pemikiran – pemikiran baru yang relevan tentang idiologi yang dimilikinya itu. Keempat, menyangkut seberapa jauh nilai – nilai yang terkandung dalam idiologi itu membudaya dan diamalkan dalam kehidupan masyarakat, bangsa dan Negara.
1)      Salah Satu dinamis dari idiologi politik adalah :[10]
Pencerminan realitas yang hidup di masyarakat yang muncul untuk pettama kali atau paling tidak pada awal kelahirannya . Jadi idiologi merupakan gambaran tentang sejumlah mana suatu masyarakat mampu memahami dirinya.
2)      Dinamis kedua dari idiologi adalah :
Dinamis idealisme, yaitu lukisan kemampuan memberikan harapan kepada berbagai kelompok yang ada dalam masyarakat untuk memiliki kehidupan bersama secara lebih baik, dan masa depan yang lebih cerah.
3)      Sedangkan dinamis ketiga adalah :
Dinamis fleksibilitas, lukisan kemampuan uuntuk mempengaruhi, sekaligus menyesuaikan diri dengan pertumbuhan atau perkembangan masyarakat. Adanya fleksibilitas dapat membuika jalan bagi generasi baru masyarakat untuk mengembangkan dan memanfaatkan kemampuan intelektualnya untuk mencari dan meneliti interpretasi -  interpretasi baru yang mungkin bisa di berikan terhadap nilai – nilai dasar idiologi dengan perubahan dan pengmbangan masyarakat.
Menurut Soerjanto popowardojo, idiologi adalah suatu pemilihan yang jelas dan bahwa komitmen untuk mewujudkannya. Sejalan dengan itu, Sastrapratadja mengemukakan bahwa idiologi membuat orientasi pada tindakan. Ada bergagai factor yang dapat melahirkan dam mengembangkan persepsi dan tingkalaku yang tidak wajar dan kurang sehat tentang idiologi.
Penembangan ini sajalan dengan pendapat dan di kemukakan oleh Sastrapratadja bahwa idiologi memiliki kecenderungan untuk indicator. Obsesi dan komitmen yang berlebihan terhadap idiologi biasanya merangsang orang untuk berpersipsi, bersikap dan bertingkah laku sangan doktiner.
Fenomena itu akan menjadikan idiologi sebagai dogma yang sempit, beku dan tak bernyawa. Dokmatise sempit mematikan jiwa atau roh idiologi yang menghidupkannya wabagai wawasan atau pandangan hidup bersama yang relative dan dinamis.
Ditengah masyarakat, masih sering terdengar bahwa kita harus membangun Negara berdasarkan pancasila dan persatuan Indonesia atau yang kemudian lazim disebut istilah “ persatuan nasional “ merupakan cita – cita yang cukup mendasar bagi bangsa Indonesia.
Untuk memenuhi cita – cita tersebut, konstitusi Indonesia perlu meletakkannya dalam system kehidupan kenegaraan. Sala satu sila dalam dasar Negara pancasila mencantumkannya sebagai konsep dasar kehidupan berbangsa dan bernegara. Sila “ Persatuan Indonesia “ mengandung prinsip Nasionalisme, Cinta bangsa dan tanah air menggalang terus persatuan dan kesatuan bangsa. Nasionalisme dalaha rakyat mutlak bagi pertumbuhan dan kelangsungan suatu bangsa dalam abad moderen sekarang ini. Nasionalisme pancasila mengharuskan kita menghilangkan penjolan kesukuan, keturunan ataupun perbedaan warna kulit.
Sala satu bentuk penggalang an semangat persatuan adalah dilangsungkannya “ sumpah pemuda “ yang menyatakan adanya satu kesatuan bagi rakyat Indonesia, yaitu kesatuan tanah air, bangsa dan bahasa Indonesia. Adanya sumpah pemuda semangat manusia Indonesia lebih diwarnai oleh semangat golongan dan kedaerahan.[11]
Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 menyatakan: Pancasila seperti tercantum dalam Pembukaan UUD 45 merupakan sumber hukum yang berlaku di negara RI dan karena itu secara obyektif ia merupakan suatu pandangan hidup, kesadaran, cita-cita hukum, serta cia-cita moral yang luhur yang meliputi suasana kejiwaan bangsa . Sebagai dasar pandangan hidup bernegara dan sistem nilai kemasyarakatan, Pancasila mengandung 4 pokok pikiran, sebagai berikut:
    Negara merupakan negara persatuan, yang bhinneka tunggal ika. Persatuan tidak berarti penyeragaman, tetapi mengakui kebhinnekaan yang mengacu pada nilai-nilai universal Ketuhanan, kemanusiaan, rasa keadilan dan seterusnya.
    Negara Indonenesia didirikan dengan maksud mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat , dan berkewajiban pula mewujudkan kesejahteraan serta mencerdaskan kehidupan bangsa.
    Negara didirikan di atas asas kedaulatan rakyat. Kedaulatan rakyat tidak bisa dibangun hanya berdasarkan demokrasi di bidang politik. Demokrasi harus juga dilaksanakan di bidang ekonomi.
    Negara didirikan di atas dasar Ketuhanan Yang Maha Esa. Ini mengandung arti bahwa negara menjunjung tinggi keberadaan agama-agama yang dianut bangsa .
Pancasila, sebagaimana tercantum dalam Pembukaaan UUD 1945 dalam perjalanan sejarah kemerdekaan bangsa Indonesia telah mengalami persepsi dan interpretasi sesuai dengan kepentingan zaman, yaitu sesuai dengan kepentingan rezim yang berkuasa. Pancasila telah digunakan sebagai alat untuk memaksa rakyat setia kepada pemerintah yang berkuasa dengan menempatkan

Pancasila sebagai satu-satunya asas dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Masyarakat tidak diperbolehkan menggunakan asas lain, walaupun tidak bertentangan dengan Pancasila. Sehingga contohnya secara nyata pada era reformasi ini setelah rezim Soeharto jatuh maka Pancasila ikut jatuh dan tenggelam. Dikarenakan teori politik Pancasila kita tidak sesuai dengan teori politik secara umum. Bahkan sekarang pun (2004) saat Megawati berkuasa tidak ada cahaya sedikit pun dari Pancasila kita.
Pancasila sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan UUD 1945 adalah dasar negara dari negara kesatuan Republik Indonesia yang harus dilaksanakan secara konsisten dalam kehidupan bernegara.
Pancasila lahir atas hasil pemikiran para pemimpin dan pejuang bangsa Indonesia terdahulu yang mendalam (pemikiran filsafat) yang memuat cita-cita, nilai-nilai dasar, keyakinan-keyakinan yang dijunjung tinggi yang kemudian dituangkan dalam rumusan ideologi dan setelahnya baru diwujudkan dalam konsep-konsep politik.
Pancasila sebagai ideologi nasional mengandung nilai-nilai budaya bangsa Indonesia, yaitu cara berpikir dan cara kerja perjuangan. Pancasila perlu dipahami dengan latar belakang konstitusi proklamasi atau hukum dasar kehidupan berbangasa, bernegara dan bermasyarakat yaitu Preambule, Batang Tubuh serta Penjelasan UUD 1945.Pancasila sebagai ideologi nasional dapat diartikan sebagai suatu pemikiran yang memuat pandangan dasar dan cita-cita mengenai sejarah, manusia, masyarakat, recht dan negara Indonesia, yang bersumber dari kebudayaan Indonesia.
Pancasila bersifat integralistik, yaitu paham tentang hakikat negara yang dilandasi dengan konsep kehidupan bernegara. Pancasila yang melandasi kehidupan bernegara menurut Dr. Soepomo adalah dalam kerangka negara integralistik, untuk membedakan dari paham-paham yang digunakan oleh pemikir kenegaraan lain.


BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Pola pikir untuk membangun kehidupan berpolitik yang murni dan jernih mutlak dilakukan sesuai dengan kelima sila Pancasila. Etika politik Pancasila harus direalisasikan oleh setiap individu yang ikut terlibat secara konkrit dalam pelaksanaan pemerintahan negara. Peran Pancasila sebagai sumber etika politik di Indonesia harus benar-benar dipahami oleh setiap penguasa yang berkuasa mengatur pemerintahan, agar tidak menyebabkan berbagai penyimpangan seperti yang terjadi dewasa ini.
Namun demikian, bukan berarti etika politik Pancasila tidak mampu menjadi alat atau cara menelaah sebuah Pancasila. Kendala pertama dapat diatasi dengan cara membuka lebar-lebar pintu etika politik Pancasila terhadap kritik dan koreksi dari manapun, sehingga ia tidak terjebak pada lingkaran itu. Kendala kedua dapat diatasi dengan menunjukkan kritik kepada tingkatan praksis Pancasila terlebih dahulu, kemudian secara bertahap merunut kepada pemahaman yang lebih umum hingga ontologi Pancasila menggunakan prinsip-prinsip norma moral. 


DAFTAR PUSTAKA
Notonegoro, 1975. Pancasila Secara Ilmiah Populer, Jakarta: Pantjuran Tujuh,
Mariam Budiarjo, dkk, 2003. “Dasar-dasar ilmu Politik”, Jakarta: Gramedia.
Alan C Isaak, 1975. Scope and methods of political science, rev. ed. Homewood, IL: Dorsey Press.
A.T. Soegito. dkk. 2011. Pendidikan Pancasila, Cet. 6. Semarang: UNNES PRESS.
Nopirin. 1980. Beberapa Hal Mengenai Falsafah Pancasila, Cet. 9. Jakarta:Pancoran Tujuh.
Notonagoro. 1980. Beberapa Hal Mengenai Falsafah PancasilaCet. 9.Jakarta: Pantjoran Tujuh.
Suprapto. 2005. Kewarganegaraan untuk SMA kelas XI. Jakarta: Bumi Aksara


[1] Notonagoro. Beberapa Hal Mengenai Falsafah PancasilaCet. 9. (Jakarta: Pantjoran Tujuh. 1980.), Hal. 34
[2] Notonegoro, Pancasila Secara Ilmiah Populer, (Jakarta: Pantjuran Tujuh, 1975), hal. 6
[3] Mariam Budiarjo, dkk, “Dasar-dasar ilmu Politik”, (Jakarta: Gramedia, 2003), hal.15
[4], Alan C Isaak, Scope and methods of political science, rev. ed. Homewood, (IL: Dorsey Press, 1975), hal.16
[5] Ibid, hal, 16
[6] Ibid, hal, 18
[7] Ibid, hal, 18
[8] A.T. Soegito. dkk. Pendidikan Pancasila, Cet. 6. (Semarang: UNNES PRESS. 2011),  Hal. 76
[9] Suprapto. Kewarganegaraan untuk SMA kelas XI. (Jakarta: Bumi Aksara. 2005),  Hal. 90
[10] Mariam Budiarjo, dkk, Op. Cit., Hal. 89
[11] Nopirin.  Beberapa Hal Mengenai Falsafah Pancasila, Cet. 9. (Jakarta:Pancoran Tujuh, 1980. ), Hal. 76

Tidak ada komentar:

Posting Komentar